ME saat dipulangkan ke keluarganya. (Dok. KJRI Kuching)

PIFA, Lokal - Sempat hilang kabar sejak 2015, pekerja migran asal Kabupaten Sambas berinisial ME (39) yang bekerja di Malaysia, kini akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya.

ME berhasil ditemukan setelah orang tuanya membuat laporan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Malaysia.

Orang tua korban, Riduan mengatakan, ME menghilang bermula saat didatangi seorang calo dan menawarkan bekerja di Malaysia dengan iming-ming gaji tinggi. 

Tanpa pikir panjang, ME ikut, meski tanpa dokumen lengkap. Ternyata, di Malaysia, ME bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang samseng (preman) yang ditakuti.

Menurut Riduan, awalnya keluarga tak curiga. Baru tahu, ketika si calo yang membawa korban ke Malaysia datang dengan membawa handphone korban.

“Belakangan ternyata anak saya tidak boleh keluar rumah saat kerja. Bahkan kerap diperlakukan kasar dan mengalami trauma,” ungkapnya.

Sementara itu, Humas Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalbar, Andi Kusuma Irfandi mengatakan, proses pemulangan mulai dilakukan saat orang tua korban, Riduan membuat pengaduan ke KJRI Kuching pada 18 Oktober 2022. 

Laporan ini kemudian diteruskan ke Kepolisian Malaysia untuk penyelidikan terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Tak berselang lama, korban ditemukan dan kemudian jadi saksi di pengadilan dalam kasus TPPO,” terangnya. 

Menurut Andi, dalam persidangan, korban juga diputuskan melanggar Undang-undang Keimigrasian Malaysia karena tidak memiliki dokumen paspor, izin tinggal dan izin bekerja.

“Setelah proses persidangan dilalui, pihak Malaysia mengizinkan korban kembali ke Indonesia,” pungkas Andi. (ap)

PIFA, Lokal - Sempat hilang kabar sejak 2015, pekerja migran asal Kabupaten Sambas berinisial ME (39) yang bekerja di Malaysia, kini akhirnya bisa kembali ke kampung halamannya.

ME berhasil ditemukan setelah orang tuanya membuat laporan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching, Malaysia.

Orang tua korban, Riduan mengatakan, ME menghilang bermula saat didatangi seorang calo dan menawarkan bekerja di Malaysia dengan iming-ming gaji tinggi. 

Tanpa pikir panjang, ME ikut, meski tanpa dokumen lengkap. Ternyata, di Malaysia, ME bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah seorang samseng (preman) yang ditakuti.

Menurut Riduan, awalnya keluarga tak curiga. Baru tahu, ketika si calo yang membawa korban ke Malaysia datang dengan membawa handphone korban.

“Belakangan ternyata anak saya tidak boleh keluar rumah saat kerja. Bahkan kerap diperlakukan kasar dan mengalami trauma,” ungkapnya.

Sementara itu, Humas Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kalbar, Andi Kusuma Irfandi mengatakan, proses pemulangan mulai dilakukan saat orang tua korban, Riduan membuat pengaduan ke KJRI Kuching pada 18 Oktober 2022. 

Laporan ini kemudian diteruskan ke Kepolisian Malaysia untuk penyelidikan terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Tak berselang lama, korban ditemukan dan kemudian jadi saksi di pengadilan dalam kasus TPPO,” terangnya. 

Menurut Andi, dalam persidangan, korban juga diputuskan melanggar Undang-undang Keimigrasian Malaysia karena tidak memiliki dokumen paspor, izin tinggal dan izin bekerja.

“Setelah proses persidangan dilalui, pihak Malaysia mengizinkan korban kembali ke Indonesia,” pungkas Andi. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar