Kapolri Siap Tertibkan Ruang Digital Usai 110 Anak Teridentifikasi Rencanakan Aksi Teror
Nasional | Jumat, 21 November 2025
PIFA, Nasional - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri akan memperketat pengawasan dan penertiban ruang digital setelah terungkap adanya 110 anak yang diduga merencanakan aksi teror sepanjang 2025. Ia khawatir perkembangan teknologi dimanfaatkan kelompok terorisme untuk menyasar generasi muda.
Sigit menekankan bahwa penertiban ruang digital bukan bertujuan membungkam masyarakat, melainkan untuk memberikan edukasi dan perlindungan. “Ada hal-hal yang harus kita tertibkan dalam penggunaan teknologi informasi, yang tentunya tidak dalam rangka pembungkaman, tapi memberikan edukasi yang lebih baik,” ujarnya di Mapolda DIY, Sleman, Jumat (20/11).
Ia menjelaskan bahwa perekrutan dan proses radikalisasi anak-anak melalui media sosial, gim daring, dan ruang digital lainnya kini menjadi tren baru. Temuan tersebut diperoleh dari pendalaman Polri pada sejumlah komunitas hobi yang ternyata menjadi pintu masuk paparan ideologi ekstrem. “Awalnya mereka memiliki hobi. Dari hobi tersebut, ternyata ada potensi-potensi terpapar karena jenis permainan di game online,” ungkap Sigit.
Kapolri memastikan jajarannya terus mendalami fenomena ini dan mengajak masyarakat serta para pemangku kepentingan aktif melakukan pencegahan, terutama dari lingkungan keluarga. “Jangan sampai menjadi satu pemahaman yang diikuti sehingga mengancam keselamatan masyarakat dan jiwa orang lain,” ujarnya.
Sebelumnya, Densus 88 melalui juru bicara AKBP Mayndra Eka Wardhana mengungkap bahwa 110 anak berusia 10–18 tahun di 23 provinsi telah teridentifikasi merencanakan aksi teror. Jumlah ini meningkat tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya, di mana sepanjang 2011–2017 hanya 17 anak yang diamankan terkait kasus serupa. Proses rekrutmen masif melalui media sosial hingga gim daring disebut menjadi penyebab utama lonjakan tersebut.
Densus 88 juga telah menangkap lima orang yang berperan sebagai perekrut anak-anak dan pelajar untuk masuk ke jaringan terorisme. Para pelaku memanfaatkan berbagai platform digital, mulai dari media sosial, aplikasi pesan, game online, hingga situs tertutup.




















