Capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan menyebut kualitas demokrasi di Tanah Air belum matang. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

PIFA, Politik - Calon presiden potensial dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, telah mengangkat isu penting terkait kualitas demokrasi di Indonesia yang masih belum matang. Fenomena ini tercermin dalam ketakutan masyarakat untuk mengkritik pemerintah, bahkan sampai pada tindakan mengganti nama Indonesia dengan sebutan lain seperti Konoha dan Wakanda.

Dalam kuliah kebangsaan di FISIP UI, Depok, pada hari Selasa (29/8), Anies mengemukakan bahwa fenomena ini mencerminkan adanya "self censorship" atau sensor diri yang masih menghantui masyarakat dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintah.

Anies menyoroti urgensi peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia. Baginya, demokrasi bukan hanya tentang pelaksanaan pemilu, tetapi juga tentang nilai-nilai dan norma yang ditanamkan dalam masyarakat.

"Dalam demokrasi, aspirasi masyarakat harus dapat diproses melalui jalur politik tanpa rasa takut atau tekanan, dan hasilnya bisa diwujudkan dengan damai," jelasnya, seperti dikutip PIFA dari CNN Indonesia, Selasa (29/8).

Dalam paparannya, Anies menggambarkan dua sistem utama di dunia, yaitu sistem demokratik dan non-demokratik. Menurutnya, dasar dari sistem demokratik adalah kepercayaan, sementara sistem non-demokratik berakar pada rasa takut.

Anies melakukan perbandingan antara kedua sistem ini. Ia menegaskan bahwa sistem demokratik dibangun atas dasar kepercayaan, sementara sistem non-demokratik didasarkan pada ketakutan. Dia juga mengungkapkan bahwa ketika rasa takut menjadi dasar rezim non-demokratik atau otoriter, rezim tersebut akhirnya akan runtuh.

Anies mencatat beberapa contoh seperti "Arab Spring," Filipina, Iran, dan Afrika Utara, serta transisi di Indonesia pada tahun 1997-1998, di mana perubahan terjadi ketika rasa takut berkurang.
 "Ketika rasa takut hilang, maka rezim akan runtuh," tegasnya menambahkan.

Dalam konteks ini, Anies Baswedan menyoroti pentingnya mewujudkan demokrasi yang matang di Indonesia, di mana kebebasan berekspresi dan kritik dapat dijalankan tanpa rasa takut dan penghambatan. (hs)

PIFA, Politik - Calon presiden potensial dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, telah mengangkat isu penting terkait kualitas demokrasi di Indonesia yang masih belum matang. Fenomena ini tercermin dalam ketakutan masyarakat untuk mengkritik pemerintah, bahkan sampai pada tindakan mengganti nama Indonesia dengan sebutan lain seperti Konoha dan Wakanda.

Dalam kuliah kebangsaan di FISIP UI, Depok, pada hari Selasa (29/8), Anies mengemukakan bahwa fenomena ini mencerminkan adanya "self censorship" atau sensor diri yang masih menghantui masyarakat dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintah.

Anies menyoroti urgensi peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia. Baginya, demokrasi bukan hanya tentang pelaksanaan pemilu, tetapi juga tentang nilai-nilai dan norma yang ditanamkan dalam masyarakat.

"Dalam demokrasi, aspirasi masyarakat harus dapat diproses melalui jalur politik tanpa rasa takut atau tekanan, dan hasilnya bisa diwujudkan dengan damai," jelasnya, seperti dikutip PIFA dari CNN Indonesia, Selasa (29/8).

Dalam paparannya, Anies menggambarkan dua sistem utama di dunia, yaitu sistem demokratik dan non-demokratik. Menurutnya, dasar dari sistem demokratik adalah kepercayaan, sementara sistem non-demokratik berakar pada rasa takut.

Anies melakukan perbandingan antara kedua sistem ini. Ia menegaskan bahwa sistem demokratik dibangun atas dasar kepercayaan, sementara sistem non-demokratik didasarkan pada ketakutan. Dia juga mengungkapkan bahwa ketika rasa takut menjadi dasar rezim non-demokratik atau otoriter, rezim tersebut akhirnya akan runtuh.

Anies mencatat beberapa contoh seperti "Arab Spring," Filipina, Iran, dan Afrika Utara, serta transisi di Indonesia pada tahun 1997-1998, di mana perubahan terjadi ketika rasa takut berkurang.
 "Ketika rasa takut hilang, maka rezim akan runtuh," tegasnya menambahkan.

Dalam konteks ini, Anies Baswedan menyoroti pentingnya mewujudkan demokrasi yang matang di Indonesia, di mana kebebasan berekspresi dan kritik dapat dijalankan tanpa rasa takut dan penghambatan. (hs)

0

0

You can share on :

0 Komentar