Kata Komnas Haji soal kenaikan biaya haji 2023, demi kemaslahatan dan keberlangsungan keuangan haji. (Foto: Dok. PIFA/Freepik zurijeta)

PIFA, Nasional - Ketua Komnas Haji dan Umrah Indonesia, Mustolih Siradj menilai bahwa usulan biaya haji yang diajukan pemerintah sebagai konsekuensi yang sulit dihindari.

"Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan, baik di tanah air maupun di Arab Saudi,” ungkapnya, menutip laman Kemenag, Jumat (20/1/2023).

Adapun kenaikan antara lain terjadi pada biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel atau pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alat kesehatan, dan sebagainya.

“Belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut," katanya.

Kenaikan tersebut diusulkan Pemerintah melalui Kemenag RI dalam rapat bersama Komisi VIII DPR mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun 2023 sebesar Rp69.193.733. Bipih adalah komponen biaya yang dibayar oleh jemaah haji.

Jumlah Bipih yang diusulkan tahun itu merupakan 70% dari total Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909. Sisanya yang 30% (Rp29.700.175) diambilkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.

Menurut analisa dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi keberlangsungan dan kesehatan keuangan.  Sebab, selama ini, komponen BPIH juga ditopang dari nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji yang terlalu besar dan cenderung tidak sehat.

Maka dari itu, harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Hak dan kepentingan jutaan jemaah haji tunggu juga harus dilindungi.

"Hasil dari penempatan maupun investasi (dana haji) juga menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shohibul maal),” terangnya.

Mustolih mengatakan, Menag Yaqut termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik.

"Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jemaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu," ujarnya.

Mustolih pun berharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-komponen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji. Dia juga berharap soal dana haji tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik, tetapi penyelengggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel (PIHK/ Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jenaah haji khusus. (yd)

PIFA, Nasional - Ketua Komnas Haji dan Umrah Indonesia, Mustolih Siradj menilai bahwa usulan biaya haji yang diajukan pemerintah sebagai konsekuensi yang sulit dihindari.

"Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan, baik di tanah air maupun di Arab Saudi,” ungkapnya, menutip laman Kemenag, Jumat (20/1/2023).

Adapun kenaikan antara lain terjadi pada biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel atau pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alat kesehatan, dan sebagainya.

“Belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut," katanya.

Kenaikan tersebut diusulkan Pemerintah melalui Kemenag RI dalam rapat bersama Komisi VIII DPR mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun 2023 sebesar Rp69.193.733. Bipih adalah komponen biaya yang dibayar oleh jemaah haji.

Jumlah Bipih yang diusulkan tahun itu merupakan 70% dari total Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909. Sisanya yang 30% (Rp29.700.175) diambilkan dari nilai manfaat pengelolaan dana haji.

Menurut analisa dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, rancangan biaya yang diusulkan Menag tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi keberlangsungan dan kesehatan keuangan.  Sebab, selama ini, komponen BPIH juga ditopang dari nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji yang terlalu besar dan cenderung tidak sehat.

Maka dari itu, harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Hak dan kepentingan jutaan jemaah haji tunggu juga harus dilindungi.

"Hasil dari penempatan maupun investasi (dana haji) juga menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shohibul maal),” terangnya.

Mustolih mengatakan, Menag Yaqut termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik.

"Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jemaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu," ujarnya.

Mustolih pun berharap usulan kenaikan biaya haji masih bisa diturunkan dengan melakukan efesiensi menyisir komponen-komponen biaya yang bisa dipangkas tanpa mengurangi dan berdampak pada kualitas pelayanan penyelenggaraan haji. Dia juga berharap soal dana haji tidak hanya biaya haji reguler saja yang disampaikan ke publik, tetapi penyelengggaraan biaya haji khusus yang dikelola travel (PIHK/ Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) juga penting untuk dipublikasikan karena ada ribuan orang menjadi calon jenaah haji khusus. (yd)

0

0

You can share on :

0 Komentar