Kronologi dan Fakta Kasus Pemerkosaan Tragis Dokter di India: Pelaku Belasan Orang hingga Kedua Mata Korban Mengeluarkan Darah
India | Senin, 19 Agustus 2024
PIFA, Internasional - Pada tanggal 9 Agustus 2024, seorang dokter residen berusia 31 tahun, Dr. Moumita Debnath, ditemukan dalam kondisi mengenaskan di aula seminar Rumah Sakit RG Kar Medical College, Kolkata. Kasus ini telah mengguncang India, memicu protes nasional dan pemogokan oleh Asosiasi Medis India (IMA).
Kronologi Kejadian
Pagi Hari, 9 Agustus 2024: Dr. Moumita Debnath dilaporkan hilang oleh rekan-rekannya setelah tidak kembali dari ruang seminar di dalam kampus, tempat dia beristirahat setelah menjalani praktik panjang selama 36 jam.
-Larut Malam, 9 Agustus 2024: Ayah Dr. Moumita menerima telepon sekitar pukul 11 malam, yang menginformasikan bahwa putrinya ditemukan dalam kondisi yang diduga bunuh diri. Sang ayah tiba di rumah sakit sekitar pukul 12 pagi.
-Dini Hari, 10 Agustus 2024: Setelah menunggu hampir tiga jam, sang ayah akhirnya diizinkan untuk melihat jenazah putrinya pada pukul 3.30 pagi. "Tidak ada pakaian di tubuhnya, hanya terbungkus sprei. Kakinya terbuka, dengan satu tangan di atas kepalanya," kenangnya.
-Hasil Autopsi: Autopsi mengungkapkan bahwa Dr. Moumita telah diperkosa dan dicekik hingga tewas. Ditemukan 150ml sperma di tubuhnya, mengindikasikan bahwa pelaku lebih dari satu orang. Luka parah ditemukan di seluruh tubuhnya, termasuk tanda-tanda kekerasan seksual di vagina dan perut, serta pendarahan dari kedua mata dan mulut.
Investigasi Berlanjut
Penyelidikan kini fokus pada mantan kepala sekolah RG Kar, Sandip Ghosh, yang mengundurkan diri dua hari setelah jenazah ditemukan. CBI sedang menyelidiki catatan telepon dan perilaku Ghosh sebelum dan sesudah kejadian, termasuk penundaan yang mencurigakan dalam mengizinkan orang tua korban melihat jenazah putri mereka.
CBI juga sedang menelusuri apakah kejahatan ini direncanakan sebelumnya dan apakah Ghosh memiliki keterlibatan dalam kasus tragis ini.
Protes dan Tuntutan Keadilan
Kasus ini telah memicu kemarahan nasional, dengan IMA melakukan pemogokan selama 24 jam pada 17-18 Agustus sebagai tanda protes. Sang ayah yang hancur menyuarakan keinginannya untuk keadilan, serta mengkritik skema pemerintah yang dianggap gagal melindungi warganya.
"Kami telah kehilangan segalanya; kami tidak punya apa-apa lagi. Kami menginginkan keadilan," katanya dengan tegas.