Bobibos Targetkan Bangun SPBU dan BosMini, Dorong Akses Energi Hijau hingga Pelosok Negeri
Nasional | Jumat, 14 November 2025
PIFA, Nasional - Founder Bahan Bakar Original Buatan Indonesia (Bobibos), M Iklas Thamrin, menegaskan target membangun jaringan SPBU Bobibos dan BosMini—pom bensin mini yang dirancang untuk wilayah pelosok—sebagai langkah memperluas akses energi bersih berharga terjangkau di seluruh Indonesia. Ia mengatakan pengembangan Bobibos lahir dari tekad menghadirkan bahan bakar alternatif ramah lingkungan yang kualitasnya setara BBM perkotaan namun dapat diakses masyarakat di daerah terpencil.
“Bobibos ingin menjadi energi rakyat yang hadir di seluruh pelosok negeri. Dengan SPBU dan BosMini, kami ingin satu harga dari Sabang sampai Merauke,” ujar Iklas di Jakarta. Bobibos sendiri dikembangkan melalui lima tahap ekstraksi tanaman pilihan dengan mesin hasil rancangan internal, menghasilkan bahan bakar nabati beroktan tinggi yang diklaim memiliki emisi lebih rendah daripada BBM fosil.
Iklas menjelaskan riset Bobibos berlangsung bertahun-tahun dan mencakup tiga tahap besar: riset teknologi, riset komersialisasi, dan riset keterterimaan politik. Produk dirancang memenuhi empat aspek utama—kualitas tinggi, emisi rendah, keamanan mesin, serta efisiensi biaya produksi. Dalam tahap komersialisasi, perusahaan memprioritaskan harga ekonomis sebagai strategi agar bahan bakar ramah lingkungan dapat diterima pasar luas.
Selain fokus pada ekspansi jaringan distribusi energi hijau, Bobibos terus menjalin komunikasi dengan pemerintah untuk memperoleh arahan serta dukungan regulasi. Iklas berharap percepatan perizinan dapat membuka jalan bagi Bobibos menjadi bahan bakar alternatif nasional. “Kami berharap Bapak Presiden Prabowo memberikan jalan tol bagi Bobibos agar bisa menjadi solusi energi merah putih yang ekonomis dan berkualitas,” ujarnya.
Di sisi lain, sejumlah pakar menilai berbagai klaim Bobibos masih membutuhkan verifikasi tambahan. Ketua Pusat Kajian Ketahanan Energi untuk Pembangunan Berkelanjutan UI, Ali Ahmudi, menyoroti klaim angka oktan RON 98, yang menurutnya harus dibuktikan melalui uji resmi pemerintah. Ia mengingatkan bahwa kenaikan RON pada umumnya memerlukan proses panjang serta tambahan zat tertentu sehingga transparansi komposisi perlu dibuka untuk publik. Kritik serupa disampaikan Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin, yang meminta kejelasan apakah Bobibos murni berbasis nabati atau campuran dengan komponen fosil.
Kementerian ESDM menegaskan bahwa Bobibos hingga kini belum memiliki sertifikasi resmi sebagai bahan bakar. Dirjen Migas Laode Sulaeman menyebut uji laboratorium bukan berarti produk sudah disetujui, karena proses sertifikasi memerlukan rangkaian pengujian teknis yang dapat memakan waktu minimal delapan bulan. Hasil uji pun belum dapat diumumkan karena terikat perjanjian tertutup antara pengembang dan lembaga penguji.
Meski begitu, Bobibos mendapat sambutan positif dari industri energi nasional. Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, menilai inovasi seperti Bobibos adalah peluang kolaborasi yang sejalan dengan strategi Pertamina dalam mengembangkan energi rendah karbon. “Semangat kolaborasi lebih penting dibanding kompetisi,” kata Simon.
Bobibos sebelumnya juga diperkenalkan dalam uji jalan di Bogor, di mana performanya dinilai baik. Pengujian menunjukkan respons mesin lebih halus dan emisi lebih rendah pada kendaraan bensin maupun diesel, memperlihatkan potensi sebagai bahan bakar nabati dengan efisiensi tinggi.
Dengan terus dikembangkan dan diuji, Bobibos membawa harapan baru bagi kemandirian energi nasional. Namun transparansi teknis, validasi ilmiah, dan kepastian regulasi masih menjadi tantangan utama sebelum bahan bakar lokal itu dapat dipasarkan secara luas di seluruh Indonesia.




















