KPK Buka Peluang Panggil Cak Imin dan Hanif Dhakiri Terkait Kasus Pemerasan RPTKA
Nasional | Rabu, 16 Juli 2025
PIFA, Nasional - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih membuka peluang untuk memanggil dua mantan Menteri Ketenagakerjaan, yakni Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan Hanif Dhakiri, guna dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, setelah lembaganya memeriksa dua mantan staf khusus Menaker era Hanif Dhakiri, yakni Maria Magdalena dan Nur Nadlifah, pada Selasa (15/7) kemarin.
"Semua terbuka kemungkinan karena penyidik tentu masih melakukan penyidikan, baik dari beberapa praktik dugaan pemerasan yang terjadi pada era saat ini, yang kemudian membuka peluang bagi penyidik untuk melihat apakah praktik-praktik pemerasan juga terjadi pada era-era sebelumnya. Tentu hal itu sangat terbuka," ujar Budi saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (16/7).
Budi menegaskan bahwa penyidikan yang tengah dilakukan tidak hanya berfokus pada periode terakhir saja, namun juga menelusuri kemungkinan praktik serupa terjadi pada masa kepemimpinan Menaker sebelumnya, termasuk era Cak Imin (2009–2014) dan Hanif Dhakiri (2014–2019).
Pemerasan RPTKA Seret ASN Kemenaker
Kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA pertama kali diungkap KPK pada 5 Juni 2025, dengan menetapkan delapan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker sebagai tersangka. Mereka adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, dalam kurun waktu 2019–2024, para tersangka diduga berhasil mengumpulkan dana sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan kepada pihak-pihak yang mengurus perizinan penggunaan TKA.
"Para tersangka memanfaatkan posisi mereka untuk menekan pemohon RPTKA. Jika izin tidak segera diterbitkan, maka TKA akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Hal inilah yang membuat para pemohon merasa terpaksa memberikan uang," jelas Budi.
RPTKA, Izin Penting bagi TKA
RPTKA adalah dokumen penting yang menjadi syarat bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja secara sah di Indonesia. Tanpa RPTKA, maka proses penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat.
Berdasarkan penyelidikan KPK, praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA ini diduga tidak hanya terjadi dalam satu periode pemerintahan. Dugaan praktik serupa disebut telah berlangsung sejak masa jabatan Menaker Cak Imin, dilanjutkan pada masa Hanif Dhakiri, dan berlanjut hingga era Ida Fauziyah (2019–2024).
Sita Aset dan Penelusuran Lebih Lanjut
Dalam proses penyidikan, KPK juga telah menyita setidaknya 10 aset senilai Rp6,5 miliar yang diduga berkaitan dengan praktik pemerasan tersebut. Lembaga antirasuah itu menyatakan masih terus menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak lainnya.
Pemeriksaan terhadap berbagai saksi, termasuk mantan pejabat dan staf Kemenaker dari berbagai periode, dilakukan untuk memperkuat bukti serta membuka kemungkinan keterlibatan aktor lain di luar ASN yang telah ditetapkan sebagai tersangka.