Momen Sutarmidji dan Muda Mahendrawan Bersilang Pendapat Soal Peningkatan PAD dan SiLPA Kalimantan Barat
Kalbar | Senin, 28 Oktober 2024
PIFA, Lokal – Dalam debat publik pertama Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalimantan Barat (Kalbar), calon gubernur (Cagub) nomor urut 1, Sutarmidji, menekankan pentingnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar pemerintah daerah lebih mandiri secara fiskal.
Menurut Sutarmidji, kemampuan kepala daerah untuk mengoptimalkan PAD menjadi modal utama dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di Kalbar tanpa ketergantungan penuh pada dana pusat.
Dalam sesi tanya jawab debat tersebut, Sutarmidji bertanya kepada Cagub nomor urut 3, Muda Mahendrawan, mengenai strategi peningkatan PAD. Muda menanggapi bahwa hampir 90 persen PAD Kalbar berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), sehingga peningkatan PAD sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong masyarakat untuk membayar pajak kendaraan.
Muda juga menyebutkan pentingnya menggerakkan perekonomian agar PAD otomatis meningkat.
"Jika ekonomi daerah bergerak dengan baik, maka produktivitas masyarakat dan investasi akan meningkat, yang berimbas pada kenaikan PAD," katanya.
Ia menambahkan bahwa insentif untuk masyarakat dan pembenahan perizinan investasi bisa membantu dalam memaksimalkan potensi ekonomi daerah.
Namun, Sutarmidji membantah klaim Muda bahwa 90 persen PAD berasal dari PKB dan BBNKB.
"Kalau dikatakan 90 persen PAD dari PKB dan BBNKB itu jelas ngawur," ujarnya.
Sutarmidji memaparkan bahwa saat menjabat sebagai gubernur pada 2018-2023, ia berhasil meningkatkan PAD dari Rp1,8 triliun menjadi Rp3,2 triliun dengan mengoptimalkan data potensi pendapatan daerah.
Terkait RSUD Soedarso, Sutarmidji menjelaskan bahwa pendapatan rumah sakit tersebut bukan berasal dari PAD langsung, tetapi dari retribusi BPJS yang diperuntukkan bagi biaya layanan dan tenaga medis. Ia menegaskan bahwa menghapus retribusi ini akan berdampak buruk bagi kesejahteraan tenaga medis.
Muda merespons dengan mempertanyakan efektivitas serapan anggaran yang disebutnya kurang optimal. Menurutnya, meskipun PAD meningkat, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) mencapai Rp300-400 miliar per tahun, yang dianggapnya tidak efisien.
"Pendapatan meningkat tapi SiLPA tetap tinggi, jadi penting untuk memastikan belanja tersalurkan tepat guna ke masyarakat," kata Muda.
Pada penutupan segmen, Sutarmidji menjelaskan bahwa SiLPA tidak terkait dengan rendahnya serapan anggaran, melainkan karena pendapatan yang melampaui target di akhir tahun.
“SiLPA terjadi karena pendapatan lebih dari target. PAD yang meningkat bukan karena kita tidak mampu belanja, tapi karena kita bisa memaksimalkan pendapatan,” tegasnya.
Sutarmidji menekankan bahwa pemahaman kepala daerah terhadap data dan aturan sangat penting dalam mengelola anggaran secara efektif.
Sutarmidji juga mengaitkan pengalamannya sebagai pengajar hukum otonomi daerah dan kepegawaian, yang membantu Kalbar bebas dari permasalahan hukum dalam tata kelola pemerintah.
"Semua sesuai aturan, sehingga Kalbar bebas dari hal-hal yang terkait masalah hukum," pungkasnya.
Debat ini memperlihatkan perbedaan pendekatan antara kedua calon dalam pengelolaan PAD dan anggaran Kalbar, menunjukkan strategi yang berbeda dalam membangun kemandirian fiskal dan efisiensi anggaran di daerah.