Ricuh di Sidang DPR Serbia: Oposisi Lempar Granat Asap dan Gas Air Mata
PIFA.CO.ID, INTERNASIONAL - Rapat pertama sesi musim semi parlemen Serbia pada Selasa (4/3/2025) berubah menjadi chaos setelah anggota parlemen oposisi melakukan aksi ekstrem dengan menyalakan suar, melempar granat asap, dan gas air mata di dalam ruang sidang. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas terhadap gelombang protes antikorupsi yang telah mengguncang Serbia dalam beberapa bulan terakhir, menargetkan pemerintah yang dipimpin oleh koalisi Partai Progresif Serbia (SNS) dan Presiden Aleksandar Vučić.Insiden tersebut terjadi tak lama setelah koalisi SNS menyetujui agenda sidang. Sejumlah anggota parlemen oposisi segera meninggalkan kursi mereka, menyerbu meja Ketua Parlemen Ana Brnabić, dan terlibat bentrokan fisik dengan petugas keamanan. Menurut laporan The Guardian, situasi semakin memburuk ketika beberapa politikus oposisi melemparkan granat asap dan gas air mata ke tengah ruangan. Siaran langsung televisi menangkap momen dramatis saat asap hitam dan merah muda memenuhi ruang rapat, memaksa sidang terhenti sementara.Dalam pernyataannya yang disiarkan langsung, Brnabić dengan tegas mengecam aksi tersebut. “Revolusi warna kalian telah gagal, dan negara ini akan terus hidup. Negara ini akan bekerja dan terus meraih kemenangan,” katanya, merujuk pada dugaan upaya oposisi untuk menggulingkan pemerintah melalui kekacauan. Ia juga mengungkapkan dampak serius dari insiden ini: dua anggota parlemen terluka, salah satunya dilaporkan mengalami stroke dan berada dalam kondisi kritis. “Parlemen akan tetap bekerja dan terus membela Serbia,” tegas Brnabić, menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mundur di tengah tekanan.Kekacauan di parlemen ini merupakan puncak dari ketegangan politik yang telah membara di Serbia. Sejak akhir 2024, negara Balkan ini diguncang oleh protes antikorupsi yang dipelopori oleh mahasiswa dan didukung oleh kelompok oposisi. Demonstrasi ini menuntut transparansi, akuntabilitas, dan pengunduran diri pejabat yang diduga terlibat dalam praktik korupsi. Menurut BBC (5/3/2025), tekanan terhadap pemerintah Vučić semakin meningkat setelah sejumlah pejabat tinggi, termasuk Perdana Menteri Serbia pada Januari lalu, mengundurkan diri di tengah skandal yang terungkap.Presiden Aleksandar Vučić, yang telah berkuasa sejak 2012, menghadapi kritik tajam atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi sistemik di bawah pemerintahannya. Meski SNS tetap menjadi kekuatan politik dominan, popularitas Vučić mulai terkikis akibat tuduhan tersebut, yang diperkuat oleh laporan investigasi media independen seperti Balkan Insight. Protes yang awalnya damai kini semakin radikal, dengan aksi di parlemen menjadi simbol eskalasi perlawanan oposisi.Aksi di parlemen menuai kecaman dari berbagai pihak. Pemerintah Serbia menyebutnya sebagai “upaya destabilisasi negara,” sementara kelompok oposisi bersikeras bahwa ini adalah respons terhadap penutupan ruang demokrasi oleh SNS. Organisasi internasional, termasuk Uni Eropa yang telah lama memantau perkembangan demokrasi di Serbia sebagai kandidat keanggotaan, menyatakan keprihatinan atas situasi ini. Juru bicara UE menyatakan kepada Reuters (5/3/2025) bahwa “kekerasan dalam institusi demokrasi tidak dapat diterima dan harus diselidiki secara menyeluruh.”Sementara itu, kondisi dua anggota parlemen yang terluka menjadi sorotan. Rumah sakit di Belgrad melaporkan bahwa salah satu korban dalam perawatan intensif, meningkatkan ketegangan politik lebih lanjut. Di luar gedung parlemen, ratusan demonstran berkumpul pada malam harinya, menyerukan pembubaran parlemen dan pemilu baru.Analis politik menilai insiden ini dapat menjadi titik balik bagi Serbia. “Pemerintah Vučić berada di persimpangan—mereka bisa memilih represi lebih keras atau membuka dialog dengan oposisi. Namun, dengan sikap keras Brnabić dan Vučić, opsi pertama tampak lebih mungkin,” ujar Milan Jovanović, seorang pengamat politik dari Universitas Belgrad, kepada Al Jazeera (5/3/2025).
Serbia
| Rabu, 5 Maret 2025