Asap Pekat Selimuti Gaza City, Serangan Darat Israel Makin Meluas
Internasional | Kamis, 18 September 2025
PIFA, Internasional – Asap tebal menyelimuti langit Gaza City pada Rabu (17/9) ketika deretan tank Israel, disertai tembakan artileri dan serangan udara, merangsek semakin dalam ke pusat kota. Operasi ini disebut sebagai salah satu serangan darat terbesar Israel sejak konflik dimulai.
Sebelum serangan, militer Israel menyebarkan pamflet yang mendesak warga sipil mengungsi ke selatan. Gaza City dinyatakan sebagai “zona pertempuran yang brutal”. Namun, bagi ribuan warga, evakuasi bukanlah perkara mudah.
“Kami pikir bagian barat Gaza City akan aman, tapi pengeboman mengikuti kami ke mana-mana. Tidak ada lagi tempat yang aman,” kata Mahmoud al-Zard (45), ayah lima anak, yang kini kembali mengungsi setelah rumah dan tenda pengungsinya hancur.
Distrik Al-Rimal, kawasan komersial yang biasanya ramai, kini berubah menjadi kota hantu dengan bangunan hancur dan puing berserakan. Warga berbondong-bondong melarikan diri menggunakan mobil, truk, hingga kereta keledai, membentuk konvoi kacau diiringi suara sirene ambulans.
Namun, perjalanan evakuasi pun penuh risiko. Sumber medis melaporkan serangan drone Israel menghantam kendaraan pengungsi dekat pintu masuk Rumah Sakit Al-Shifa, menewaskan sedikitnya 13 orang. Sehari sebelumnya, serangan serupa menewaskan lima orang.
“Kami sering menemukan seluruh keluarga terkubur di bawah puing-puing. Setiap menit penundaan bisa memakan korban nyawa,” ungkap petugas darurat, Mohammed Samih.
Otoritas kesehatan Gaza mencatat sedikitnya 98 orang tewas dalam 24 jam terakhir, menambah total korban jiwa konflik menjadi 65.062 orang, dengan korban luka mencapai 165.697 orang.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengeluarkan ultimatum, “Jika Hamas tidak membebaskan sandera dan melucuti senjatanya, Gaza akan dihancurkan dan menjadi hamparan nisan.” Hamas menanggapi dengan menyebut serangan tersebut sebagai “babak baru dalam perang genosida dan pembersihan etnis”.
Di lapangan, rumah sakit kewalahan. Al-Shifa, fasilitas medis terbesar di Gaza, menerima puluhan korban luka setiap jam dengan pasokan listrik, bahan bakar, dan obat-obatan yang kian menipis.
Direktur Jenderal Otoritas Kesehatan Gaza, Munir al-Bursh, memperingatkan sistem kesehatan berada di ambang kehancuran. “Foto-foto dari Gaza menceritakan kisahnya. Mayat di bawah reruntuhan, anak-anak kelaparan, rumah sakit yang runtuh menimpa staf dan pasien. Ini ujian moral dan hukum bagi dunia,” ujarnya.