Foto: Instagram @ridwankamil

Nasional - Akhir-akhir ini, maraknya mural yang "berbau" kritik terhadap pemerintah cukup menyita perhatian.

Apalagi, tak jarang hal itu ditanggapi dengan menghapus atau mengecat ulang mural-mural yang dianggap "melecehkan" tokoh tertentu.

Melalui akun instagram miliknya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil kemudian mengajak para pembuat mural untuk berdialog.

"Kita ini harus berdialog, dalam merumuskan “batas”. Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas," tulisnya.

Menurut pria yang akrab disapa Kang Emil itu, di dunia digital pun, tidak semua orang paham batasannya.

"Di dunia digital pun, tidak semua dari kita paham, mana itu “kritik” argumentatif mana itu “buli atau hinaan” katanya. 

Menurut Dia, orang yang berjiwa besar akan berbicara mengenai gagasan, sebaliknya orang yang memiliki jiwa kerdil hanya akan bicara gosip tentang oranglain.

Ia mencontohkan saat berlalulintas, dimana kita dibatasi oleh lampu lalulintas.

"Seperti berlalulintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”. Itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu," terang orang nomor satu di Jabar itu.

"Jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika “ ini kritik atau hinaan” dalam perjalanan demokrasi bangsa ini," lanjutnya.

Menurut Kang Emil, mural adalah seni ruang publik yang “temporer”, serta punya batas waktunya, atau istilah yang Ia pakai "Ada umurnya". 

Itulah mengapa, Ia mengingatkan agar pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. 

"Apalagi tanpa ijin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya. Mari berdialog," pungkasnya.

Nasional - Akhir-akhir ini, maraknya mural yang "berbau" kritik terhadap pemerintah cukup menyita perhatian.

Apalagi, tak jarang hal itu ditanggapi dengan menghapus atau mengecat ulang mural-mural yang dianggap "melecehkan" tokoh tertentu.

Melalui akun instagram miliknya, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil kemudian mengajak para pembuat mural untuk berdialog.

"Kita ini harus berdialog, dalam merumuskan “batas”. Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas," tulisnya.

Menurut pria yang akrab disapa Kang Emil itu, di dunia digital pun, tidak semua orang paham batasannya.

"Di dunia digital pun, tidak semua dari kita paham, mana itu “kritik” argumentatif mana itu “buli atau hinaan” katanya. 

Menurut Dia, orang yang berjiwa besar akan berbicara mengenai gagasan, sebaliknya orang yang memiliki jiwa kerdil hanya akan bicara gosip tentang oranglain.

Ia mencontohkan saat berlalulintas, dimana kita dibatasi oleh lampu lalulintas.

"Seperti berlalulintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”. Itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu," terang orang nomor satu di Jabar itu.

"Jika belum ada kesepahaman, maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika “ ini kritik atau hinaan” dalam perjalanan demokrasi bangsa ini," lanjutnya.

Menurut Kang Emil, mural adalah seni ruang publik yang “temporer”, serta punya batas waktunya, atau istilah yang Ia pakai "Ada umurnya". 

Itulah mengapa, Ia mengingatkan agar pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. 

"Apalagi tanpa ijin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya. Mari berdialog," pungkasnya.

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya