Perwakilan PT Putera Patra Borneo, Hari Tri Widjianto saat membuat laporan ke Ombudsman Kalbar, Kamis (9/2/2023). (Foto: Dok. PIFA/Andrie P Putra))

PIFA, Lokal - Penolakan izin pendirian stasiun pengisian bahan bakar bunker (SPBB) di wilayah Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar) oleh Pertamina, dinilai tidak memiliki landasan hukum jelas.

Perwakilan PT Putera Patra Borneo, Hari Tri Widjianto mengatakan, pihaknya telah meminta legal standing penolakan tersebut, namun tidak dapat ditunjukkan. 

“Kemarin sudah kita konfirmasi, mereka menolak permohonan izin kami tidak ada dasar hukumnya. Kami minta legal standing penolakan tersebut, tidak bisa ditunjukkan, bahkan mereka mengacu ke peraturan yang lain,” kata Hari, Kamis (9/2/2023). 

Bahkan dia menduga, penolakan tersebut juga dilakukan tanpa adanya verifikasi faktual di lapangan. Termasuk mengesampingkan aspirasi masyarakat setempat dan rekomendasi Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan.

“Lalu, mengenai verifikasi, ternyata mereka tidak pernah melakukan verifikasi di lokasi tersebut. Dan kita buktikan lewat kepala desa dan masyarakat yang berada di sana,” ujar Hari.  

Menyikapi penolakan izin yang dianggap tidak wajar, pihaknya pun melaporkan Kepala Cabang Pertamina Pontianak Achmad Rifqi dan Region Manager Retail Sales Kalimantan Iqbal Dian Kurniawan ke Ombudsman Kalbar. 

“Kami melaporkan dua pejabat Pertamina, Pak Ahmad Rifqi dan Pak Iqbal Dian Kurniawan terkait proses verifikasi izin SPPB,” ungkap Hari.

Hari menceritakan, sebagai pengusaha pihaknya berkeinginan berinvestasi dengan membuka SPBB untuk menunjang kebutuhan masyarakat yang diperuntukkan kapal memuat sembako dan kapal penumpang. 

Hari mengeklaim, telah mendapat dukungan masyarakat yakni melalui surat rekomendasi kepala desa, camat dan Bupati Kubu Raya.

"Berbekal ketiga surat tersebut kami mengajukan permohonan data kapal kepada Dinas Perhubungan, yang mana data pendukung tersebut telah diberikan kepada kami tertanggal 13 oktober 2022 dengan nomor surat 551/0956/Dishub-A,” ungkap Hari.

Berbekal surat-surat rujukan dan rekomendasi, serta legalitas perusahaan, pihaknya berangkat menuju kantor pusat PT Pertamina Patra Niaga di Balikpapan dan ditemui Executive GM Regional Kalimantan, M Taufiq Setyawan.

“Semua dokumen kami diterima 14 November 2022. Kemudian tanggal 24 November 2022 melalui pesan Whatssap kami diundang bertamu di Kantor Cabang Pertamina Pontianak. Namun saat itu, kami dapat bertemu kepala cabang,” jelas Hari.

Kemudian, tanggal 25 November 2022, di Kantor Cabang Pertamina Pontianak, Hari dikenalkan langsung oleh Executive GM Regional Kalimantan, M Taufiq Setyawan kepada Achmad Rifqi. Pertemuan itu untuk berkoordinasi mengenai verifikasi pengurusan izin SPBB.

“Ketika itu semua dokumen kami telah diserahkan langsung kepada sekretaris Pak Achmad Rifqi. Bahkan kami sangat dibantu dengan respons yang baik,” cerita Hari.

Setelah beberapa waktu, lanjut Hari, pihaknya mulai menanyakan perkembangan proses perizinan. Yakni pada 6 Desember 2022 dan 14 Desember 2022. Namun dijawab sedang dalam proses evaluasi. 

Lalu pada tanggal 3 januari 2023 melalui pertemuan, Achmad Rifqi menyampaikan bahwa sangat sulit untuk mengurus perizinan SPBB, dan ditawarkan izin perusahaan SPBB milik kenalannya. 

“Karena menurut Pak Achmad Rifqi, lebih mudah membeli izin dari pada mengurus perizinan baru. Dan pada 4 Januari 2023 dikirimkan nomor pemilik kontak SPBB tersebut,” kata Hari. 

Kemudian, pada 11 Januari 2023 pihaknya mengkontak dan sudah dikonfirmasikan pada tanggal 12 Januari 2023 tidak terjadi kecocokan, pihak Hari dan pihak penjual tidak terjadi transaksi jual beli izin SPBB. 

Tak lama dari waktu tersebut, tepatnya 23 januari 2023, PT Pertamina Patra Niaga mengirimkan kami surat penolakan resmi bahwa tidak bisa memproses izin dengan alasan tidak memenuhi syarat. 

“Setelah kita baca, ternyata surat tersebut tertanggal 16 Januari 2023, lalu kami menanyakan perihal surat penolakan tersebut Pak Achmad Rifqi untuk meminta aturan jelas tentang tata cara verifikasi dan verifikasi perizinan SPBB yang kami ajukan dan atas dasar apa acuan yang digunakan,” ujar Hari. 

Hari menilai, alasan penolakan dibuat hanya berdasarkan asumsi. Salah satunya bahwa terindikasi melakukan penyelewengan BBM tersebut apabila pihaknya diberikan izin dan banyak alasan yang tidak ada dasar hukum atau acuan satupun, yang dilandasi dengan ditunjukan peraturan atau legal standing untuk tidak bisa memprosen izin, semua yang dikatakan hanya asumsi semata.

“Seolah-olah aturannya sudah baku padahal hanya asumsi dan pendapat tanpa disertakan aturan yang tertulis dengan jelas,” ucap Hari.

Sementara itu, Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsnan Kalbar, Muhammad Ridha mengatakan, telah menerima pengaduan dari PT Putra Patra Borneo terkait penolakan izin SPBB oleh Pertamina Regional Kalimantan. 

“Saat ini masih proses verifikasi. Hasilnya akan kami sampaikan apakah laporan yang disampaikan oleh PT Patra Borneo ini merupakan kewenangan ombodsman. Kalau memang kewenangan Ombudsman akan kita tindak lanjuti,” kata Ridha. 

Ridha menjelaskan, pada intinya PT Putra Patra Borneo merasa keberatan atas adanya penolakan pengajuan permohonan pendirian SPBB di Desa Olak-olak Kubu. Tapi masih perlu dipelajari dan di  verifikasi lebih dahulu secara formil dan materiil. 

“Kalau memang kewenangan Ombudsman, tentunya akan kami tindaklanjuti. Akan kita konfirmasi ke pihak yang diadukan. Proses verifikasi sesuai peraturan Ombudsman Nomor 224 Tahun 2021, itu 15 hari kerja. Tapi biasanya di bawah itu. Dan nanti akan kita sampaikan ke pelapor jika memang laporan ini ditrima atau tidak,” tutup Ridha. 

Sementara itu sebelumnya, Area Manager Comm, Rel & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra, mengatakan bahwa pengajuan lembaga penyalur SPBB tersebut dinyatakan tidak layak dikarenakan beberapa hal.

Pertama, saat ini di wilayah Kecamatan Kubu telah terdapat lembaga penyalur yang masih proses pendirian (namun perizinan sudah lengkap) dan sesuai dengan program Pemerintah yaitu SPBU 3T (bukan SPBB).

Kedua, SPBB jika didirikan di wilayah kecamatan Kubu berpotensi terjadi penyelewengan BBM subsidi mengingat mayoritas di sekitar SPBB merupakan perkebunan sawit yang tidak diperbolehkan membeli BBM subsidi.

“Sebagai lembaga penyalur resmi yang ditunjuk pemerintah, Pertamina memiliki tanggung jawab terhadap penyaluran BBM subsidi tepat sasaran di bawah pengawasan pemerintah melalui Kementerian ESDM, BPH migas, dinas terkait, masyarakat, media dan seluruh elemen masyarakat,” kata Arya.

Arya juga menerangkan, alasan lainnya yakni keekonomian. Secara hitung-hitungan bisnis, pendirian SPBB di wilayah tersebut tidak layak, baik finansial maupun pelayanan ke masyarakat.

“Jadi, bukan kami mempersulit izin tapi secara resmi sudah dinyatakan tidak layak. Kepada pengusaha sudah pula dikirim surat pemberitahuan,” ucapnya.

Terkait tudingan adanya tawaran dari Kepala PT Pertamina, Kantor Cabang Pontianak kepada investor supaya membeli izin SPBB lain, Arya mengatakan sebenarnya SPBB itu model bisnis lama. Pihaknya tidak lagi merekomendasikan untuk pembangunannya karena sekarang sudah ada SPBU 3T.

“Maksud kepala cabang itu adalah jika si pengusaha tetap maunya bikin SPBB ya silakan cari SPBB yang sudah ada untuk diakuisisi. Karena memang secara bisnis Pertamina tidak lagi merekomendasikan SPBB,” pungkas Arya. (ap)

PIFA, Lokal - Penolakan izin pendirian stasiun pengisian bahan bakar bunker (SPBB) di wilayah Desa Kubu, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar) oleh Pertamina, dinilai tidak memiliki landasan hukum jelas.

Perwakilan PT Putera Patra Borneo, Hari Tri Widjianto mengatakan, pihaknya telah meminta legal standing penolakan tersebut, namun tidak dapat ditunjukkan. 

“Kemarin sudah kita konfirmasi, mereka menolak permohonan izin kami tidak ada dasar hukumnya. Kami minta legal standing penolakan tersebut, tidak bisa ditunjukkan, bahkan mereka mengacu ke peraturan yang lain,” kata Hari, Kamis (9/2/2023). 

Bahkan dia menduga, penolakan tersebut juga dilakukan tanpa adanya verifikasi faktual di lapangan. Termasuk mengesampingkan aspirasi masyarakat setempat dan rekomendasi Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan.

“Lalu, mengenai verifikasi, ternyata mereka tidak pernah melakukan verifikasi di lokasi tersebut. Dan kita buktikan lewat kepala desa dan masyarakat yang berada di sana,” ujar Hari.  

Menyikapi penolakan izin yang dianggap tidak wajar, pihaknya pun melaporkan Kepala Cabang Pertamina Pontianak Achmad Rifqi dan Region Manager Retail Sales Kalimantan Iqbal Dian Kurniawan ke Ombudsman Kalbar. 

“Kami melaporkan dua pejabat Pertamina, Pak Ahmad Rifqi dan Pak Iqbal Dian Kurniawan terkait proses verifikasi izin SPPB,” ungkap Hari.

Hari menceritakan, sebagai pengusaha pihaknya berkeinginan berinvestasi dengan membuka SPBB untuk menunjang kebutuhan masyarakat yang diperuntukkan kapal memuat sembako dan kapal penumpang. 

Hari mengeklaim, telah mendapat dukungan masyarakat yakni melalui surat rekomendasi kepala desa, camat dan Bupati Kubu Raya.

"Berbekal ketiga surat tersebut kami mengajukan permohonan data kapal kepada Dinas Perhubungan, yang mana data pendukung tersebut telah diberikan kepada kami tertanggal 13 oktober 2022 dengan nomor surat 551/0956/Dishub-A,” ungkap Hari.

Berbekal surat-surat rujukan dan rekomendasi, serta legalitas perusahaan, pihaknya berangkat menuju kantor pusat PT Pertamina Patra Niaga di Balikpapan dan ditemui Executive GM Regional Kalimantan, M Taufiq Setyawan.

“Semua dokumen kami diterima 14 November 2022. Kemudian tanggal 24 November 2022 melalui pesan Whatssap kami diundang bertamu di Kantor Cabang Pertamina Pontianak. Namun saat itu, kami dapat bertemu kepala cabang,” jelas Hari.

Kemudian, tanggal 25 November 2022, di Kantor Cabang Pertamina Pontianak, Hari dikenalkan langsung oleh Executive GM Regional Kalimantan, M Taufiq Setyawan kepada Achmad Rifqi. Pertemuan itu untuk berkoordinasi mengenai verifikasi pengurusan izin SPBB.

“Ketika itu semua dokumen kami telah diserahkan langsung kepada sekretaris Pak Achmad Rifqi. Bahkan kami sangat dibantu dengan respons yang baik,” cerita Hari.

Setelah beberapa waktu, lanjut Hari, pihaknya mulai menanyakan perkembangan proses perizinan. Yakni pada 6 Desember 2022 dan 14 Desember 2022. Namun dijawab sedang dalam proses evaluasi. 

Lalu pada tanggal 3 januari 2023 melalui pertemuan, Achmad Rifqi menyampaikan bahwa sangat sulit untuk mengurus perizinan SPBB, dan ditawarkan izin perusahaan SPBB milik kenalannya. 

“Karena menurut Pak Achmad Rifqi, lebih mudah membeli izin dari pada mengurus perizinan baru. Dan pada 4 Januari 2023 dikirimkan nomor pemilik kontak SPBB tersebut,” kata Hari. 

Kemudian, pada 11 Januari 2023 pihaknya mengkontak dan sudah dikonfirmasikan pada tanggal 12 Januari 2023 tidak terjadi kecocokan, pihak Hari dan pihak penjual tidak terjadi transaksi jual beli izin SPBB. 

Tak lama dari waktu tersebut, tepatnya 23 januari 2023, PT Pertamina Patra Niaga mengirimkan kami surat penolakan resmi bahwa tidak bisa memproses izin dengan alasan tidak memenuhi syarat. 

“Setelah kita baca, ternyata surat tersebut tertanggal 16 Januari 2023, lalu kami menanyakan perihal surat penolakan tersebut Pak Achmad Rifqi untuk meminta aturan jelas tentang tata cara verifikasi dan verifikasi perizinan SPBB yang kami ajukan dan atas dasar apa acuan yang digunakan,” ujar Hari. 

Hari menilai, alasan penolakan dibuat hanya berdasarkan asumsi. Salah satunya bahwa terindikasi melakukan penyelewengan BBM tersebut apabila pihaknya diberikan izin dan banyak alasan yang tidak ada dasar hukum atau acuan satupun, yang dilandasi dengan ditunjukan peraturan atau legal standing untuk tidak bisa memprosen izin, semua yang dikatakan hanya asumsi semata.

“Seolah-olah aturannya sudah baku padahal hanya asumsi dan pendapat tanpa disertakan aturan yang tertulis dengan jelas,” ucap Hari.

Sementara itu, Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsnan Kalbar, Muhammad Ridha mengatakan, telah menerima pengaduan dari PT Putra Patra Borneo terkait penolakan izin SPBB oleh Pertamina Regional Kalimantan. 

“Saat ini masih proses verifikasi. Hasilnya akan kami sampaikan apakah laporan yang disampaikan oleh PT Patra Borneo ini merupakan kewenangan ombodsman. Kalau memang kewenangan Ombudsman akan kita tindak lanjuti,” kata Ridha. 

Ridha menjelaskan, pada intinya PT Putra Patra Borneo merasa keberatan atas adanya penolakan pengajuan permohonan pendirian SPBB di Desa Olak-olak Kubu. Tapi masih perlu dipelajari dan di  verifikasi lebih dahulu secara formil dan materiil. 

“Kalau memang kewenangan Ombudsman, tentunya akan kami tindaklanjuti. Akan kita konfirmasi ke pihak yang diadukan. Proses verifikasi sesuai peraturan Ombudsman Nomor 224 Tahun 2021, itu 15 hari kerja. Tapi biasanya di bawah itu. Dan nanti akan kita sampaikan ke pelapor jika memang laporan ini ditrima atau tidak,” tutup Ridha. 

Sementara itu sebelumnya, Area Manager Comm, Rel & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Arya Yusa Dwicandra, mengatakan bahwa pengajuan lembaga penyalur SPBB tersebut dinyatakan tidak layak dikarenakan beberapa hal.

Pertama, saat ini di wilayah Kecamatan Kubu telah terdapat lembaga penyalur yang masih proses pendirian (namun perizinan sudah lengkap) dan sesuai dengan program Pemerintah yaitu SPBU 3T (bukan SPBB).

Kedua, SPBB jika didirikan di wilayah kecamatan Kubu berpotensi terjadi penyelewengan BBM subsidi mengingat mayoritas di sekitar SPBB merupakan perkebunan sawit yang tidak diperbolehkan membeli BBM subsidi.

“Sebagai lembaga penyalur resmi yang ditunjuk pemerintah, Pertamina memiliki tanggung jawab terhadap penyaluran BBM subsidi tepat sasaran di bawah pengawasan pemerintah melalui Kementerian ESDM, BPH migas, dinas terkait, masyarakat, media dan seluruh elemen masyarakat,” kata Arya.

Arya juga menerangkan, alasan lainnya yakni keekonomian. Secara hitung-hitungan bisnis, pendirian SPBB di wilayah tersebut tidak layak, baik finansial maupun pelayanan ke masyarakat.

“Jadi, bukan kami mempersulit izin tapi secara resmi sudah dinyatakan tidak layak. Kepada pengusaha sudah pula dikirim surat pemberitahuan,” ucapnya.

Terkait tudingan adanya tawaran dari Kepala PT Pertamina, Kantor Cabang Pontianak kepada investor supaya membeli izin SPBB lain, Arya mengatakan sebenarnya SPBB itu model bisnis lama. Pihaknya tidak lagi merekomendasikan untuk pembangunannya karena sekarang sudah ada SPBU 3T.

“Maksud kepala cabang itu adalah jika si pengusaha tetap maunya bikin SPBB ya silakan cari SPBB yang sudah ada untuk diakuisisi. Karena memang secara bisnis Pertamina tidak lagi merekomendasikan SPBB,” pungkas Arya. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar