Komdigi Kaji Aturan Influencer Wajib Sertifikasi Seperti di China
Tekno | Rabu, 5 November 2025
PIFA, Tekno - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji kebijakan baru pemerintah China yang mewajibkan para pemengaruh atau influencer memiliki sertifikasi untuk membuat konten terkait topik tertentu.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Komdigi, Bonifasius Wahyu Pudjianto, mengatakan pihaknya masih melakukan diskusi dan analisis internal terhadap kebijakan tersebut.
“Informasi ini masih baru, kami masih kaji dulu memang. Kami ada grup WA [WhatsApp], kami lagi bahas ‘Gimana ini isu ini? Ada negara udah mengeluarkan kebijakan baru nih’, ini masih kita kaji,” ujar Bonifasius di Kantor Kemkomdigi, Jakarta Pusat, Kamis (30/10), melansir Antara.
Ia menjelaskan bahwa Komdigi secara rutin memantau kebijakan digital di berbagai negara untuk menjadi bahan pembelajaran. Salah satu contohnya adalah penerbitan PP Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas), yang terinspirasi dari kebijakan Australia dalam membatasi akses media sosial bagi anak di bawah umur.
Menurut Bonifasius, kebijakan sertifikasi untuk influencer di China masih perlu dikaji lebih dalam. Pemerintah Indonesia, kata dia, ingin memastikan langkah menjaga ekosistem digital tidak justru mengekang kebebasan berekspresi masyarakat.
“Kita perlu menjaga, tapi jangan sampai terlalu mengekang. Kompetensi memang diperlukan, jangan sampai muncul tadi justru mereka yang membuat konten yang salah,” ujarnya.
Bonifasius menegaskan bahwa pemerintah belum memutuskan apakah kebijakan serupa akan diterapkan di Indonesia. Saat ini, Komdigi masih membuka ruang dialog dan menerima berbagai masukan dari publik serta pelaku industri kreatif.
“Kita harus mendengar [masukan]. Kalau perlu [diterapkan], oke, tapi gimana? Seperti apa? Kan pasti ada leveling grade-nya. Seperti apa harus kita atur? Menyasar siapa saja? Karena sekarang yang jadi konten kreator banyak banget,” tuturnya.
Sebagai informasi, pemerintah China melalui Administrasi Radio dan Televisi Negara (NRTA) bersama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata resmi memberlakukan aturan baru pada 10 Oktober 2025. Kebijakan itu mewajibkan influencer memiliki ijazah atau sertifikasi akademik sebelum membuat konten di bidang kedokteran, hukum, keuangan, pendidikan, dan kesehatan — sektor-sektor yang dianggap rentan terhadap penyebaran misinformasi.
Platform digital seperti Douyin (TikTok versi China), Bilibili, dan Weibo kini diwajibkan memverifikasi kualifikasi akademik kreator sebelum mereka diizinkan mengunggah konten profesional. Pelanggaran terhadap aturan tersebut dapat dikenai denda hingga 100.000 yuan (sekitar Rp230 juta) atau penutupan akun.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah China menjaga integritas informasi daring dan menekan penyebaran hoaks di ruang digital.




















