Bocah 10 Tahun Hilang Diterkam Buaya Saat Mandi di Sungai Sejenuk
Kubu Raya | Kamis, 20 Februari 2025
Proses pencarian bocah 10 tahun yang hilang diterkam buaya saat mandi di Sungai Sejenuk, Kecamatan Batu Ampar, Kubu Raya. (Dok. Istimewa)
Kubu Raya | Kamis, 20 Februari 2025
Lokal
Berita Kalbar, PIFA - Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Barat mengecam peristiwa aksi kekerasan yang menyebabkan tertembaknya warga sipil yang dilakukan oleh Aparat personil Brimob yang terjadi di perkebunan sawit PT. Arthu Plantation, Dusun Mambuk, Desa Segar Wangi, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang pada Sabtu (28/5/2020). Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar menyampaikan peristiwa ini berbuah keprihatinan, melukai rasa kemanusiaan dan keadilan. Warga yang harusnya dilindungi dan diayomi, justru menjadi korban tindak kekerasan aparat. “Karenanya, kami mengecam tindak kekerasan yang dialami warga tersebut, juga minta agar Kapolri dan lembaga negara lainnya seperti Komnas HAM maupun Ombudsmen RI dapat melakukan langkah segera sesuai kewenangannya untuk pengungkapan kasus ini,” tegas Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye Walhi Kalbar. Lebih lanjut Adam menyebut bahwa bagaimanapun kekerasan berujung penembakan warga oleh personil Brimob yang merupakan aparatur negara tidak kita diinginkan dan tidak dibenarkan. Menurutnya, pihak kepolisian justeru terkesan bukan malah melayani, mengayomi dan melindungi sebagaimana Peraturan Kapolri (Perkap) 22 Tahun 2010, tapi sebaliknya. Sementara, Satuan Brigade Mobil (Satbrimob) adalah unsur pelaksana tugas pokok pada tingkat Polda yang berada di bawah Kapolda. “Langkah pendekatan keamanan yang dilakukan pihak perusahaan ini jelas menjadi ancaman dan berpotensi merenggut hak hidup maupun hak rasa aman warga, hak yang seharusnya menjadi kewajiban asasi negara melalui aparatur untuk pemenuhannya,” tambah Adam. Tindak pengamanan perkebunan sawit PT. Arthu Plantation, anak perusahaan group PT. Eagle High Plantation oleh personil brimob mestinya tidak terjadi karena hal ini aneh dan tidak lazim menurut aturan. Berdasarkan Perkap 24 tahun 2007 tentang managamen sistem pengamanan organisasi, perusahaan dan/atau instansi/lembaga pemerintah jelas telah ada yaitu satuan pengamanan (Satpam). Jika pengamanan kebun sawit perusahaan justru dilakukan oleh personil brimob, maka hal ini malah tidak sejalan dengan peraturan Kapolri dimaksud. “Kami meminta agar pihak kepolisian Kalimantan Barat juga dapat memberikan klarifikasi secara terbuka kepada publik atas tindak pengamanan perusahaan sawit oleh personil brimob dan bertanggungjawab memastikan keselamatan warga Desa Segar Wangi, kabupaten Ketapang yang menjadi korban tindak kekerasan,” pinta Adam. Jika dicermati, kejadian tersebut hanyalah bagian permukaan yang nampak dari sengkarut agraria yang terjadi sekitar operasioal perusahaan dalam relasinya dengan hak-hak warga sekitar. Sebab jika benar bahwa pemanenan dilakukan warga atas dasar sertifikat yang dimiliki sebagaimana berita dan juga informasi yang kami peroleh namun perusahaan mengklaim sebagai GHUnya, maka berarti ada yang salah terkait dengan proses operasional perusahaan sawit dari sisi administrasi maupun terkait proses sosialnya selama ini. Sehingga kasus yang terjadi patut diduga sebagai dampak dari masalah sebelumnya yang belum terselesaikan. Karena itu, apa yang terjadi tidak dapat dianggap remeh dan harus segera diungkap, ditindak dan diselesaikan permasalahannya. Hal serupa disampaikan Agapitus, Anggota Dewan Daerah Walhi Kalimantan Barat dengan meminta aparat kepolisian menarik personil yang ada di perusahaan. “Kami meminta segera tarik aparat kepolisian (personil brimob) yang berada di perusahaan sawit PT. Arthu Plantation maupun pada konsesi lainnya di Kalimantan Barat. Jangan ada dan hentikan intimidasi terhadap warga,” pungkasnya. Lebih lanjut, Agapitus meminta agar pihak kepolisian yang harusnya menjadi milik semua warga dan tidak justeru menjadi beking perusahaan. “Polri itu milik semua dan jangan malah menjadi beking pihak perusahaan. Kami meminta kepada pemerintah daerah dan Pemkab Ketapang beserta jajarannya untuk melakukan evaluasi serius terhadap perizinan perusahaan dengan memastikan menyelesaikan permasalahan yang ada dan tidak membiarkannya berlarut,” pinta Agapitus. (ja)
Nasional
PIFA, Nasional - Pemerintah terus menangani persoalan terkait Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun yang tuai polemik belakangan ini. Pemerintah akan secara serius menangani hal tersebut engan berfokus pada tiga hal, yakni soal laporan penodaan agama, dugaan tindak pidana pencucian uang, dan soal pendidikan. Pernyataan tegas tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md, dalam keterangannya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (18/7/2023). “Al Zaytun itu kita tangani serius di dalam tiga hal. Pertama yang menyangkut pribadi Panji Gumilang itu oleh masyarakat dilaporkan tentang penodaan agama, pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965,” tegasnya, mengutip laman Setkab RI. Berkaitan dengan dugaan pencucian uang, pemerintah telah melakukan pemblokiran terhadap 145 dari 256 rekening pribadi milik pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, yaitu Panji Gumilang. Selain itu, puluhan rekening lain yang terkait dengan yayasan tersebut juga sedang dalam pemeriksaan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menekankan bahwa proses pemeriksaan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak boleh terburu-buru karena menyangkut hukum. “Itu semua perlu proses, karena ini menyangkut hukum kita tidak boleh buru-buru. Yang penting sudah ada SPDP [surat pemberitahuan dimulainya penyidikan] dan sudah menyebut, SPDP itu sudah menyebut nama inisial, itu saya kira sudah jelas masyarakat ini orangnya. Bahwa kapan nanti tindakan hukum yang lebih konkret misalnya pemanggilan, penahanan, pengajuan, dan sebagainya, itu memang harus lebih hati-hati,” terang dia. Selanjutnya, terkait pendidikan di Pondok Pesantren Al Zaytun, Mahfud menyatakan bahwa pemerintah telah bertekad untuk tidak menutup lembaga pendidikan apapun. Pemerintah akan memberikan dukungan dan mengembangkan lembaga tersebut sesuai hak konstitusional. “Diberikan hak kepada murid dan wali murid, santri dan wali santri untuk tetap memilih lembaga pendidikannya, tapi materinya kita kontrol, kita awasi. Lalu soal keamanan, itu sudah ditangani oleh Gubernur Jawa Barat dan aparat vertikal,” jelasnya. (yd)
Sports
PIFA.CO.ID, SPORTS – Jelang Derby Madrid, Real Madrid tengah bersitegang dengan wasit akibat kekalahan dari Espanyol. Namun, pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone, memilih untuk tidak ambil pusing dengan isu tersebut dan hanya fokus pada pertandingan.Real Madrid baru saja mengajukan protes resmi kepada Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) terkait dugaan ketidakadilan wasit. Klub menuding wasit LaLiga terpengaruh oleh skandal Negreira, merujuk pada dugaan suap wasit oleh Barcelona. Hal ini semakin memanaskan tensi menjelang duel besar melawan Atletico.Namun, RFEF menepis tudingan tersebut dan Presiden LaLiga, Javier Tebas, justru mengecam sikap Madrid yang dianggap berlebihan dan berusaha memengaruhi jalannya kompetisi.Di sisi lain, Antoine Griezmann dari Atletico turut menyindir bahwa Madrid sedang mencoba memberi tekanan pada wasit. Meski begitu, Diego Simeone justru mengambil pendekatan berbeda. Ia enggan menanggapi kontroversi dan hanya berfokus pada persiapan timnya.“Kami hanya ingin memainkan pertandingan sebaik mungkin, mengantisipasi strategi lawan, dan menyesuaikan diri dengan permainan. Saya tidak mau ikut campur dalam drama yang ada,” ujar Simeone kepada Marca.Simeone menegaskan bahwa yang terpenting adalah kesiapan timnya menghadapi laga besar ini. “Saya hanya peduli dengan pertandingan. Apa pun yang terjadi di luar lapangan, biarkan itu menjadi urusan mereka,” tegasnya.Derby Madrid yang akan digelar Minggu (9/2/2025) diharapkan tetap berjalan seru meskipun dibayangi kontroversi terkait wasit. Atletico dan Madrid sama-sama mengincar kemenangan demi menjaga persaingan di papan atas LaLiga.