China Respon Keras Ancaman Trump Soal Tarif 50-100 Persen karena Beli Minyak Rusia
Internasional | Selasa, 16 September 2025
PIFA, Internasional – Pemerintah China memberikan tanggapan tegas terhadap ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengusulkan penerapan tarif sebesar 50 hingga 100 persen terhadap China. Ancaman itu muncul setelah China terus membeli minyak dari Rusia di tengah perang yang masih berlangsung di Ukraina.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyebut langkah AS sebagai bentuk pemaksaan dan intimidasi ekonomi yang merusak stabilitas perdagangan global.
"China sepenuhnya sah dan sesuai hukum untuk melakukan kerja sama ekonomi, perdagangan, dan energi dengan semua negara, termasuk Rusia. Apa yang dilakukan AS merupakan langkah unilateralisme, intimidasi, dan pemaksaan ekonomi," ujar Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (15/9).
Lin Jian menegaskan bahwa tindakan AS tersebut berpotensi mengganggu rantai pasokan global.
"Hal itu secara serius mengganggu aturan perdagangan internasional dan mengancam keamanan serta stabilitas rantai industri dan pasokan global. Fakta telah membuktikan bahwa pemaksaan dan tekanan tidak memenangkan hati dan pikiran, apalagi menyelesaikan apa pun," tegasnya.
Ancaman Tarif dari Trump
Ancaman Trump disampaikan melalui unggahan di platform Truth Social pada Sabtu (13/9). Dalam unggahan itu, Trump mengklaim telah mengirim surat kepada negara-negara NATO dan dunia, meminta agar seluruh anggota NATO berhenti membeli minyak dari Rusia dan sepakat menjatuhkan sanksi berat terhadap Moskow.
"Saya siap untuk menjatuhkan sanksi berat terhadap Rusia ketika semua negara NATO telah setuju, dan mulai melakukan hal yang sama, serta ketika semua negara NATO BERHENTI MEMBELI MINYAK DARI RUSIA," tulis Trump.
Trump juga menyebut China memiliki pengaruh besar terhadap Rusia, sehingga tarif yang tinggi dapat melemahkan hubungan kedua negara tersebut.
"China memiliki kendali yang kuat, bahkan cengkeraman, atas Rusia, dan tarif yang kuat ini akan mematahkan cengkeraman itu," kata Trump.
Dalam unggahannya, Trump juga menyebut komitmen NATO untuk menghadapi Rusia masih kurang. Ia bahkan menggambarkan pembelian minyak Rusia yang terus dilakukan oleh beberapa negara sebagai sesuatu yang “mengejutkan.”
"Ini bukan perang Trump (ini tidak akan pernah dimulai jika saya Presiden!), ini perang Biden dan Zelenskyy. Saya di sini hanya untuk membantu menghentikannya dan menyelamatkan ribuan warga Rusia dan Ukraina," tulis Trump.
Posisi China dalam Krisis Ukraina
Lin Jian menegaskan bahwa sejak awal China mengambil posisi netral dan mendorong penyelesaian krisis Ukraina melalui jalur diplomasi.
"China, sejak awal, telah memegang posisi yang objektif dan adil serta mendorong perundingan perdamaian. Dialog dan negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar yang layak," ucapnya.
China juga memperingatkan AS agar tidak menyalahgunakan sanksi sepihak maupun memperluas yurisdiksi hukumnya kepada negara lain.
"Jika hak dan kepentingan sah China dirugikan, China akan dengan tegas mengambil tindakan balasan untuk melindungi kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan kami," tegas Lin Jian.
Latar Belakang Perdagangan Minyak Rusia
Sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022, negara-negara G7 dan Uni Eropa telah memutuskan hubungan dagang serta memberlakukan batas harga untuk minyak Rusia. Uni Eropa bahkan berjanji untuk menghentikan semua impor bahan bakar fosil dari Rusia pada 2028.
Sebagai respons, Rusia meningkatkan ekspor minyaknya ke negara-negara seperti China dan India. Trump sebelumnya juga telah mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap barang-barang India karena negara tersebut tetap membeli minyak Rusia.
Dengan meningkatnya ketegangan ini, hubungan perdagangan global berpotensi mengalami guncangan besar, terutama jika AS benar-benar menerapkan tarif besar terhadap China.