Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KKPI) Kalbar, Angeline Fremalco. (Dok. Angeline Fremalco)

PIFA, Lokal - Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Angeline Fremalco mengkritisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten dan Kota yang ditetapkan pada 17 April 2023. Dia mendesak KPU segera merevisi aturan itu lantaran dianggap mencederai hak perempuan dalam politik dan berpotensi menjadikan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen.

“PKPU Nomor 10 tahun 2023 ini semakin mematikan upaya-upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen,” kata Angeline, Kamis (11/5/2023).

Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KKPI) Kalbar ini berendapat, PKPU ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang memberikan peluang kepada politisi perempuan berkiprah di dunia politik.

Pasalnya dalam klausul Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah, dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan.

Misalnya, dia menerangkan, dapil Kalbar dua ada empat kursi. Dengan aturan yang lama dua perempuan dan laki-laki. Tapi dengan aturan ini, Parpol diperolehkan minimal satu perempuan. 

"Bayangkan saja, jika di daerah lain demikian,” katanya.

Maka itu, politisi PDI P itu berpendapat PKPU Nomor 10 Tahun 2023 harus segera direvisi atau dicabut. “PKPU ini sangat mencederai hak politik kami,” ujarnya.

Menurutnya implementasi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen saat ini sudah berjalan ke arah lebih baik meski belum optimal.

"Ada optimisme. Karena peningkatan keterpilihan anggota DPRD perempuan Kalbar," ujarnya.

Menurutnya, pada Pemilu legislatif 2014 lalu hanya tujuh perempuan, kini sudah terdapat 12 anggota DPRD yang berasal dari kaum perempuan. 

"Artinya ada peningkatan, meski belum ideal. Tapi ini positif. Semangat perempuan untuk berkiprah di dunia politik," tandasnya. (ap)

PIFA, Lokal - Ketua Komisi I DPRD Kalbar, Angeline Fremalco mengkritisi Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten dan Kota yang ditetapkan pada 17 April 2023. Dia mendesak KPU segera merevisi aturan itu lantaran dianggap mencederai hak perempuan dalam politik dan berpotensi menjadikan keterwakilan perempuan di bawah 30 persen.

“PKPU Nomor 10 tahun 2023 ini semakin mematikan upaya-upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen,” kata Angeline, Kamis (11/5/2023).

Ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KKPI) Kalbar ini berendapat, PKPU ini tidak sejalan dengan semangat pemerintah yang memberikan peluang kepada politisi perempuan berkiprah di dunia politik.

Pasalnya dalam klausul Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023 mengatur soal pembulatan desimal ke bawah, dalam teknis penghitungan proporsi jumlah perempuan di satu daerah pemilihan.

Misalnya, dia menerangkan, dapil Kalbar dua ada empat kursi. Dengan aturan yang lama dua perempuan dan laki-laki. Tapi dengan aturan ini, Parpol diperolehkan minimal satu perempuan. 

"Bayangkan saja, jika di daerah lain demikian,” katanya.

Maka itu, politisi PDI P itu berpendapat PKPU Nomor 10 Tahun 2023 harus segera direvisi atau dicabut. “PKPU ini sangat mencederai hak politik kami,” ujarnya.

Menurutnya implementasi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen saat ini sudah berjalan ke arah lebih baik meski belum optimal.

"Ada optimisme. Karena peningkatan keterpilihan anggota DPRD perempuan Kalbar," ujarnya.

Menurutnya, pada Pemilu legislatif 2014 lalu hanya tujuh perempuan, kini sudah terdapat 12 anggota DPRD yang berasal dari kaum perempuan. 

"Artinya ada peningkatan, meski belum ideal. Tapi ini positif. Semangat perempuan untuk berkiprah di dunia politik," tandasnya. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar