MUI Jatim Dukung Fatwa Haram Sound Horeg dari Ponpes Besuk Pasuruan
Nasional | Jumat, 4 Juli 2025
PIFA, Nasional – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menyatakan dukungannya terhadap fatwa haram terhadap fenomena sound horeg yang dikeluarkan oleh Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan. Fatwa tersebut dinilai telah mempertimbangkan aspek fikih secara tepat dan mendalam.
Sound horeg adalah sistem audio dengan volume keras dan getaran kuat, yang umum digunakan dalam pesta rakyat, pawai warga, dan sejumlah acara lainnya. Meskipun sedang digandrungi di berbagai daerah di Jawa Timur, banyak warga merasa terganggu dengan kebisingan dan dampak negatif yang ditimbulkannya.
“Secara fikih, keputusan itu sudah tepat, sudah mempertimbangkan banyak aspek,” ujar Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Ma'ruf Khozin, Rabu (2/7). Ia menyebut bahwa pengasuh Ponpes Besuk, KH Muhibbul Aman Aly, yang mengeluarkan fatwa tersebut, adalah ulama dengan kapasitas keilmuan yang diakui secara luas.
Fatwa haram tersebut dihasilkan dalam Forum Satu Muharram (FSM) Bahtsul Masail di Ponpes Besuk. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa penggunaan sound horeg kerap dikaitkan dengan syiar fussaq, atau simbol orang-orang yang gemar bermaksiat.
KH Ma'ruf menjelaskan, MUI Jatim sendiri pernah mengeluarkan larangan serupa dalam konteks penggunaan sound horeg saat takbiran. “Dalam keputusan MUI Jawa Timur, takbiran pakai sound horeg tidak diperkenankan, apalagi yang diputar musik elektronik dengan dentuman keras,” katanya.
Ia menyoroti berbagai dampak negatif sound horeg seperti mengganggu orang sakit, mengganggu kegiatan di pesantren, hingga potensi kerusakan fisik seperti pecahnya kaca rumah atau gangguan pendengaran.
“Kalau pengin yang jedar-jedor, pakai headset sendiri, biar enggak ganggu orang lain,” ucapnya.
KH Ma'ruf juga tidak menutup kemungkinan MUI Jatim akan mengeluarkan fatwa haram serupa jika penggunaan sound horeg semakin meresahkan masyarakat. “Boleh jadi MUI Jawa Timur yang kemudian memperkuat. Tapi sejauh ini masih belum,” ungkapnya.
Sementara itu, fatwa dari Ponpes Besuk menegaskan bahwa pelarangan ini bukan semata karena suara bising, tapi juga karena dampak sosial seperti campur baur laki-laki dan perempuan, joget yang tidak sesuai adab syariah, serta potensi kemaksiatan lainnya.
Meski belum ada regulasi hukum yang secara eksplisit melarang sound horeg, KH Muhibbul Aman menyatakan bahwa fatwa tetap berdiri sendiri atas dasar tanggung jawab moral dan keagamaan untuk menjaga ketertiban dan nilai-nilai syariah di masyarakat.
Fenomena ini telah memicu pro dan kontra di masyarakat. Sebagian kalangan menikmati hiburan sound horeg, sementara yang lain merasa sangat terganggu. Seiring meningkatnya keluhan dan dampak sosial, wacana penertiban pun semakin menguat.