Ciri-ciri masalah mental pada anak remaja menurut ahli, salah satunya tampak pada perubahan perilaku. (Ilustrasi: silverkblack)

PIFA, Lifestyle - Dalam menghadapi tantangan mendidik anak remaja, perhatian terhadap aspek kesehatan mental dan emosional semakin menjadi fokus utama. Ketua Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Rodman Tarigan SpA(K), M.Kes, memberikan peringatan penting kepada para orang tua untuk mewaspadai perubahan perilaku yang dapat mengindikasikan adanya masalah mental pada anak remaja.

Dalam seminar daring yang berjudul "Mendidik Remaja yang Kuat Secara Mental dan Sosial," yang diadakan pada hari Senin (27/8/23), Dr. Rodman Tarigan menegaskan bahwa perubahan perilaku yang mencolok pada remaja perlu dijadikan sebagai tanda bahaya potensial.

Ketika seorang remaja tiba-tiba mengubah sikap ceria menjadi tertutup, menarik diri dari aktivitas sekolah dan pergaulan, serta sering mengeluh sakit fisik tanpa alasan yang jelas, hal ini harus menjadi sinyal peringatan bagi para orang tua.

"Jadi kalau ada satu saja yang kita temukan, kita sebagai orang tua perlu menyadari bahwa ada perubahan perilaku dari anak tersebut," ungkap Dr. Rodman dalam seminar tersebut.

Dalam data yang disampaikannya, terungkap bahwa sekitar 10 persen dari anak-anak berusia 15 hingga 24 tahun menghadapi gangguan mental dan emosional. Oleh karena itu, perhatian dan respons yang tepat dari orang tua dan lingkungan sekitar sangatlah penting.

Dr. Rodman menegaskan bahwa anak-anak dengan masalah mental cenderung mengalami stres, depresi, bahkan bisa terjerumus dalam perilaku negatif seperti tawuran, kekerasan, dan tindakan mencuri.

Solusi pertama yang diusulkan oleh Dr. Rodman adalah berkomunikasi secara terbuka dengan remaja yang mengalami perubahan perilaku tersebut. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman yang mereka alami merupakan langkah penting dalam memahami akar permasalahan.

Orang tua ditantang untuk menjadi pendengar yang baik dan berusaha memahami setiap persoalan yang dihadapi oleh anak mereka.

Pentingnya dukungan keluarga juga ditekankan oleh Dr. Rodman. Orang tua diharapkan memberikan dukungan kuat dan memastikan bahwa remaja tidak merasa sendirian menghadapi masalahnya. Selain itu, melibatkan remaja dalam aktivitas yang produktif dan positif juga dapat membantu mereka mengatasi permasalahan secara lebih baik.

Namun, Dr. Rodman juga mengakui bahwa tidak semua remaja akan bersedia berbicara mengenai permasalahan mereka kepada orang tua. Faktor seperti kurangnya kepercayaan atau masalah dalam hubungan bisa menjadi hambatan.

Dalam kasus seperti ini, proses identifikasi akar masalah mungkin akan lebih sulit dan memerlukan kesabaran yang lebih besar. Apabila orang tua merasa kesulitan menangani permasalahan yang dihadapi oleh anak, mencari bantuan dari ahli yang kompeten dapat menjadi pilihan bijak.

Dr. Rodman juga menyampaikan bahwa layanan konseling merupakan sarana yang efektif untuk membantu remaja dengan masalah mental. Pemerintah telah menyediakan layanan konseling melalui program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di puskesmas. Program ini dirancang untuk memberikan dukungan psikologis kepada remaja dalam mengatasi masalah mental dan emosional.

PIFA, Lifestyle - Dalam menghadapi tantangan mendidik anak remaja, perhatian terhadap aspek kesehatan mental dan emosional semakin menjadi fokus utama. Ketua Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr. Rodman Tarigan SpA(K), M.Kes, memberikan peringatan penting kepada para orang tua untuk mewaspadai perubahan perilaku yang dapat mengindikasikan adanya masalah mental pada anak remaja.

Dalam seminar daring yang berjudul "Mendidik Remaja yang Kuat Secara Mental dan Sosial," yang diadakan pada hari Senin (27/8/23), Dr. Rodman Tarigan menegaskan bahwa perubahan perilaku yang mencolok pada remaja perlu dijadikan sebagai tanda bahaya potensial.

Ketika seorang remaja tiba-tiba mengubah sikap ceria menjadi tertutup, menarik diri dari aktivitas sekolah dan pergaulan, serta sering mengeluh sakit fisik tanpa alasan yang jelas, hal ini harus menjadi sinyal peringatan bagi para orang tua.

"Jadi kalau ada satu saja yang kita temukan, kita sebagai orang tua perlu menyadari bahwa ada perubahan perilaku dari anak tersebut," ungkap Dr. Rodman dalam seminar tersebut.

Dalam data yang disampaikannya, terungkap bahwa sekitar 10 persen dari anak-anak berusia 15 hingga 24 tahun menghadapi gangguan mental dan emosional. Oleh karena itu, perhatian dan respons yang tepat dari orang tua dan lingkungan sekitar sangatlah penting.

Dr. Rodman menegaskan bahwa anak-anak dengan masalah mental cenderung mengalami stres, depresi, bahkan bisa terjerumus dalam perilaku negatif seperti tawuran, kekerasan, dan tindakan mencuri.

Solusi pertama yang diusulkan oleh Dr. Rodman adalah berkomunikasi secara terbuka dengan remaja yang mengalami perubahan perilaku tersebut. Memberi kesempatan kepada mereka untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman yang mereka alami merupakan langkah penting dalam memahami akar permasalahan.

Orang tua ditantang untuk menjadi pendengar yang baik dan berusaha memahami setiap persoalan yang dihadapi oleh anak mereka.

Pentingnya dukungan keluarga juga ditekankan oleh Dr. Rodman. Orang tua diharapkan memberikan dukungan kuat dan memastikan bahwa remaja tidak merasa sendirian menghadapi masalahnya. Selain itu, melibatkan remaja dalam aktivitas yang produktif dan positif juga dapat membantu mereka mengatasi permasalahan secara lebih baik.

Namun, Dr. Rodman juga mengakui bahwa tidak semua remaja akan bersedia berbicara mengenai permasalahan mereka kepada orang tua. Faktor seperti kurangnya kepercayaan atau masalah dalam hubungan bisa menjadi hambatan.

Dalam kasus seperti ini, proses identifikasi akar masalah mungkin akan lebih sulit dan memerlukan kesabaran yang lebih besar. Apabila orang tua merasa kesulitan menangani permasalahan yang dihadapi oleh anak, mencari bantuan dari ahli yang kompeten dapat menjadi pilihan bijak.

Dr. Rodman juga menyampaikan bahwa layanan konseling merupakan sarana yang efektif untuk membantu remaja dengan masalah mental. Pemerintah telah menyediakan layanan konseling melalui program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di puskesmas. Program ini dirancang untuk memberikan dukungan psikologis kepada remaja dalam mengatasi masalah mental dan emosional.

0

0

You can share on :

0 Komentar