Foto: BBC

Berita Nasional, PIFA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai polemik. Aturan tersebut dinilai dapat melegalkan perzinaan dan seks bebas di lingkungan kampus.

Sorotan itu muncul karena pasal 5 dalam Permedikbudristek tersebut dinilai multitafsir, dan bisa dimaknai legalisasi terhadap perbuatan asusila atau seks bebas berbasis persetujuan (consent).

Diterjang kritik, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam dalam keterangannya justru membantah telah membuat aturan yang melegalkan perzinaan. Bantahan yang mendapat 'bala bantuan' pula dari Kementerian Agama yang memang membawahi unit-unit pendidikan berbagai tingkat yang berbasis agama.

"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah 'pencegahan', bukan 'pelegalan'," katanya dilansir dari CNN (11/11/2021).

Ia menyatakan aturan yang disusun tim di bawah Mendikbudristek Nadiem Makarim itu sejatinya bertujuan sebagai pedoman bagi Perguruan Tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ada di luar kampus.

Ada yang kontra, ada pula yang pro terhadap permendikbud itu, terutama dari kalangan kelompok aktivis perempuan yang memang terus menggaungkan pencegahan kekerasan seksual apapun bentuknya dan di manapun tempatnya, termasuk lingkungan pendidikan.

Namun apakah Permendikbud tersebut dibutuhkan untuk menghapus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan?

aktivis perempuan Devi Asmarani mengatakan Permendikbud dibutuhkan mengiangat maraknya kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus.

"Kenapa Permendikbud itu dibutuhkan banget karena kasus kekerasan seksual itu tinggi di Indonesia, dan kasus di institusi pendidikan tinggi itu tinggi sekali, yang sekarang ketahuan publik hanya puncak dari gunung es," ujarnya. 

Menurut Devi dibutuhkan aturan hukum untuk mencegah kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus seringkali terjadi karena ada relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa, hingga senior terhadap junior, dan lainnya.

Berita Nasional, PIFA - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai polemik. Aturan tersebut dinilai dapat melegalkan perzinaan dan seks bebas di lingkungan kampus.

Sorotan itu muncul karena pasal 5 dalam Permedikbudristek tersebut dinilai multitafsir, dan bisa dimaknai legalisasi terhadap perbuatan asusila atau seks bebas berbasis persetujuan (consent).

Diterjang kritik, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Nizam dalam keterangannya justru membantah telah membuat aturan yang melegalkan perzinaan. Bantahan yang mendapat 'bala bantuan' pula dari Kementerian Agama yang memang membawahi unit-unit pendidikan berbagai tingkat yang berbasis agama.

"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah 'pencegahan', bukan 'pelegalan'," katanya dilansir dari CNN (11/11/2021).

Ia menyatakan aturan yang disusun tim di bawah Mendikbudristek Nadiem Makarim itu sejatinya bertujuan sebagai pedoman bagi Perguruan Tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ada di luar kampus.

Ada yang kontra, ada pula yang pro terhadap permendikbud itu, terutama dari kalangan kelompok aktivis perempuan yang memang terus menggaungkan pencegahan kekerasan seksual apapun bentuknya dan di manapun tempatnya, termasuk lingkungan pendidikan.

Namun apakah Permendikbud tersebut dibutuhkan untuk menghapus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan?

aktivis perempuan Devi Asmarani mengatakan Permendikbud dibutuhkan mengiangat maraknya kasus kekerasan seksual dilingkungan kampus.

"Kenapa Permendikbud itu dibutuhkan banget karena kasus kekerasan seksual itu tinggi di Indonesia, dan kasus di institusi pendidikan tinggi itu tinggi sekali, yang sekarang ketahuan publik hanya puncak dari gunung es," ujarnya. 

Menurut Devi dibutuhkan aturan hukum untuk mencegah kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi. Menurutnya, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus seringkali terjadi karena ada relasi kuasa antara dosen dan mahasiswa, hingga senior terhadap junior, dan lainnya.

0

0

You can share on :

0 Komentar