ASN berinisial RS Singkawang menjuak konten penyiksaan monyet ke grup psikopat luar negeri. (Dok. PIFA/Andrie P Putra)

PIFA, Lokal - Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat, menangkap seorang pelaku penyiksaan monyet yang kemudian dijadikan konten untuk dijual ke psikopat di luar negeri.

Pelaku berinisial RS itu, merupakan seorang PNS di kantor kelurahan di Kota Singkawang. RS diamankan di salah satu warung kopi dengan sejumlah barang bukti serta 58 video penyiksaan monyet ekor panjang, Kamis (8/2/2024).

Direktur Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kombes Pol Sardo Mangatur Pardamaian Sibarani mengutarakan, kasus ini terbongkar berawal dari laporan pecinta satwa di luar negeri yang mendapati video-video penyiksaan monyet.

"Informasi ini didapat dari beredarnya video-video penyiksaan binatang ini di luar negeri terutama di Australia yang membuat pemerhati hewan di sana terusik rasa kemanusiaannya," kata Sardo dalam pers rilis di Mapolda Kalbar, Kota Pontianak, Jumat (9/2/2024).

Berdasarkan informasi awal itu, pemerhati hewan luar negeri tersebut berkomunikasi dengan pemerhati yang ada di Indonesia. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Polda Kalbar, dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan mendalam.

"Kami lidik secepatnya dan melakukan pengungkapan pelaku penyiksaan. Dari video yang beredar kami cepat bertindak sehingga dengan cuplikan plat nomor kita berhasil mendeteksi pelaku berada di Singkawang," papar Sardo.

Setelah berhasil mengamankan pelaku di sebuah warung kopi, polisi melanjutkan penggeledahan di rumah pelaku. Di sana didapati sejumlah barang bukti berupa alat-alat yang digunakan saat menyiksa monyet tersebut.

"Kita temukan dua unit HP. Dan bukti-bukti sesuai dengan video yang beredar yaitu kompor yang digunakan untuk menggoreng dan merebus sebagian tubuh anak monyet hidup-hidup. Kemudian alat solder untuk menyiksa, dan palu untuk memukul serta bangkai monyet," jelasnya.

Sardo menerangkan, pelaku RS telah menyiksa sedikitnya 58 monyet yang kemudian dibikin konten sesuai pesanan dari orang-orang di luar negeri. Konten itu dipasarkan di sebuah grup yang diduga berisi orang-orang psikopat.

"Dijual ke anggota grup telegram yang berisi rata-rata memiliki gangguan, psikopat hobi menyiksa binatang. Sementara pelaku, sebelum membuat video penyiksaan, terlebih dahulu  mengonsumsi sabu," ujarnya.

Menurut Sardo berdasarkan pengakuan pelaku, video penyiksaan hewan tersebut dijualnya dengan harga berkisar antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta. Pembayaran tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening.

"Kami akan terus mendalami, memeriksakan ke ahli dan segera melimpahkan ke kejaksaan serta berkoordinasi dengan Direktorat Narkoba untuk memperberat hukuman," katanya.

RS kini ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 91B ayat 1, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kini Romy diancam dengan pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan.

“Pasal ini ancaman hukumannya terlalu ringan. Maka sangkaan pasal kami lapis dengan Pasal 302 ayat 2 KUHP dengan ancaman pidana penjara sembilan bulan,” pungkas Sardo. (ap)

PIFA, Lokal - Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Barat, menangkap seorang pelaku penyiksaan monyet yang kemudian dijadikan konten untuk dijual ke psikopat di luar negeri.

Pelaku berinisial RS itu, merupakan seorang PNS di kantor kelurahan di Kota Singkawang. RS diamankan di salah satu warung kopi dengan sejumlah barang bukti serta 58 video penyiksaan monyet ekor panjang, Kamis (8/2/2024).

Direktur Kriminal Khusus Polda Kalbar, Kombes Pol Sardo Mangatur Pardamaian Sibarani mengutarakan, kasus ini terbongkar berawal dari laporan pecinta satwa di luar negeri yang mendapati video-video penyiksaan monyet.

"Informasi ini didapat dari beredarnya video-video penyiksaan binatang ini di luar negeri terutama di Australia yang membuat pemerhati hewan di sana terusik rasa kemanusiaannya," kata Sardo dalam pers rilis di Mapolda Kalbar, Kota Pontianak, Jumat (9/2/2024).

Berdasarkan informasi awal itu, pemerhati hewan luar negeri tersebut berkomunikasi dengan pemerhati yang ada di Indonesia. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Polda Kalbar, dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan mendalam.

"Kami lidik secepatnya dan melakukan pengungkapan pelaku penyiksaan. Dari video yang beredar kami cepat bertindak sehingga dengan cuplikan plat nomor kita berhasil mendeteksi pelaku berada di Singkawang," papar Sardo.

Setelah berhasil mengamankan pelaku di sebuah warung kopi, polisi melanjutkan penggeledahan di rumah pelaku. Di sana didapati sejumlah barang bukti berupa alat-alat yang digunakan saat menyiksa monyet tersebut.

"Kita temukan dua unit HP. Dan bukti-bukti sesuai dengan video yang beredar yaitu kompor yang digunakan untuk menggoreng dan merebus sebagian tubuh anak monyet hidup-hidup. Kemudian alat solder untuk menyiksa, dan palu untuk memukul serta bangkai monyet," jelasnya.

Sardo menerangkan, pelaku RS telah menyiksa sedikitnya 58 monyet yang kemudian dibikin konten sesuai pesanan dari orang-orang di luar negeri. Konten itu dipasarkan di sebuah grup yang diduga berisi orang-orang psikopat.

"Dijual ke anggota grup telegram yang berisi rata-rata memiliki gangguan, psikopat hobi menyiksa binatang. Sementara pelaku, sebelum membuat video penyiksaan, terlebih dahulu  mengonsumsi sabu," ujarnya.

Menurut Sardo berdasarkan pengakuan pelaku, video penyiksaan hewan tersebut dijualnya dengan harga berkisar antara Rp700 ribu hingga Rp1 juta. Pembayaran tersebut dilakukan melalui transfer ke rekening.

"Kami akan terus mendalami, memeriksakan ke ahli dan segera melimpahkan ke kejaksaan serta berkoordinasi dengan Direktorat Narkoba untuk memperberat hukuman," katanya.

RS kini ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 91B ayat 1, Undang-undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kini Romy diancam dengan pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama enam bulan.

“Pasal ini ancaman hukumannya terlalu ringan. Maka sangkaan pasal kami lapis dengan Pasal 302 ayat 2 KUHP dengan ancaman pidana penjara sembilan bulan,” pungkas Sardo. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar