Foto: CNN

Berita Internasional, Afganistan – PIFA, Sejumlah kelompok di Taliban di Afghanistan memiliki komoditas andalan selain opium yakni cannabis atau ganja. Kualitas ganja di Afghanistan disebut-sebut menjadi salah satu yang terbaik di dunia, terutama dalam bentuk cannabis resin (hasis).

 

Dilansir dari CNN Heroin, morfin, opium, dan ganja sebagian besar memberi penghasilan yang tak sedikit untuk Taliban dalam beberapa tahun terakhir.

 

Kantor PBB untuk Masalah Narkoba dan Kriminal (UNODC) melaporkan pada 2021, Afghanistan berada di peringkat kedua setelah Maroko untuk daerah asal peredaran cannabis ke seluruh dunia dalam rentang 2015-2019.

 

Di bawahnya ada Pakistan dan Lebanon. Peredarannya tersebar ke negara-negara Timur Tengah terutama di Semenanjung Arab, Asia Selatan, dan Asia Barat.

 

Jenis hasis dari Afghanistan juga teridentifikasi di negara-negara Asia, Eropa Timur, Eropa Barat, dan Eropa Tengah pada proses penyitaan ganja.

 

Dalam periode 2015-2019 saja, ganja hasil sitaan Iran sebagian besar berasal dari Afghanistan. Sekitar 65 persen ganja sitaan itu ditujukan ke semenanjung Arab. Sementara 15 persen ke kawasan Kaukasus, dan 20 persen untuk konsumsi lokal.

 

Meskipun pada 2019 sebanyak 21 hektar tanaman ganja sudah diberantas, namun di tahun selanjutnya tidak ada tindakan serupa.

 

Budidaya ganja di Afghanistan dipicu banyak faktor. Aturan hukum terkait tantangan, seperti ketidakstabilan politik, ketidakamanan yang disebabkan oleh kelompok pemberontak, menjadi pemicu utama.

 

Faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi keputusan petani. Karena kesempatan kerja yang langka, kurangnya pendidikan yang berkualitas dan akses yang terbatas ke pasar global.

 

Banyak faktor berbeda yang mungkin berperan dalam perubahan tahunan, termasuk kekeringan dahsyat pada tahun 2018, banjir bandang pada tahun 2019, serta situasi keamanan yang memburuk dan peningkatan ketidakstabilan pada tahun 2020.

 

Meski ada pandemi Covid-19, namun tak mempengaruhi area budidaya ganja atau tenaga kerja untuk panen. Namun, hal itu bisa diperkirakan bahwa penurunan ekonomi setelah pandemi, dikombinasikan dengan peningkatan harga pangan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam budidaya bunga opium di tahun-tahun mendatang.

 

Pada 2010 lalu, PBB melaporkan bahwa Afghanistan sudah lama menjadi produsen opium terbesar di dunia. Negara itu kini menjadi pemasok utama ganja dengan penanaman skala besar di hampir sebagian besar wilayahnya.

 

Sementara hasil panen Afghanistan per hektar sebanyak 145 kilogram. Jumlah itu, jauh lebih tinggi dari pada hasil panen di Maroko yang hanya 40 kilogram per hektar.

 

Di tahun itu, PBB menjadikan Afghanistan sebagai produsen ganja terbesar di dunia, yang diperkirakan mencapai 1.500- 3.500 ton per tahun.

 

"Laporan ini menunjukkan bahwa masalah narkoba Afghanistan bahkan lebih kompleks dari sekedar perdagangan opium," kata kepala UNODC dalam laporan tersebut, Antonio Maria Costa.

 

Pengurangan pasokan ganja di Afghanistan harus ditangani dengan lebih serius, sebagai bagian dari strategi pengendalian narkoba nasional, lanjutnya.

 

Perdagangan opium ilegal disebut memicu pemberontakan di Afghanistan. Taliban menyedot jutaan dolar dari perdagangan dengan memberlakukan pajak pada petani dan penyelundup sebagai imbalan untuk memastikan perjalanan barang aman.

 

"Seperti opium, penanaman ganja, produksi dan perdagangan dikenai pajak oleh mereka yang menguasai wilayah itu, memberikan sumber pendapatan tambahan bagi kelompok itu,"kata laporan itu.

 

Seperti halnya opium, sebagian besar penanaman ganja terjadi di selatan negara, dengan lebih dari dua pertiga (67 persen) petani ganja juga menanam opium, kata UNODC.

 

Salah satu alasan utama ganja ditanam secara luas, kata UNODC, adalah karena biaya tenaga kerja yang rendah dan laba yang tinggi.

 

Tiga kali lebih murah untuk dibudidayakan daripada bunga opium. Pendapatan bersih dari satu hektar ganja adalah US$3.341, sementara opium US$2.005.

Berita Internasional, Afganistan – PIFA, Sejumlah kelompok di Taliban di Afghanistan memiliki komoditas andalan selain opium yakni cannabis atau ganja. Kualitas ganja di Afghanistan disebut-sebut menjadi salah satu yang terbaik di dunia, terutama dalam bentuk cannabis resin (hasis).

 

Dilansir dari CNN Heroin, morfin, opium, dan ganja sebagian besar memberi penghasilan yang tak sedikit untuk Taliban dalam beberapa tahun terakhir.

 

Kantor PBB untuk Masalah Narkoba dan Kriminal (UNODC) melaporkan pada 2021, Afghanistan berada di peringkat kedua setelah Maroko untuk daerah asal peredaran cannabis ke seluruh dunia dalam rentang 2015-2019.

 

Di bawahnya ada Pakistan dan Lebanon. Peredarannya tersebar ke negara-negara Timur Tengah terutama di Semenanjung Arab, Asia Selatan, dan Asia Barat.

 

Jenis hasis dari Afghanistan juga teridentifikasi di negara-negara Asia, Eropa Timur, Eropa Barat, dan Eropa Tengah pada proses penyitaan ganja.

 

Dalam periode 2015-2019 saja, ganja hasil sitaan Iran sebagian besar berasal dari Afghanistan. Sekitar 65 persen ganja sitaan itu ditujukan ke semenanjung Arab. Sementara 15 persen ke kawasan Kaukasus, dan 20 persen untuk konsumsi lokal.

 

Meskipun pada 2019 sebanyak 21 hektar tanaman ganja sudah diberantas, namun di tahun selanjutnya tidak ada tindakan serupa.

 

Budidaya ganja di Afghanistan dipicu banyak faktor. Aturan hukum terkait tantangan, seperti ketidakstabilan politik, ketidakamanan yang disebabkan oleh kelompok pemberontak, menjadi pemicu utama.

 

Faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi keputusan petani. Karena kesempatan kerja yang langka, kurangnya pendidikan yang berkualitas dan akses yang terbatas ke pasar global.

 

Banyak faktor berbeda yang mungkin berperan dalam perubahan tahunan, termasuk kekeringan dahsyat pada tahun 2018, banjir bandang pada tahun 2019, serta situasi keamanan yang memburuk dan peningkatan ketidakstabilan pada tahun 2020.

 

Meski ada pandemi Covid-19, namun tak mempengaruhi area budidaya ganja atau tenaga kerja untuk panen. Namun, hal itu bisa diperkirakan bahwa penurunan ekonomi setelah pandemi, dikombinasikan dengan peningkatan harga pangan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam budidaya bunga opium di tahun-tahun mendatang.

 

Pada 2010 lalu, PBB melaporkan bahwa Afghanistan sudah lama menjadi produsen opium terbesar di dunia. Negara itu kini menjadi pemasok utama ganja dengan penanaman skala besar di hampir sebagian besar wilayahnya.

 

Sementara hasil panen Afghanistan per hektar sebanyak 145 kilogram. Jumlah itu, jauh lebih tinggi dari pada hasil panen di Maroko yang hanya 40 kilogram per hektar.

 

Di tahun itu, PBB menjadikan Afghanistan sebagai produsen ganja terbesar di dunia, yang diperkirakan mencapai 1.500- 3.500 ton per tahun.

 

"Laporan ini menunjukkan bahwa masalah narkoba Afghanistan bahkan lebih kompleks dari sekedar perdagangan opium," kata kepala UNODC dalam laporan tersebut, Antonio Maria Costa.

 

Pengurangan pasokan ganja di Afghanistan harus ditangani dengan lebih serius, sebagai bagian dari strategi pengendalian narkoba nasional, lanjutnya.

 

Perdagangan opium ilegal disebut memicu pemberontakan di Afghanistan. Taliban menyedot jutaan dolar dari perdagangan dengan memberlakukan pajak pada petani dan penyelundup sebagai imbalan untuk memastikan perjalanan barang aman.

 

"Seperti opium, penanaman ganja, produksi dan perdagangan dikenai pajak oleh mereka yang menguasai wilayah itu, memberikan sumber pendapatan tambahan bagi kelompok itu,"kata laporan itu.

 

Seperti halnya opium, sebagian besar penanaman ganja terjadi di selatan negara, dengan lebih dari dua pertiga (67 persen) petani ganja juga menanam opium, kata UNODC.

 

Salah satu alasan utama ganja ditanam secara luas, kata UNODC, adalah karena biaya tenaga kerja yang rendah dan laba yang tinggi.

 

Tiga kali lebih murah untuk dibudidayakan daripada bunga opium. Pendapatan bersih dari satu hektar ganja adalah US$3.341, sementara opium US$2.005.

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya