Fenomena Aphelion 2025: Ketika Bumi Berada di Titik Terjauhnya dari Matahari
Lifestyle | Selasa, 8 Juli 2025
PIFA, Lifestyle – Setiap tahun, Bumi mengalami fase unik dalam orbitnya mengelilingi Matahari yang dikenal dengan istilah Aphelion—saat di mana jaraknya dari Matahari mencapai titik paling jauh. Pada tahun 2025, fenomena ini terjadi pada 4 Juli pukul 02.54 WIB, dengan dampak yang diperkirakan masih dapat dirasakan hingga Agustus.
Pada momen Aphelion 2025 ini, jarak antara Bumi dan Matahari mencapai sekitar 152.087.738 kilometer, lebih jauh sekitar 2,4 juta kilometer dari jarak rata-rata yaitu 149,6 juta kilometer.
Fenomena yang Tak Terlihat Namun Berdampak
Berbeda dengan gerhana atau hujan meteor yang bisa diamati secara langsung, Aphelion adalah fenomena astronomis yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Peristiwa ini hanya bisa dihitung dan dipastikan melalui perhitungan orbit dan data astronomi.
Namun demikian, ada beberapa ciri khas yang menandai terjadinya Aphelion:
Peristiwa Tahunan: Aphelion terjadi satu kali setiap tahun, umumnya pada awal Juli.
Ukuran Matahari Terlihat Lebih Kecil: Karena posisi Bumi yang lebih jauh, ukuran tampak Matahari dari Bumi sedikit menyusut, meski perbedaannya nyaris tak terlihat tanpa alat bantu.
Intensitas Cahaya Menurun: Pancaran sinar Matahari ke Bumi turun sekitar 7 persen dibanding saat Perihelion (jarak terdekat Bumi dengan Matahari), tetapi penurunan ini tidak signifikan memengaruhi suhu secara global.
Apakah Aphelion Sebabkan Cuaca Dingin di Indonesia?
Di Indonesia, beberapa masyarakat kerap mengaitkan fenomena Aphelion dengan penurunan suhu udara yang biasanya terasa pada bulan Juli–Agustus, bahkan mengaitkannya dengan gangguan kesehatan seperti flu atau sesak napas. Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya tepat.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Aphelion tidak memiliki dampak langsung terhadap kondisi cuaca di Indonesia. Penurunan suhu udara yang terjadi terutama di wilayah selatan khatulistiwa, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, lebih disebabkan oleh angin muson timur.
Angin muson timur ini berasal dari Australia yang sedang mengalami musim dingin, membawa udara dingin dan kering ke wilayah Indonesia. Inilah yang membuat suhu udara terasa lebih sejuk, terutama pada malam hingga pagi hari.
BMKG juga menegaskan bahwa Aphelion bukan penyebab cuaca ekstrem, perubahan iklim mendadak, atau gejala penyakit tertentu. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap fenomena ini.
Aphelion: Momen Belajar Tentang Dinamika Tata Surya
Lebih dari sekadar jarak Bumi dengan Matahari, Aphelion menjadi peluang edukatif untuk lebih memahami dinamika orbit planet dan keterkaitannya dengan kehidupan di Bumi. Fenomena ini membuktikan bahwa walau Bumi berada di titik terjauh dari Matahari, faktor utama yang memengaruhi musim dan suhu udara di berbagai belahan dunia lebih ditentukan oleh kemiringan sumbu rotasi Bumi, bukan oleh jarak semata.
Sebagai penutup, Aphelion adalah peristiwa alamiah yang terjadi secara rutin dan menjadi bagian dari siklus pergerakan Bumi mengelilingi Matahari. Alih-alih menimbulkan kekhawatiran, fenomena ini sebaiknya dijadikan momen untuk memperluas wawasan kita terhadap ilmu astronomi dan keterkaitannya dengan fenomena kehidupan sehari-hari.