Penuding Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) sebagai korupsi, telah dieksekusi mati pada Juli 2023. (Reuters)

PIFA, Internasional - Arab Saudi telah menjalankan eksekusi hukuman mati terhadap seorang pria setelah ia memposting dugaan pelanggaran korupsi dan hak asasi manusia oleh pemerintah di platform media sosial. Laporan dari AFP mengidentifikasi bahwa pria tersebut bernama Mohammed al-Ghamdi. 

Saudara Mohammed, Saeed Al-Ghamdi, mengonfirmasi bahwa eksekusi tersebut berlangsung pada bulan Juli oleh Pengadilan Kriminal Khusus yang biasanya menangani kasus terorisme. Sumber-sumber yang mengetahui perincian kasus ini mengungkapkan bahwa Mohammed dihukum karena tuduhan konspirasi melawan kepemimpinan Saudi, melemahkan institusi negara, dan mendukung ideologi terorisme.

Saeed, seorang aktivis yang tinggal di Dubai, mengungkapkan bahwa kasus terhadap saudaranya berakar dari unggahan-unggahan di platform Twitter yang kini dikenal sebagai X.

Salah satu unggahan yang diperhatikan adalah saat Mohammed memposting kritik terhadap pemerintah yang sejak tahun 2017 dipimpin secara de facto oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS). Dalam kritik tersebut, terdapat tudingan terhadap praktik korupsi di dalam pemerintahan.

Selain itu, Mohammed juga memberikan dukungan kepada "tahanan hati nurani," termasuk ulama terkenal seperti Salman al-Awda dan Awad al-Qarni. Keduanya adalah beberapa dari sekian banyak ulama yang ditahan di Arab Saudi karena khotbah-khotbah mereka yang mengkritik pemerintah.

Meskipun akun media sosial Mohammed hanya memiliki sembilan pengikut, menurut Gulf Centre for Human Rights, kelompok yang berfokus pada hak asasi manusia, pemerintah Saudi tetap melanjutkan tindakan represif.

Kepala kelompok pemantau HAM ALQST, Lina al-Hathloul, mengungkapkan bahwa tindakan ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam janji-janji reformasi yang mereka sampaikan secara terbuka. Dia menyatakan keraguan bahwa sebuah negara yang menghukum mati warganya karena unggahan anonim dengan pengikut kurang dari 10 orang dapat dipercaya sedang berupaya mereformasi diri.

Pada tahun 2023, Arab Saudi telah melaksanakan 94 eksekusi mati.

Meskipun di bawah kepemimpinan Mohammed bin Salman (MbS) terdapat agenda reformasi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030 untuk membuka negara yang sebelumnya tertutup menjadi tujuan pariwisata dan bisnis global, pemerintah Saudi tetap menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia, mendapat kecaman tidak hanya dari masyarakat dalam negeri tetapi juga internasional.

Pada tahun 2022, kasus lain menarik perhatian ketika pemerintah Saudi menghukum dua perempuan karena mengkritik pemerintah. Saeed menyebut bahwa iklim politik di negara tersebut dipenuhi dengan penindasan, teror, dan penangkapan politik, bahkan hanya karena menyuarakan pendapat melalui media sosial seperti tweet atau menyukai tweet yang mengkritik situasi pemerintah. (yd)

PIFA, Internasional - Arab Saudi telah menjalankan eksekusi hukuman mati terhadap seorang pria setelah ia memposting dugaan pelanggaran korupsi dan hak asasi manusia oleh pemerintah di platform media sosial. Laporan dari AFP mengidentifikasi bahwa pria tersebut bernama Mohammed al-Ghamdi. 

Saudara Mohammed, Saeed Al-Ghamdi, mengonfirmasi bahwa eksekusi tersebut berlangsung pada bulan Juli oleh Pengadilan Kriminal Khusus yang biasanya menangani kasus terorisme. Sumber-sumber yang mengetahui perincian kasus ini mengungkapkan bahwa Mohammed dihukum karena tuduhan konspirasi melawan kepemimpinan Saudi, melemahkan institusi negara, dan mendukung ideologi terorisme.

Saeed, seorang aktivis yang tinggal di Dubai, mengungkapkan bahwa kasus terhadap saudaranya berakar dari unggahan-unggahan di platform Twitter yang kini dikenal sebagai X.

Salah satu unggahan yang diperhatikan adalah saat Mohammed memposting kritik terhadap pemerintah yang sejak tahun 2017 dipimpin secara de facto oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS). Dalam kritik tersebut, terdapat tudingan terhadap praktik korupsi di dalam pemerintahan.

Selain itu, Mohammed juga memberikan dukungan kepada "tahanan hati nurani," termasuk ulama terkenal seperti Salman al-Awda dan Awad al-Qarni. Keduanya adalah beberapa dari sekian banyak ulama yang ditahan di Arab Saudi karena khotbah-khotbah mereka yang mengkritik pemerintah.

Meskipun akun media sosial Mohammed hanya memiliki sembilan pengikut, menurut Gulf Centre for Human Rights, kelompok yang berfokus pada hak asasi manusia, pemerintah Saudi tetap melanjutkan tindakan represif.

Kepala kelompok pemantau HAM ALQST, Lina al-Hathloul, mengungkapkan bahwa tindakan ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam janji-janji reformasi yang mereka sampaikan secara terbuka. Dia menyatakan keraguan bahwa sebuah negara yang menghukum mati warganya karena unggahan anonim dengan pengikut kurang dari 10 orang dapat dipercaya sedang berupaya mereformasi diri.

Pada tahun 2023, Arab Saudi telah melaksanakan 94 eksekusi mati.

Meskipun di bawah kepemimpinan Mohammed bin Salman (MbS) terdapat agenda reformasi ambisius yang dikenal sebagai Visi 2030 untuk membuka negara yang sebelumnya tertutup menjadi tujuan pariwisata dan bisnis global, pemerintah Saudi tetap menerapkan kebijakan-kebijakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia, mendapat kecaman tidak hanya dari masyarakat dalam negeri tetapi juga internasional.

Pada tahun 2022, kasus lain menarik perhatian ketika pemerintah Saudi menghukum dua perempuan karena mengkritik pemerintah. Saeed menyebut bahwa iklim politik di negara tersebut dipenuhi dengan penindasan, teror, dan penangkapan politik, bahkan hanya karena menyuarakan pendapat melalui media sosial seperti tweet atau menyukai tweet yang mengkritik situasi pemerintah. (yd)

0

0

You can share on :

0 Komentar