Foto: Suara.com

Berita Teknologi, PIFA - Indonesia punya komitmen sebagai pengembang mobil listrik di Indonesia. Tapi tidak hanya cukup mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA), kesiapan sumber daya manusia yang kompeten lewat pendidikan vokasi juga perlu disiapkan.

Banyak negara belomba berinvestasi di Indonesia sebagai tempat pengembangan mobil listrik. Untuk menyambutnya, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, mengungkapkan ekosistem mobil listrik perlu disiapkan dengan mencetak SDM yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan industri di masa depan.

"Memang karbon netral ini keniscayaan, bahwa yang menjadi drivers ekonomi ke depan itu karbon netral. Itu sudah pasti, persoalannya kita ingin jadi pemenang atau losers," kata Bob saat ditemui di Universitas Diponegoro, Semarang, Rabu (26/5/2022).

"Untuk menjadi pemenang kita harus siap, tidak cukup mengandalkan natural resources, tapi SDM (Sumber Daya Manusia), di mana-mana sudah jadi pelajaran, terlalu tergantung natural resources malah menjadi fire back. Jadi SDM itu penting," tambah dia.

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mulai mengkonversi produk Internal Combustion Engine (ICE) ke Battery Electric Vehicles (BEV). Misalnya Toyota Calya, yang digarap oleh tiga universitas; Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Sepuluh November. Sementara Kijang Innova BEV menjadi mobil konsep yang digarap Toyota untuk keperluan studi.

Selain tiga kampus di atas, PT TMMIN juga akan melakukan road show elektrifikasi, serta berkolaborasi dengan empat universitas lain, di antaranya Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Sebelas Maret.

"Electric vehicles hanya alat saja, tapi payung besarnya karbon netral, oleh karena itu kita perkenalkan kendaraan electric untuk menstimulus mahasiswa di sini untuk mulai berpikir dengan karbon netral, supaya orang kita bisa disiapkan lebih cepat lagi, dan kita bisa mengambil manfaat, bukan menjadi korban," ujar Bob.

Di sisi lain SDM harus disiapkan dengan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri. Dari baterai saja misalnya, Bob mengatakan saat ini harus belajar online di India, maka dari itu perlu menciptakan kurikulum baru supaya tak tertinggal dengan SDM dari negara luar.

"Dengan adanya konversi ini kita bisa membuat ekosistem untuk mengembangkan SDM. Ujungnya make people before make product. Kita nggak bisa cuma andalin punya nikel saja, terus yang proses orang lain," ungkap Bob.

"Kita harus mendidik orangnya, dan yang punya kompetensi mendidik ya kampus. Menciptakan kurikulum baru ke depan," sambung dia.

Tujuan peralihan ke kendaraan ramah lingkungan ialah memerangi emisi. Toyota memilih konsep multi path way, artinya tidak hanya mengandalkan BEV, ada produk lain yang bisa digunakan, mulai dari Fuel Cell, Hybrid, Plug In Hybrid, Hidrogen, bahkan Low Cost Green Car (LCGC).

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin Undip, Prof. Dr. Ing. Wiwandari Handayani ST, MT, MPS bilang dalam konteks memerangi karbon emisi, penggunaan kendaraan ramah lingkungan yang bervariasi bisa menjadi alternatif. Utamanya saat ini melihat skala ekonomi masyarakat Indonesia.

"Multi path way jelas penting (untuk mengikis emisi karbon), dan ujung tombaknya kalau kita lihat konteksnya dengan war (memerangi emisi), itu negosiasi," kata Wiwandari.

"Kita dituntut mengurangi emisi, tapi kan kita negara yang masih meningkatkan kesejahteraan, jadi negosiasi seperti itu juga penting, dan mutualisme. Jadi di mana ada agreement dengan negara lain itu yang saling menguntungkan, jangan kita jadi seperti dituntut, tapi kita tidak mendapat timbal baliknya," sambung dia. (rs)

Berita Teknologi, PIFA - Indonesia punya komitmen sebagai pengembang mobil listrik di Indonesia. Tapi tidak hanya cukup mengandalkan Sumber Daya Alam (SDA), kesiapan sumber daya manusia yang kompeten lewat pendidikan vokasi juga perlu disiapkan.

Banyak negara belomba berinvestasi di Indonesia sebagai tempat pengembangan mobil listrik. Untuk menyambutnya, Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, mengungkapkan ekosistem mobil listrik perlu disiapkan dengan mencetak SDM yang mumpuni sesuai dengan kebutuhan industri di masa depan.

"Memang karbon netral ini keniscayaan, bahwa yang menjadi drivers ekonomi ke depan itu karbon netral. Itu sudah pasti, persoalannya kita ingin jadi pemenang atau losers," kata Bob saat ditemui di Universitas Diponegoro, Semarang, Rabu (26/5/2022).

"Untuk menjadi pemenang kita harus siap, tidak cukup mengandalkan natural resources, tapi SDM (Sumber Daya Manusia), di mana-mana sudah jadi pelajaran, terlalu tergantung natural resources malah menjadi fire back. Jadi SDM itu penting," tambah dia.

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mulai mengkonversi produk Internal Combustion Engine (ICE) ke Battery Electric Vehicles (BEV). Misalnya Toyota Calya, yang digarap oleh tiga universitas; Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Sepuluh November. Sementara Kijang Innova BEV menjadi mobil konsep yang digarap Toyota untuk keperluan studi.

Selain tiga kampus di atas, PT TMMIN juga akan melakukan road show elektrifikasi, serta berkolaborasi dengan empat universitas lain, di antaranya Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan Universitas Sebelas Maret.

"Electric vehicles hanya alat saja, tapi payung besarnya karbon netral, oleh karena itu kita perkenalkan kendaraan electric untuk menstimulus mahasiswa di sini untuk mulai berpikir dengan karbon netral, supaya orang kita bisa disiapkan lebih cepat lagi, dan kita bisa mengambil manfaat, bukan menjadi korban," ujar Bob.

Di sisi lain SDM harus disiapkan dengan mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri. Dari baterai saja misalnya, Bob mengatakan saat ini harus belajar online di India, maka dari itu perlu menciptakan kurikulum baru supaya tak tertinggal dengan SDM dari negara luar.

"Dengan adanya konversi ini kita bisa membuat ekosistem untuk mengembangkan SDM. Ujungnya make people before make product. Kita nggak bisa cuma andalin punya nikel saja, terus yang proses orang lain," ungkap Bob.

"Kita harus mendidik orangnya, dan yang punya kompetensi mendidik ya kampus. Menciptakan kurikulum baru ke depan," sambung dia.

Tujuan peralihan ke kendaraan ramah lingkungan ialah memerangi emisi. Toyota memilih konsep multi path way, artinya tidak hanya mengandalkan BEV, ada produk lain yang bisa digunakan, mulai dari Fuel Cell, Hybrid, Plug In Hybrid, Hidrogen, bahkan Low Cost Green Car (LCGC).

Guru Besar Fakultas Teknik Mesin Undip, Prof. Dr. Ing. Wiwandari Handayani ST, MT, MPS bilang dalam konteks memerangi karbon emisi, penggunaan kendaraan ramah lingkungan yang bervariasi bisa menjadi alternatif. Utamanya saat ini melihat skala ekonomi masyarakat Indonesia.

"Multi path way jelas penting (untuk mengikis emisi karbon), dan ujung tombaknya kalau kita lihat konteksnya dengan war (memerangi emisi), itu negosiasi," kata Wiwandari.

"Kita dituntut mengurangi emisi, tapi kan kita negara yang masih meningkatkan kesejahteraan, jadi negosiasi seperti itu juga penting, dan mutualisme. Jadi di mana ada agreement dengan negara lain itu yang saling menguntungkan, jangan kita jadi seperti dituntut, tapi kita tidak mendapat timbal baliknya," sambung dia. (rs)

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya