KPK Benarkan Khalid Basalamah Kembalikan Uang terkait Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji
Nasional | Selasa, 16 September 2025
PIFA, Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan pernyataan pendakwah sekaligus pemilik PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, terkait pengembalian uang dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengonfirmasi hal tersebut saat dimintai keterangan pada Senin (15/9).
“Benar,” kata Setyo singkat.
Namun, Setyo menegaskan jumlah dana yang dikembalikan Khalid Basalamah belum diverifikasi. “Jumlahnya masih dalam proses verifikasi oleh KPK,” ujarnya.
Kisah Khalid Basalamah: Dari Visa Furoda ke Visa Haji Khusus
Pernyataan Khalid Basalamah awalnya diungkapkan melalui kanal YouTube Kasisolusi pada 13 September 2025. Dalam video tersebut, Khalid menceritakan pengalamannya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji yang kini tengah ditangani KPK.
Ia menjelaskan bahwa pada awalnya, ia dan 122 jemaah Uhud Tour sudah membayar biaya untuk visa haji furoda, termasuk penginapan dan transportasi di Arab Saudi. Namun, kemudian Sekretaris Jenderal Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji), Luthfi Abdul Jabbar, dihubungi oleh Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata, Ibnu Mas’ud.
Pertemuan antara pihak Mutiara Haji dan Ibnu Mas’ud pun berlangsung. Dalam pertemuan itu, Ibnu menawarkan visa haji khusus yang disebut-sebut merupakan bagian dari 20.000 kuota tambahan resmi dari Pemerintah Arab Saudi. Awalnya, Khalid tidak tertarik dengan penawaran tersebut.
Namun, ketika ditawarkan fasilitas maktab VIP yang dekat dengan jamarat, Khalid mengaku tergiur.
“Ini akhirnya menarik nih. Oh kami bisa masuk sini nih. Selain visanya resmi, kami juga bisa dapat maktab VIP,” ujarnya.
Khalid menjelaskan bahwa setiap jemaah diminta membayar 4.500 dolar AS untuk mendapatkan visa haji khusus tersebut.
Tambahan Biaya dan Ancaman Tidak Diurus
Masalah mulai muncul ketika 37 dari 122 jemaah belum diproses visanya oleh Ibnu Mas’ud. Khalid menyebut bahwa Ibnu meminta tambahan 1.000 dolar AS per jemaah, yang belakangan disebut sebagai biaya jasa.
“Terus saya bilang, kenapa tiba-tiba antum minta jasa? Dia bilang, antum ini kayak orang enggak ngerti,” kata Khalid, menirukan ucapan Ibnu.
Menurut Khalid, Ibnu bahkan marah-marah dan mengancam tidak akan mengurus visa jemaahnya jika biaya tambahan tersebut tidak dibayarkan.
“Pokoknya jemaah Uhud sudah tidak boleh diurus, kecuali mungkin kalau kami bayar itu. Ya sudah kami bayar, karena kami enggak mungkin mundur,” jelas Khalid.
Setelah ibadah haji selesai, Khalid mengaku bahwa Ibnu Mas’ud mengembalikan 4.500 dolar AS yang sebelumnya dibayarkan tiap jemaah. Namun, kemudian KPK meminta agar dana tersebut diserahkan kembali kepada negara.
“Waktu KPK undang kami, kami datang. KPK pun meminta uang itu dikembalikan, kami kembalikan. Kami sudah ikuti semua prosedur,” kata Khalid.
KPK Dalami Dugaan Korupsi Kuota Haji
KPK resmi mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Hasil penyelidikan awal menemukan adanya indikasi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. KPK juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut, sebagai bagian dari proses penyidikan.
Selain itu, KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung total kerugian negara dalam kasus ini.
Sorotan DPR: Pembagian Kuota Diduga Langgar UU
Kasus ini juga menjadi perhatian Pansus Angket Haji DPR RI yang menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan haji 2024. Salah satu yang paling disorot adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama saat itu membagi kuota tambahan secara 50:50, yaitu 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur bahwa kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk haji reguler.
Temuan ini memperkuat dugaan adanya penyimpangan dalam pengelolaan kuota, yang kini tengah ditelusuri KPK dan DPR.
Kasus ini diperkirakan akan terus bergulir, mengingat banyak pihak yang terlibat, mulai dari biro perjalanan, pejabat Kemenag, hingga pihak swasta yang diduga ikut mengatur distribusi kuota haji.