Bripda Fauzan Dua Kali Di-PTDH: Berawal dari Kasus Perkosaan, Berujung Penelantaran dan KDRT
Nasional | Sabtu, 22 November 2025
PIFA, Nasional - Anggota Polres Toraja Utara, Bripda Fauzan Nur Mukhti, kembali dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) setelah terbukti melakukan penelantaran dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya. Ironisnya, ia sebelumnya pernah di-PTDH pada 2023 dalam kasus pemerkosaan, namun lolos dari pemecatan setelah putusan banding mengubah sanksinya menjadi demosi selama 15 tahun.
Pada 2023, Bripda Fauzan diproses karena memperkosa mantan pacarnya hingga 10 kali dengan modus mengancam menyebarkan video asusila yang diam-diam direkamnya. Sidang kode etik saat itu menjatuhkan sanksi PTDH dan penempatan khusus selama 30 hari, merujuk pada Pasal 13 PP Nomor 1 Tahun 2003 dan Perpol Nomor 7 Tahun 2022.
Namun setahun kemudian, Polda Sulsel mengungkap bahwa Bripda Fauzan batal dipecat setelah putusan banding. Keputusan itu dipengaruhi oleh fakta bahwa Fauzan menikahi korban pemerkosaan tersebut. Putusan banding mengubah sanksinya menjadi demosi 15 tahun tanpa kenaikan pangkat.
Belakangan, pernikahan itu justru berujung pada laporan penelantaran dan KDRT. Pada Juli 2025, Fauzan ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat Pasal 9 ayat 1 jo Pasal 49 terkait penelantaran rumah tangga dan Pasal 5 huruf B jo Pasal 45 terkait kekerasan psikis. Ancaman hukuman masing-masing tiga tahun membuat penyidik tidak melakukan penahanan.
Penyidik mengungkap penelantaran terjadi sejak Desember 2023, tak lama setelah ia menikahi korban. Selain tidak memberi nafkah, Fauzan juga dinilai melakukan kekerasan psikis selama berbulan-bulan sebelum korban akhirnya melapor pada Juli 2024.
Kasus ini membuat Propam Polda Sulsel kembali menggelar sidang kode etik pada 19 November 2025. Berdasarkan fakta persidangan, Fauzan dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat sehingga kembali dijatuhi sanksi PTDH.
Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Zulham mengatakan pelanggaran Fauzan sangat memberatkan karena ia mengingkari janji untuk bertanggung jawab terhadap istrinya—janji yang dulu menjadi salah satu pertimbangan banding sehingga ia batal dipecat.
“Dia mengingkari isi perjanjian itu, kemudian mengulangi perbuatan dengan menelantarkan istrinya serta tidak memberikan nafkah lahir dan batin,” ujar Zulham.
Propam menyatakan terbuka jika yang bersangkutan kembali mengajukan banding, namun menegaskan bahwa fokus mereka adalah mengembalikan hak-hak masyarakat yang dirugikan oleh oknum anggota Polri.
Kasus Bripda Fauzan kini menjadi sorotan karena menunjukkan bagaimana sanksi etik yang sebelumnya diringankan justru berujung pada pelanggaran ulang yang lebih berat.




















