AS Menolak Pemindahan Massal Warga Palestina di Tepi Barat
Israel | Jumat, 30 Agustus 2024
PIFA, Internasional - Amerika Serikat (AS) menolak gagasan pemindahan massal warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel, meskipun mengakui bahwa evakuasi lokal mungkin diperlukan dalam situasi tertentu untuk melindungi warga sipil selama operasi kontra-terorisme. Penolakan ini disampaikan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri AS pada Rabu, yang menanggapi seruan Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, untuk "evakuasi sementara" warga sipil Palestina.
"Kami menolak gagasan pemindahan massal warga Palestina di Tepi Barat, namun kami mengakui bahwa perintah evakuasi lokal mungkin diperlukan dalam situasi tertentu untuk melindungi kehidupan warga sipil selama operasi kontra-terorisme yang sensitif," ujar juru bicara yang berbicara dengan syarat anonim kepada Anadolu.
Serangan militer Israel di Tepi Barat yang diduduki terus berlanjut, dengan penggerebekan, serangan udara, dan penghancuran jalan serta bangunan di berbagai lokasi seperti Jenin, Tulkarem, dan kamp pengungsi Tubas. Hingga saat ini, operasi militer ini telah menyebabkan kematian 10 warga Palestina, menambah jumlah korban tewas di Tepi Barat menjadi 662 sejak Oktober tahun lalu, dengan hampir 5.400 orang lainnya terluka.
AS menyatakan pengakuan atas kebutuhan keamanan Israel yang sangat nyata, termasuk melawan aktivitas teroris di Tepi Barat. Namun, AS juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas di wilayah tersebut dan mendesak Israel untuk melakukan tindakan yang layak guna melindungi warga sipil, sebagaimana yang telah dilakukan di Gaza.
Sementara itu, aktivis Palestina Suleiman al-Zuheiri mengungkapkan bahwa penduduk kamp pengungsi Nour Shams hanya diberi waktu empat jam untuk mengungsi oleh tentara Israel pada Rabu. Tentara Israel juga dilaporkan menghancurkan infrastruktur di kamp Tulkarem dan Nour Shams dengan bantuan drone.
Asisten Menteri Luar Negeri Palestina, Ahmed al-Deek, mengkritik taktik Israel yang disebutnya meniru metode pengusiran warga Gaza di Tepi Barat, yang menurutnya menciptakan lingkungan yang memaksa penduduk untuk meninggalkan tempat tinggal mereka.
Putusan Mahkamah Internasional pada 19 Juli yang menyatakan pendudukan Israel di tanah Palestina sebagai pelanggaran hukum semakin memperkuat tuntutan untuk evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. (ad)