Foto: CNN Indonesia

Berita Nasional, PIFA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengingatkan kepada para pelaku usaha di sektor kehutanan agar tidak risau soal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
 
Apalagi, kata Siti, setelah terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang Undang No.11/2020 Cipta Kerja (UUCK). Menurut dia, Presiden Jokowi Widodo sudah memastikan UU Ciptaker tetap berlaku walau ada putusan MK yang menyebut inkonstitusional.
 
"Dunia usaha khusus di sektor kehutanan agar tidak perlu risau karena Presiden telah menyatakan UUCK dan semua peraturan pelaksanaannya tetap berlaku dalam jangka waktu dua tahun ke depan," kata Siti dalam keterangan tertulis, Selasa (07/12/2021).
 
Ia mengatakan, pemerintah memerlukan dukungan untuk mewujudkan reorientasi bisnis baru sektor kehutanan. Reorientasi yang dimaksud yaitu adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan kehutanan saat ini, dari 'Timber management' menuju 'forest landscape management'.
 
Terkait itu, ia menuturkan, pelaku usaha dapat berkontribusi optimal dalam pembangunan kehutanan terutama pasca terbitnya UU CK. Ia berkata, PBPH tetap jalan terus sesuai semangat multiusaha kehutanan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan.
 
"Dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung, serta aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan," tambahnya.
 
Menurut Siti, masih banyak tantangan ke depan dalam mendukung optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan sesuai apa yang diamanatkan dalam peraturan perundangan.
 
Oleh sebab itu, lanjutnya, ia berharap dunia usaha kehutanan dapat bekerja bersama-sama untuk berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional di bawah kepemimpinan langsung Presiden Jokowi.
 
Ia mengklaim, kerjasama yang terjalin baik antara pemerintah dan dunia usaha di sektor kehutanan 
selama ini telah mampu menghasilkan capaian-capaian terbaik.
 
"Seperti angka deforestasi tahun 2020 menjadi yang terendah sepanjang sejarah, kejadian karhutla pun dapat ditekan sangat rendah pada periode tahun 2019 - 2020," ujarnya.
 
"Serta tetap meningkatnya kinerja sub sektor kehutanan di tengah kondisi Pandemi Covid 19 yaitu meliputi produksi kayu bulat, kayu olahan, HHBK, dan nilai ekspor produk kehutanan," imbuhnya.
 
Siti berkata, dunia usaha sektor kehutanan akan dilibatkan dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional pasca Pandemi Covid-19 melalui strategi yang telah disusun oleh KLHK.
 
"Meliputi menjaga produktifitas dan keberlangsungan usaha melalui penguatan insentif kebijakan fiskal, percepatan implementasi UUCK dan turunannya," ucapnya.
 
"Meningkatkan peran dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan berbasis agroforestry dalam rangka peningkatan produktifitas hutan, dan meningkatkan pelayanan pemanfaatan hutan berbasis digital yang terintegrasi mulai dari Perizinan (OSS)," tambahnya.
 
Diketahui, dalam UUCK Pasal 35 terkait ketentuan batas minimum kawasan hutan 30 persen dihapus. Hal itu menuai banyak protes, terutama dari LSM Lingkungan.
 
Walhi misalnya, LSM itu menilai penghapusan batas minumum 30 persen kawasan hutan dapat berdampak lebih buruk terhadap lingkungan karena meningkatkan deforestasi. Berdasarkan catatan Walhi, sedikitnya 62 persen lahan hutan sudah dikonsesi untuk korporasi besar.
 
Imbasnya lagi, deforestasi akibat konsesi itu memicu terjadinya bencana ekologis seperti banjir di Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar). Banjir itu disebut-sebut banjir terlama selama 40 tahun terakhir.
 
Para aktivis, akademisi bahkan Gubernur Kalbar mengakui bahwa deforestasi menjadi penyebab banjir tersebut. Pasalnya, dari 14,7 juta hektar lahan daratan Kalbar, sekitar 12 hektarnya sudah diplotkan menjadi industri. Padahal, ketentuannya hanya 6,4 juta hektar untuk produksi atau aktivitas investasi.

Berita Nasional, PIFA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengingatkan kepada para pelaku usaha di sektor kehutanan agar tidak risau soal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
 
Apalagi, kata Siti, setelah terbitnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang Undang No.11/2020 Cipta Kerja (UUCK). Menurut dia, Presiden Jokowi Widodo sudah memastikan UU Ciptaker tetap berlaku walau ada putusan MK yang menyebut inkonstitusional.
 
"Dunia usaha khusus di sektor kehutanan agar tidak perlu risau karena Presiden telah menyatakan UUCK dan semua peraturan pelaksanaannya tetap berlaku dalam jangka waktu dua tahun ke depan," kata Siti dalam keterangan tertulis, Selasa (07/12/2021).
 
Ia mengatakan, pemerintah memerlukan dukungan untuk mewujudkan reorientasi bisnis baru sektor kehutanan. Reorientasi yang dimaksud yaitu adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan kehutanan saat ini, dari 'Timber management' menuju 'forest landscape management'.
 
Terkait itu, ia menuturkan, pelaku usaha dapat berkontribusi optimal dalam pembangunan kehutanan terutama pasca terbitnya UU CK. Ia berkata, PBPH tetap jalan terus sesuai semangat multiusaha kehutanan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan.
 
"Dengan tetap memperhatikan daya dukung dan daya tampung, serta aspek kelestarian lingkungan hidup dan kehutanan," tambahnya.
 
Menurut Siti, masih banyak tantangan ke depan dalam mendukung optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan sesuai apa yang diamanatkan dalam peraturan perundangan.
 
Oleh sebab itu, lanjutnya, ia berharap dunia usaha kehutanan dapat bekerja bersama-sama untuk berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional di bawah kepemimpinan langsung Presiden Jokowi.
 
Ia mengklaim, kerjasama yang terjalin baik antara pemerintah dan dunia usaha di sektor kehutanan 
selama ini telah mampu menghasilkan capaian-capaian terbaik.
 
"Seperti angka deforestasi tahun 2020 menjadi yang terendah sepanjang sejarah, kejadian karhutla pun dapat ditekan sangat rendah pada periode tahun 2019 - 2020," ujarnya.
 
"Serta tetap meningkatnya kinerja sub sektor kehutanan di tengah kondisi Pandemi Covid 19 yaitu meliputi produksi kayu bulat, kayu olahan, HHBK, dan nilai ekspor produk kehutanan," imbuhnya.
 
Siti berkata, dunia usaha sektor kehutanan akan dilibatkan dalam mendukung kebijakan pemulihan ekonomi nasional pasca Pandemi Covid-19 melalui strategi yang telah disusun oleh KLHK.
 
"Meliputi menjaga produktifitas dan keberlangsungan usaha melalui penguatan insentif kebijakan fiskal, percepatan implementasi UUCK dan turunannya," ucapnya.
 
"Meningkatkan peran dan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan berbasis agroforestry dalam rangka peningkatan produktifitas hutan, dan meningkatkan pelayanan pemanfaatan hutan berbasis digital yang terintegrasi mulai dari Perizinan (OSS)," tambahnya.
 
Diketahui, dalam UUCK Pasal 35 terkait ketentuan batas minimum kawasan hutan 30 persen dihapus. Hal itu menuai banyak protes, terutama dari LSM Lingkungan.
 
Walhi misalnya, LSM itu menilai penghapusan batas minumum 30 persen kawasan hutan dapat berdampak lebih buruk terhadap lingkungan karena meningkatkan deforestasi. Berdasarkan catatan Walhi, sedikitnya 62 persen lahan hutan sudah dikonsesi untuk korporasi besar.
 
Imbasnya lagi, deforestasi akibat konsesi itu memicu terjadinya bencana ekologis seperti banjir di Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar). Banjir itu disebut-sebut banjir terlama selama 40 tahun terakhir.
 
Para aktivis, akademisi bahkan Gubernur Kalbar mengakui bahwa deforestasi menjadi penyebab banjir tersebut. Pasalnya, dari 14,7 juta hektar lahan daratan Kalbar, sekitar 12 hektarnya sudah diplotkan menjadi industri. Padahal, ketentuannya hanya 6,4 juta hektar untuk produksi atau aktivitas investasi.

0

0

You can share on :

0 Komentar