Kondisi Kendaraan Warga Sipil Afghanistan yang Terkena Serangan Drone AS, Foto: AP Photo/Khwaja Tawfiq Sediqi

Berita Internasional, Pifa - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (Menhan AS) Lloyd Austin meminta maaf atas serangan pesawat tak berawak di Kabul, Afghanistan pada 29 Agustus lalu. Menhan AS mengakui bahwa serangan yang menewaskan 10 warga sipil itu adalah sebuah kesalahan.

"Saya menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada anggota keluarga yang masih hidup dari mereka yang terbunuh. Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha untuk belajar dari kesalahan mengerikan ini," ujar Austin, mengutip dari pemberitaan AFP, Sabtu (18/9/2021)

Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Frank Mckenzie menjelaskan bahwa serangan semulanya untuk menargetkan operasi ISIS yang dicurigai oleh intelijen AS. Militer Pentagon mengira kendaraan tersebut merupakan ancaman saat AS mencoba mengevakuasi warga Afghanistan.

Lebih lanjut, Mckenzie menjelaskan bahwa pada 29 Agustus lalu, pasukan AS telah melacak sebuah mobil Toyota putih selama delapan jam, setelah melihatnya di sebuah lokasi di Kabul, yang diidentifikasi oleh intelijen sebagai tempat di mana para militan ISIS diyakini sedang mempersiapkan serangan terhadap bandara Kabul.

Mckenzie menegaskan, serangan dilakukan atas keyakinan yang sungguh-sungguh, ia pun tak mengira serangan mengerikan itu salah sasaran.

"Serangan ini dilakukan dengan keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa itu akan mencegah ancaman yang akan segera terjadi pada pasukan kami dan para pengungsi di bandara, tetapi itu adalah kesalahan yang mengerikan," kata Mckenzie, dikutip dari CNN.

Dia juga menyampaikan permintaan maaf lantaran pasukannya salah sasaran dalam operasi serangan.

"Saya menyampaikan permintaan maaf yang tulus," tambah Mckenzie.

Menanggapi kejadian itu, Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menilai pengakuan kesalahan ini adalah langkah yang penting untuk akuntabilitas. Namun, pihak Amnesty itu menyarankan agar militer dan pemerintah AS juga harus mengambil langkah lainnya sebagai bentuk tanggung jawab atas serangan itu, seperti membayar ganti rugi kepada anggota keluarga korban.

Pada kesempatan itu, Aktivis Amnesty International Brian Castner juga meminta AS untuk melanjutkan komitmen permohonan maafnya, lewat langkah penyelidikan yang transparan dan tak memihak.

"AS harus berkomitmen untuk melakukan penyelidikan penuh, transparan, dan tidak memihak atas insiden ini. Siapa pun yang diduga bertanggung jawab pidana harus diadili secara adil," kata Brian Castner.

Berita Internasional, Pifa - Menteri Pertahanan Amerika Serikat (Menhan AS) Lloyd Austin meminta maaf atas serangan pesawat tak berawak di Kabul, Afghanistan pada 29 Agustus lalu. Menhan AS mengakui bahwa serangan yang menewaskan 10 warga sipil itu adalah sebuah kesalahan.

"Saya menyampaikan belasungkawa terdalam saya kepada anggota keluarga yang masih hidup dari mereka yang terbunuh. Kami meminta maaf, dan kami akan berusaha untuk belajar dari kesalahan mengerikan ini," ujar Austin, mengutip dari pemberitaan AFP, Sabtu (18/9/2021)

Komandan Komando Pusat AS, Jenderal Frank Mckenzie menjelaskan bahwa serangan semulanya untuk menargetkan operasi ISIS yang dicurigai oleh intelijen AS. Militer Pentagon mengira kendaraan tersebut merupakan ancaman saat AS mencoba mengevakuasi warga Afghanistan.

Lebih lanjut, Mckenzie menjelaskan bahwa pada 29 Agustus lalu, pasukan AS telah melacak sebuah mobil Toyota putih selama delapan jam, setelah melihatnya di sebuah lokasi di Kabul, yang diidentifikasi oleh intelijen sebagai tempat di mana para militan ISIS diyakini sedang mempersiapkan serangan terhadap bandara Kabul.

Mckenzie menegaskan, serangan dilakukan atas keyakinan yang sungguh-sungguh, ia pun tak mengira serangan mengerikan itu salah sasaran.

"Serangan ini dilakukan dengan keyakinan yang sungguh-sungguh bahwa itu akan mencegah ancaman yang akan segera terjadi pada pasukan kami dan para pengungsi di bandara, tetapi itu adalah kesalahan yang mengerikan," kata Mckenzie, dikutip dari CNN.

Dia juga menyampaikan permintaan maaf lantaran pasukannya salah sasaran dalam operasi serangan.

"Saya menyampaikan permintaan maaf yang tulus," tambah Mckenzie.

Menanggapi kejadian itu, Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menilai pengakuan kesalahan ini adalah langkah yang penting untuk akuntabilitas. Namun, pihak Amnesty itu menyarankan agar militer dan pemerintah AS juga harus mengambil langkah lainnya sebagai bentuk tanggung jawab atas serangan itu, seperti membayar ganti rugi kepada anggota keluarga korban.

Pada kesempatan itu, Aktivis Amnesty International Brian Castner juga meminta AS untuk melanjutkan komitmen permohonan maafnya, lewat langkah penyelidikan yang transparan dan tak memihak.

"AS harus berkomitmen untuk melakukan penyelidikan penuh, transparan, dan tidak memihak atas insiden ini. Siapa pun yang diduga bertanggung jawab pidana harus diadili secara adil," kata Brian Castner.

0

0

You can share on :

0 Komentar