Ilustrasi gagal ginjal akut. (Foto: Dok. PIFA/Freepik user15327819)

Berita Nasional, PIFA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali menyampaikan perkembangan penanganan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGA) pada Anak di Indonesia. Kemenkes melaporkan, hingga Rabu (26/10) ada 18 kasus GGA, angka ini menurun dari sebelumnya.

Per 26 Oktober, total kasus gagal ginjal akut di Indonesia sebanyak 269 kasus. Menurut Juru Bicara Kementerian dr. Mohammad Syahril, 18 kasus yang dilaporkan kemarin bukanlah kasus baru, tapi akumulasi dari kasus sebelumnya yang baru dilaporkan ke Kemenkes.

''Dari 18 kasus ini hanya 3 yang merupakan kasus baru. Saya ulangi hanya 3 kasus baru  sedangkan sisanya adalah kasus lama di September dan awal Oktober yang baru dilaporkan,'' ujar Jubir Syahril, dikutip dari laman Kemenkes (28/10).

Dokter Syahril menjelaskan kasus tersebut terjadi setelah SE Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan per tanggal 18 Oktober 2022 yang meminta fasyankes tidak memberikan obat dalam bentuk cairan/sirup. Setelah tanggal 18 Oktober, hanya ada 3 kasus baru GGA pada anak.

''Kami tegaskan setelah tanggal 18 Oktober hanya ada ada 3 kasus baru. Ketiganya saat ini sedang menjalani perawatan,'' tegas dr. Syahril.

Dia mengatakan kecenderungan tak adanya penambahan kasus yang tinggi merupakan dampak dari kebijakan penghentian sementara penggunaan obat sirup pada anak. Meskipun terkendali, Jubir Syahril menegaskan bahwa pemerintah masih terus memantau perkembangan kasus GGA terutama di 5 provinsi dengan jumlah kasus tertinggi yakni DKI Jakarta, Aceh, Bali, Banten dan Jawa Barat.

Kebijakan antisipatif juga masih dan terus dilaksanakan Kemenkes untuk menekan angka kesakitan dan angka Kematian akibat GGA. Sementra dari sisi tracing, sejak Agustus lalu Kemenkes bersama seluruh dinkes dan RS melakukan kegiatan surveilans untuk mendata semua prov/kab/kota yang melaporkan kasus GGA untuk mempercepat penanganan ini.

Kegiatan surveilans itu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan laboratorium juga pemeriksaan intoksikasi kemungkinan zat toksik, untuk mengetahui penyebab pasti kasus GGA . Kemudian dari sisi terapeutik, sebagai langkah awal Kemenkes telah mendatangkan 30 vial Antidotum Fomepizole dari Singapura yang akan datang secara bertahap.

Jubir Syahril merinci, sebanyak 20 vial sudah tiba di Indonesia pada 10 dan 18 Oktober lalu dan telah digunakan untuk pengobatan di RSCM. Hasilnya, kondisi pasien GGA mengalami perbaikan.

Sepuluh vial lagi yang dijadwalkan tiba hari, akan didistribusikan ke RS rujukan pemerintah yang merawat pasien GGA. Selain Singapura, Kemenkes juga mendatangkan 16 vial Antidotum Fomepizole dari Australia pada 22 Oktober lalu dan telah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit diantaranya RS M. Djamil Padang, RS Soetomo Surabaya, RS Adam Malik medan, dan RS Zainul Abidin Aceh.

Sebagai hasil diplomasi bilateral dengan Canada saat Pertemuan Menteri Kesehatan Negara  G20, Indonesia juga mendapatkan donasi dari Takeda berupa 200 vial Antidotum Fomepizole yang akan tiba minggu depan.

Setibanya di Indonesia, obat injeksi ini akan langsung didistribusikan ke seluruh RS pemerintah dan diberikan gratis kepada seluruh pasien.

''Obat Fomepizole sepenuhnya diberikan secara gratis kepada pasien sebagai bagian dari terapi/pengobatan,'' imbuh dr. Syahril.

Selain itu upaya antisipatif dsri pemerintah, pihaknya menghimbau masyarakat untuk tetap tenang, tidak perlu panik berlebihan. Yang terpenting, lanjutnya, masyarakat dapat berpartisipasi penuh untuk mengantisipasi GGA pada anak dengan selalu waspada dan untuk sementara waktu tidak memberikan obat dalam bentuk cair/sirup kepada anak.

Terakhir, Jubir Syahril menekankan bahwa dukungan seluruh pihak juga sangat menentukan keberhasilan penanganan GGA di Indonesia. Ia pun berharap semua pihak dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk menyelamatkan nyawa anak Indonesia yang menjadi prioritas utamanya.

"Tujuan kita adalah demi kesehatan masa depan anak anak kita,'' tutup Jubir Syahril. (yd)

Berita Nasional, PIFA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali menyampaikan perkembangan penanganan kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGA) pada Anak di Indonesia. Kemenkes melaporkan, hingga Rabu (26/10) ada 18 kasus GGA, angka ini menurun dari sebelumnya.

Per 26 Oktober, total kasus gagal ginjal akut di Indonesia sebanyak 269 kasus. Menurut Juru Bicara Kementerian dr. Mohammad Syahril, 18 kasus yang dilaporkan kemarin bukanlah kasus baru, tapi akumulasi dari kasus sebelumnya yang baru dilaporkan ke Kemenkes.

''Dari 18 kasus ini hanya 3 yang merupakan kasus baru. Saya ulangi hanya 3 kasus baru  sedangkan sisanya adalah kasus lama di September dan awal Oktober yang baru dilaporkan,'' ujar Jubir Syahril, dikutip dari laman Kemenkes (28/10).

Dokter Syahril menjelaskan kasus tersebut terjadi setelah SE Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan per tanggal 18 Oktober 2022 yang meminta fasyankes tidak memberikan obat dalam bentuk cairan/sirup. Setelah tanggal 18 Oktober, hanya ada 3 kasus baru GGA pada anak.

''Kami tegaskan setelah tanggal 18 Oktober hanya ada ada 3 kasus baru. Ketiganya saat ini sedang menjalani perawatan,'' tegas dr. Syahril.

Dia mengatakan kecenderungan tak adanya penambahan kasus yang tinggi merupakan dampak dari kebijakan penghentian sementara penggunaan obat sirup pada anak. Meskipun terkendali, Jubir Syahril menegaskan bahwa pemerintah masih terus memantau perkembangan kasus GGA terutama di 5 provinsi dengan jumlah kasus tertinggi yakni DKI Jakarta, Aceh, Bali, Banten dan Jawa Barat.

Kebijakan antisipatif juga masih dan terus dilaksanakan Kemenkes untuk menekan angka kesakitan dan angka Kematian akibat GGA. Sementra dari sisi tracing, sejak Agustus lalu Kemenkes bersama seluruh dinkes dan RS melakukan kegiatan surveilans untuk mendata semua prov/kab/kota yang melaporkan kasus GGA untuk mempercepat penanganan ini.

Kegiatan surveilans itu ditindaklanjuti dengan pemeriksaan laboratorium juga pemeriksaan intoksikasi kemungkinan zat toksik, untuk mengetahui penyebab pasti kasus GGA . Kemudian dari sisi terapeutik, sebagai langkah awal Kemenkes telah mendatangkan 30 vial Antidotum Fomepizole dari Singapura yang akan datang secara bertahap.

Jubir Syahril merinci, sebanyak 20 vial sudah tiba di Indonesia pada 10 dan 18 Oktober lalu dan telah digunakan untuk pengobatan di RSCM. Hasilnya, kondisi pasien GGA mengalami perbaikan.

Sepuluh vial lagi yang dijadwalkan tiba hari, akan didistribusikan ke RS rujukan pemerintah yang merawat pasien GGA. Selain Singapura, Kemenkes juga mendatangkan 16 vial Antidotum Fomepizole dari Australia pada 22 Oktober lalu dan telah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit diantaranya RS M. Djamil Padang, RS Soetomo Surabaya, RS Adam Malik medan, dan RS Zainul Abidin Aceh.

Sebagai hasil diplomasi bilateral dengan Canada saat Pertemuan Menteri Kesehatan Negara  G20, Indonesia juga mendapatkan donasi dari Takeda berupa 200 vial Antidotum Fomepizole yang akan tiba minggu depan.

Setibanya di Indonesia, obat injeksi ini akan langsung didistribusikan ke seluruh RS pemerintah dan diberikan gratis kepada seluruh pasien.

''Obat Fomepizole sepenuhnya diberikan secara gratis kepada pasien sebagai bagian dari terapi/pengobatan,'' imbuh dr. Syahril.

Selain itu upaya antisipatif dsri pemerintah, pihaknya menghimbau masyarakat untuk tetap tenang, tidak perlu panik berlebihan. Yang terpenting, lanjutnya, masyarakat dapat berpartisipasi penuh untuk mengantisipasi GGA pada anak dengan selalu waspada dan untuk sementara waktu tidak memberikan obat dalam bentuk cair/sirup kepada anak.

Terakhir, Jubir Syahril menekankan bahwa dukungan seluruh pihak juga sangat menentukan keberhasilan penanganan GGA di Indonesia. Ia pun berharap semua pihak dapat bersinergi dan berkolaborasi untuk menyelamatkan nyawa anak Indonesia yang menjadi prioritas utamanya.

"Tujuan kita adalah demi kesehatan masa depan anak anak kita,'' tutup Jubir Syahril. (yd)

0

0

You can share on :

0 Komentar