AS Sebut Israel Usul Tarik Pasukan dari Jalur Gaza
Israel | Rabu, 4 September 2024
Pemerintah Amerika Serikat menyebut Israel mengusulkan tarik pasukan dari jalur Gaza. ()
Israel | Rabu, 4 September 2024
Lokal
PIFA, Lokal - Naas menimpa Solihin (51), warga Desa Padang Tikar Satu, Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Kubu Raya. Pria ini diserang buaya di kebun kelapa miliknya yang berbatasan langsung dengan Sungai Lalat pada Senin (8/7) pagi. Akibat serangan tersebut, Solihin mengalami 11 jahitan dan patah tulang di kaki kanannya. Kapolsek Batu Ampar, IPDA Fahri Ahmad melalui Kasubsi Penmas Polres Kubu Raya, AIPTU Ade membenarkan peristiwa terkaman buaya muara tersebut di lokasi Sungai Lalat Kebun Buah Kelapa milik Solihin Desa Padang Tikar Kecamatan Batu Ampar. Aiptu Ade mengatakan, kejadian tersebut bermula ketika anak korban bertemu dengan buaya saat mancing di kebun kelapa milik ayahnya, pada Minggu (7/7). Ia kemudian menceritakan pengalamannya tersebut kepada sang ayah. Mendengar cerita itu, keesokan paginya Solihin memutuskan untuk memastikan kebenaran cerita anaknya dengan membawa sebatang bambu ke lokasi. Sesampainya di lokasi, Solihin berniat menancapkan bambu di Sungai Lalat sebagai tanda keberadaan buaya muara yang ditemui anaknya. Namun, nasib malang menimpanya ketika ia turun ke semak-semak di bibir sungai. “Tanpa diduga, buaya langsung menerkam kaki kanannya. Solihin terseret ke dalam sungai dan berteriak histeris untuk meminta pertolong,” ungkapnya. Untungnya, beberapa warga yang sedang memanen buah kelapa mendengar teriakan histeris Solihin. Mereka segera memberi bantuan, dan korban berhasil diselamatkan dari cengkraman buaya. Solihin langsung dilarikan ke Puskesmas Padang Tikar untuk mendapatkan perawatan medis. "Korban selamat dan saat ini masih menjalani perawatan medis secara intensif. Akibat serangan buaya, korban mengalami sebelas jahitan luka terbuka bekas gigitan buaya dan patah tulang (fraktur tibia) di kaki sebelah kanan," terang Ade pada Selasa (9/7) pagi. Hingga saat ini, pihak Kepolisian Batu Ampar bersama Babinsa, masyarakat, dan pemerintah desa masih terus melakukan pencarian terhadap buaya muara yang menerkam Solihin. (ly)
Lokal
PIFA, Lokal – Polres Kubu Raya berhasil menangkap 11 pelaku pembakar lahan di Kabupaten Kubu Raya. Kesebelas pelaku saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana membuka lahan dengan cara membakar. “Dari bulan Juli sampai dengan bulan September 2023 Polres Kubu Raya menangani 11 kasus kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Kubu Raya. Saat ini, ke 11 pelaku sedang dalam proses penyelidikan oleh Sat reskrim Polres Kubu Raya,” ungkap Kapolres Kubu Raya AKBP Arief Hidayat, saat memimpin Konferensi Pers di Aula Mapolres Kubu Raya, Rabu (20/9/23). “Kasus kebakaran lahan dan hutan di Kubu Raya ini tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Kubu Raya di empat Kecamatan. Diantaranya Kecamatan Sungai Raya, Kecamatan Sungai Kakap, Kecamatan Sungai Ambawang dan Kecamatan Rasau Jaya dengan total lahan yang terbakar 80,86 Hektare,” ungkap Arief. Arief mengatakan, pelaku mengakui bahwa melakukan pembakaran lahan tersebut dengan cara menggunakan solar dicampur dengan oli bekas kemudian disiramkan ke rerumputan kering yang sudah ditumpuk, selanjutnya di sulut dengan api yang berasal dari korek api gas (mancis). “Pelaku dengan sengaja membakar lahan untuk membuka lahan perkebunan dan perbuatan pelaku ini tanpa disuruh oleh pihak lain, dari keseluruhan terbakarnya lahan di Kubu Raya di luar lahan konsesi, karena pengamatan dan pemantauan titik hotspot dilakukan dari patroli udara Polda Kalbar dan patroli darat dari personil Polres Kubu Raya,” terang Arief “Hingga saat ini seluruh pelaku merupakan perorangan dan kami belum menemukan adanya kasus karhutla yang mengindikasikan ke korporasi,” ucapnya. Terkait upaya pencegahan Karhutla di Kabupaten Kubu Raya, Arief menyebut pihaknya telah melakukan sosialisasi lewat perangkat desa hingga Bhabinkamtibmas berpatroli dengan menggunakan pengeras suara untuk mengajak masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan dan memberikan informasi kepada pihak kepolisian jika mengetahui pelaku pembakaran hutan dan lahan. “Upaya kami mengajak masyarakat tersebut pun berhasil, kesebelas pelaku tersebut dapat kami tangkap atas dasar informasi yang diberikan masyarakat,” ujarnya. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku dijerat dengan Pasal 108 Jo Pasal 69 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perda Prov. Kalbar Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Pembukaan Lahan Perladangan Berbasis Kearifan Lokal. “Ancamannya, pelaku dipidana minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun dan denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar,” pungkasnya. (ap)
Lokal
PIFA.CO.ID, PONTIANAK - Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025 seharusnya menjadi momentum refleksi dan evaluasi dunia pendidikan. Namun di Kalimantan Barat, realitasnya justru membuat miris. Sekretaris Umum PGRI Kalbar, Suherdiyanto, menegaskan bahwa Kalbar masih kekurangan lebih dari 5.000 guru jenjang SMA dan SMK.“Data terakhir rekrutmen PPPK 2024 menunjukkan kebutuhan guru SMA/SMK Kalbar sekitar 8.490 orang. Tapi yang terpenuhi baru 3.067. Artinya, masih ada kekurangan sekitar 5.000 guru,” ungkap Suherdiyanto.Krisis ini semakin parah akibat regulasi yang melarang dana BOS digunakan untuk membayar gaji guru honorer. Banyak sekolah yang terpaksa merumahkan guru karena tidak lagi mampu menggaji mereka. Padahal, guru honorer selama ini menjadi tulang punggung utama pendidikan di banyak daerah terpencil Kalbar.“Kita bisa bayangkan, kalau guru-guru honorer itu berhenti total, bagaimana layanan pendidikan bisa berjalan? Ini darurat, dan harus disikapi dengan kebijakan konkret,” tegasnya.Suherdiyanto menyoroti minimnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap tenaga pendidik, terutama yang berada di daerah tertinggal. Ia meminta Gubernur Kalbar, Dinas Pendidikan dan DPRD – khususnya Komisi V – untuk duduk bersama mencari solusi. Ia mengingatkan agar kasus 17 guru honorer yang dirumahkan baru-baru ini tidak terulang.Masalah pendidikan di Kalbar tak berhenti di soal tenaga pendidik. Menurut data statistik 2024, Kalbar masih berada di peringkat 6–7 terbawah secara nasional dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Rata-rata lama sekolah warga Kalbar hanya 7,6 tahun setara dengan anak kelas 1 SMP.“Ini PR besar untuk kepala daerah. IPM rendah menunjukkan bahwa akses dan kualitas pendidikan kita masih belum merata,” katanya.Kesenjangan pendidikan antara daerah kota dan pelosok juga masih sangat terasa. Fasilitas belajar yang minim, laboratorium yang tak memadai, dan keterbatasan infrastruktur menjadi tantangan harian sekolah-sekolah di wilayah 3T.“Distribusi guru juga timpang. Banyak guru menumpuk di kota, sementara daerah pelosok kekurangan parah. Tapi belum ada kebijakan yang berani dan berpihak pada keadilan pendidikan,” jelasnya.Di momentum Hardiknas 2025 ini, PGRI Kalbar berharap pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga pusat bisa bersinergi, termasuk menggandeng sektor swasta untuk memperkuat dunia pendidikan.“Pendidikan bukan hanya tugas pemda, tapi perlu keterlibatan semua pihak. Harus ada kemitraan yang dibangun agar IPM Kalbar bisa naik dan pendidikan bisa dinikmati secara merata, terutama di daerah terpencil,” tutup Suherdiyanto.