5 Negara yang Penduduknya Kehilangan Minat Menikah dan Memiliki Anak
Dunia | Sabtu, 8 Juni 2024
PIFA, Internasional - Krisis populasi penduduk semakin menjadi sorotan di berbagai negara, dengan tingkat pernikahan dan kelahiran yang terus menurun. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Jepang dan China, tetapi juga merambah negara-negara lain di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa negara yang menghadapi tantangan serupa:
1. Korea Selatan
Tingkat pernikahan di Korea Selatan mengalami penurunan signifikan, mencapai angka hanya 40 persen pada tahun 2023, turun dari 322.807 pasangan pada tahun 2013. Salah satu penyebab utamanya adalah pergeseran norma-norma sosial, dengan hanya sepertiga dari penduduk yang masih memiliki pandangan positif terhadap institusi pernikahan.
2. China
China juga menghadapi penurunan dalam angka pernikahan selama dua tahun berturut-turut. Pandemi COVID-19 telah memperparah situasi ini, sementara banyak warga merasa lebih nyaman fokus pada karier daripada membentuk keluarga. Ahli demografi dari Universitas Michigan, Zhou Yun, menekankan bahwa penurunan kesuburan seringkali sulit untuk diperbaiki, yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
3. Georgia
Meskipun terletak di Asia bagian barat, Georgia juga mengalami penurunan drastis dalam tingkat pernikahan, mencapai hanya 5,5 persen. Pemerintah Georgia telah menyadari urgensi pembenahan untuk menggenjot pertumbuhan penduduk di negara ini.
4. Jepang
Sebagai negara maju di Asia, Jepang menghadapi tantangan serupa dengan tingkat kelahiran yang rendah. Warga Jepang di rentang usia 25 hingga 34 tahun terutama menunjukkan keengganan untuk menikah. Pemerintah Jepang merespons dengan berbagai langkah, termasuk janji bantuan finansial, kemudahan akses perawatan anak, dan cuti orang tua.
5. Qatar
Qatar juga tidak luput dari tren global ini. Penurunan drastis dalam angka pernikahan telah terjadi sejak Februari 2023, sekitar 8,6 persen. Pemerintah Qatar telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan menyelenggarakan seminar pelatihan untuk pasangan muda, mencakup penanganan konflik perkawinan dan perencanaan hidup.
Krisis populasi ini menyoroti perubahan dalam nilai-nilai sosial dan ekonomi yang memengaruhi pilihan hidup individu. Pemerintah di seluruh dunia harus bertindak cepat dan efektif untuk menanggapi tantangan ini guna memastikan kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat di masa depan.