Foto: Detikcom

Berita Nasional, PIFA - Pengasuh Ponpes di Mojokerto, AM (52), ditetapkan sebagai tersangka pencabulan dan pemerkosaan santriwati. Lembaga pendampingan anak maupun keluarga para korban menilai, AM patut dikebiri kimia agar jera.

Advokat Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak (LPPA) Bina Annisa, Iwut Widiantoro mengatakan, perbuatan tidak terpuji yang dilakukan AM sangat memprihatinkan. Terlebih lagi, AM seharusnya menjadi pendidik sekaligus panutan bagi para santri, di pesantren hafalan (tahfiz) Al-Qur'an tersebut.

"Sangat memprihatinkan karena statusnya seorang pengasuh pondok seharusnya menjadi panutan dan menjadi pendidik, baik secara agama, moral, intelektual, maupun secara sosial kemasyarakatan," ujarnya, Kamis (28/10/2021).

Ia menjelaskan, LPPA Bina Annisa mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Satreskrim Polres Mojokerto. Pihaknya menilai AM patut diberi hukuman tambahan selain pidana pokok maksimal 15 tahun penjara. Karena korban lebih dari satu santriwati dan status tersangka sebagai pendidik para korban.

Hukuman tambahan yang patut bagi AM antara lain 5 tahun penjara, pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik. Seperti yang diatur di Pasal 81 dan 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

  "Apalagi pemerintah sudah membuat regulasi pelaku seperti itu bisa dikebiri kimia. Karena korbannya tidak hanya satu, tapi ada beberapa korban. Artinya, ini kan tersangka mempunyai penyakit, harus ada efek jera," terangnya.

Seperti diketahui, polisi menetapkan AM sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polres Mojokerto sejak Selasa (19/20). Pengasuh Ponpes itu mencabuli dan memerkosa seorang santriwati berusia 14 tahun 8 bulan asal Sidoarjo, sejak tahun 2018 sampai 2021.

Tidak hanya itu, AM juga mencabuli 4 santriwati lainnya. Usia para korban baru 10-12 tahun. Sehingga sejauh ini, total ada 5 santriwati yang menjadi korban perbuatan asusila AM.


Akibat perbuatannya, AM disangka dengan Pasal 81 ayat (2) juncto Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.


"Yang jelas kami mendukung apapun keputusan hukum majelis hakim nantinya. Bagi kami, untuk efek jeranya agar diberi hukuman semaksimal mungkin," ujarnya. 

 Sementara itu pengacara  para korban, M Dhoufi mengharapkan,  yang sama datang dari keluarga para korban. Selain untuk memberi efek jera terhadap tersangka, hukuman berat juga diperlukan agar kasus serupa tidak terjadi di tempat lain. Terlebih lagi di sebuah lembaga pendidikan.

"Orang seperti ini sangat membahayakan kehidupan anak-anak, jangan sampai terulang. Keluarga para korban meminta tersangka dihukum seberat-beratnya karena korban lebih dari satu. Sangat perlu diberi hukuman tambahan, termasuk kebiri kimia supaya ada efek jera," katanya.

Namun melalui tim pengacaranya, AM membantah telah mencabuli dan memerkosa santriwatinya sendiri. Karena bapak empat anak itu tinggal di lokasi berbeda dengan korban.

AM disebut tinggal di pondok putra di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto. Sedangkan korban di pondok yang berlokasi di Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo untuk santri putri.

Berita Nasional, PIFA - Pengasuh Ponpes di Mojokerto, AM (52), ditetapkan sebagai tersangka pencabulan dan pemerkosaan santriwati. Lembaga pendampingan anak maupun keluarga para korban menilai, AM patut dikebiri kimia agar jera.

Advokat Lembaga Pendampingan Perempuan dan Anak (LPPA) Bina Annisa, Iwut Widiantoro mengatakan, perbuatan tidak terpuji yang dilakukan AM sangat memprihatinkan. Terlebih lagi, AM seharusnya menjadi pendidik sekaligus panutan bagi para santri, di pesantren hafalan (tahfiz) Al-Qur'an tersebut.

"Sangat memprihatinkan karena statusnya seorang pengasuh pondok seharusnya menjadi panutan dan menjadi pendidik, baik secara agama, moral, intelektual, maupun secara sosial kemasyarakatan," ujarnya, Kamis (28/10/2021).

Ia menjelaskan, LPPA Bina Annisa mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Satreskrim Polres Mojokerto. Pihaknya menilai AM patut diberi hukuman tambahan selain pidana pokok maksimal 15 tahun penjara. Karena korban lebih dari satu santriwati dan status tersangka sebagai pendidik para korban.

Hukuman tambahan yang patut bagi AM antara lain 5 tahun penjara, pengumuman identitas pelaku, kebiri kimia, serta pemasangan alat pendeteksi elektronik. Seperti yang diatur di Pasal 81 dan 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

  "Apalagi pemerintah sudah membuat regulasi pelaku seperti itu bisa dikebiri kimia. Karena korbannya tidak hanya satu, tapi ada beberapa korban. Artinya, ini kan tersangka mempunyai penyakit, harus ada efek jera," terangnya.

Seperti diketahui, polisi menetapkan AM sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polres Mojokerto sejak Selasa (19/20). Pengasuh Ponpes itu mencabuli dan memerkosa seorang santriwati berusia 14 tahun 8 bulan asal Sidoarjo, sejak tahun 2018 sampai 2021.

Tidak hanya itu, AM juga mencabuli 4 santriwati lainnya. Usia para korban baru 10-12 tahun. Sehingga sejauh ini, total ada 5 santriwati yang menjadi korban perbuatan asusila AM.


Akibat perbuatannya, AM disangka dengan Pasal 81 ayat (2) juncto Pasal 76D juncto Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016, tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU RI Nomor 23 Tahun 2002, tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.


"Yang jelas kami mendukung apapun keputusan hukum majelis hakim nantinya. Bagi kami, untuk efek jeranya agar diberi hukuman semaksimal mungkin," ujarnya. 

 Sementara itu pengacara  para korban, M Dhoufi mengharapkan,  yang sama datang dari keluarga para korban. Selain untuk memberi efek jera terhadap tersangka, hukuman berat juga diperlukan agar kasus serupa tidak terjadi di tempat lain. Terlebih lagi di sebuah lembaga pendidikan.

"Orang seperti ini sangat membahayakan kehidupan anak-anak, jangan sampai terulang. Keluarga para korban meminta tersangka dihukum seberat-beratnya karena korban lebih dari satu. Sangat perlu diberi hukuman tambahan, termasuk kebiri kimia supaya ada efek jera," katanya.

Namun melalui tim pengacaranya, AM membantah telah mencabuli dan memerkosa santriwatinya sendiri. Karena bapak empat anak itu tinggal di lokasi berbeda dengan korban.

AM disebut tinggal di pondok putra di Desa Sampangagung, Kecamatan Kutorejo, Mojokerto. Sedangkan korban di pondok yang berlokasi di Desa Simbaringin, Kecamatan Kutorejo untuk santri putri.

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya