Petugas Rutan KPK tak hanya terlibat kasus pungli, tapi mencabuli istri tahanan dengan VCS sebanyak 10 kali. (

PIFA, Nasional - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan bahwa petugas di rumah tahanan (rutan) KPK yang terlibat dalam pelanggaran kode etik berupa tindakan asusila telah diberikan sanksi sedang oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (23/6/2023) lalu. 

"Dewas melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap pihak terkait, dilanjutkan sidang etik pada April 2023, dengan putusan pelanggaran etik sedang," kata Ali menanggapi hebohnya informasi yang beredar di masyarakat mengenai pelanggaran etik tindakan asusila oleh petugas di rutan.

Sanksi yang diberikan kepada petugas rutan tersebut berawal dari laporan masyarakat yang diterima oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, yang kemudian dilanjutkan kepada Dewas pada bulan Januari 2023.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengenai penegakan etik dan pedoman perilaku KPK, pada Pasal 10 ayat 3 dijelaskan bahwa pelanggaran etik dalam tingkatan sedang akan dikenai sanksi berupa pemotongan gaji pokok selama enam bulan. Besar pemotongan gaji pokok yang diberikan adalah sebesar 10 persen selama enam bulan, 15 persen selama enam bulan, atau 20 persen selama enam bulan.

Sebelumnya, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, mengungkapkan bahwa kasus pungutan liar (pungli) di rutan KPK berawal dari laporan istri tahanan yang mengalami perlakuan cabul oleh petugas KPK.

"Awal mula kasus Rutan KPK karena ada laporan dari istri tahanan KPK yang mendapat perlakuan asusila oleh petugas KPK," ungkap dia.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris, telah menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan mengenai dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh pegawai rumah tahanan (rutan) KPK terhadap istri tahanan.

Haris menyatakan bahwa laporan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Dewas.

Selanjutnya, Haris mengungkapkan bahwa laporan tersebut telah dibawa ke sidang etik dan telah ada putusan.

"Ya (menerima laporan asusila dari istri tahanan) dan sudah selesai diputus dalam sidang etik," ujar Haris dalam keterangannya.

Haris juga membenarkan bahwa dugaan adanya pungutan liar di rutan KPK ini berawal dari laporan mengenai tindakan asusila.

"Ya," katanya singkat.

Ringkasan Salinan Pencabulan Istri Tahanan

Dalam salinan putusan yang dikeluarkan oleh Dewas KPK dengan nomor: 01/DEWAS/ETIK/04/2023, yang dikutip PIFA menyebutkan bahwa Dewas KPK pertama kali menerima laporan mengenai tindakan asusila oleh pegawai KPK pada akhir Januari 2023.

Putusan tersebut menunjukkan bahwa kasus pelecehan yang disebutkan oleh Novel telah diputuskan oleh Dewan Pengawas dalam sidang etik pada bulan April 2023. Terlapor dalam kasus tersebut adalah seorang staf dengan inisial M, yang bekerja sebagai petugas registrasi di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih atau biasa disebut Rutan K4.

M, seorang pria berusia 35 tahun asal Indramayu, Jawa Barat, dilaporkan oleh adik dari salah satu tersangka kasus jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Pemalang. Kasus korupsi di Pemalang ditangani oleh KPK sejak Agustus 2022.

Adik tersebut melaporkan staf KPK tersebut karena sering menghubungi istri kakaknya yang sedang menjadi tahanan di rutan KPK. M mendapatkan nomor kontak istri tahanan tersebut karena korban sering mengunjungi suaminya di rutan KPK.

VCS 10 Kali

Dari situlah, pegawai KPK tersebut sering berkomunikasi melalui telepon dan panggilan video. Dalam panggilan video tersebut, keduanya diduga melakukan tindakan yang tidak pantas beberapa kali. Mereka juga pernah bertemu sekali di Tegal untuk jalan-jalan.

Staf KPK tersebut mengaku menjalin komunikasi karena sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya. Sementara itu, istri tahanan tersebut mengaku terpaksa menuruti permintaan tersebut karena khawatir akan berdampak pada kondisi suaminya yang sedang menjadi tahanan.

"Hal ini sudah dilakukan sebanyak sekitar 10 kali sejak September 2022 sampai Januari 2023,” demikian keterangan pelapor dan korban dalam dokumen putusan Dewas KPK yang dikutip PIFA.

PIFA, Nasional - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan bahwa petugas di rumah tahanan (rutan) KPK yang terlibat dalam pelanggaran kode etik berupa tindakan asusila telah diberikan sanksi sedang oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat (23/6/2023) lalu. 

"Dewas melakukan analisis dan pemeriksaan terhadap pihak terkait, dilanjutkan sidang etik pada April 2023, dengan putusan pelanggaran etik sedang," kata Ali menanggapi hebohnya informasi yang beredar di masyarakat mengenai pelanggaran etik tindakan asusila oleh petugas di rutan.

Sanksi yang diberikan kepada petugas rutan tersebut berawal dari laporan masyarakat yang diterima oleh Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, yang kemudian dilanjutkan kepada Dewas pada bulan Januari 2023.

Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengenai penegakan etik dan pedoman perilaku KPK, pada Pasal 10 ayat 3 dijelaskan bahwa pelanggaran etik dalam tingkatan sedang akan dikenai sanksi berupa pemotongan gaji pokok selama enam bulan. Besar pemotongan gaji pokok yang diberikan adalah sebesar 10 persen selama enam bulan, 15 persen selama enam bulan, atau 20 persen selama enam bulan.

Sebelumnya, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, mengungkapkan bahwa kasus pungutan liar (pungli) di rutan KPK berawal dari laporan istri tahanan yang mengalami perlakuan cabul oleh petugas KPK.

"Awal mula kasus Rutan KPK karena ada laporan dari istri tahanan KPK yang mendapat perlakuan asusila oleh petugas KPK," ungkap dia.

Sementara itu, Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Syamsuddin Haris, telah menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan mengenai dugaan tindakan asusila yang dilakukan oleh pegawai rumah tahanan (rutan) KPK terhadap istri tahanan.

Haris menyatakan bahwa laporan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Dewas.

Selanjutnya, Haris mengungkapkan bahwa laporan tersebut telah dibawa ke sidang etik dan telah ada putusan.

"Ya (menerima laporan asusila dari istri tahanan) dan sudah selesai diputus dalam sidang etik," ujar Haris dalam keterangannya.

Haris juga membenarkan bahwa dugaan adanya pungutan liar di rutan KPK ini berawal dari laporan mengenai tindakan asusila.

"Ya," katanya singkat.

Ringkasan Salinan Pencabulan Istri Tahanan

Dalam salinan putusan yang dikeluarkan oleh Dewas KPK dengan nomor: 01/DEWAS/ETIK/04/2023, yang dikutip PIFA menyebutkan bahwa Dewas KPK pertama kali menerima laporan mengenai tindakan asusila oleh pegawai KPK pada akhir Januari 2023.

Putusan tersebut menunjukkan bahwa kasus pelecehan yang disebutkan oleh Novel telah diputuskan oleh Dewan Pengawas dalam sidang etik pada bulan April 2023. Terlapor dalam kasus tersebut adalah seorang staf dengan inisial M, yang bekerja sebagai petugas registrasi di Rumah Tahanan KPK cabang Gedung Merah Putih atau biasa disebut Rutan K4.

M, seorang pria berusia 35 tahun asal Indramayu, Jawa Barat, dilaporkan oleh adik dari salah satu tersangka kasus jual-beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Pemalang. Kasus korupsi di Pemalang ditangani oleh KPK sejak Agustus 2022.

Adik tersebut melaporkan staf KPK tersebut karena sering menghubungi istri kakaknya yang sedang menjadi tahanan di rutan KPK. M mendapatkan nomor kontak istri tahanan tersebut karena korban sering mengunjungi suaminya di rutan KPK.

VCS 10 Kali

Dari situlah, pegawai KPK tersebut sering berkomunikasi melalui telepon dan panggilan video. Dalam panggilan video tersebut, keduanya diduga melakukan tindakan yang tidak pantas beberapa kali. Mereka juga pernah bertemu sekali di Tegal untuk jalan-jalan.

Staf KPK tersebut mengaku menjalin komunikasi karena sedang mengalami masalah dalam rumah tangganya. Sementara itu, istri tahanan tersebut mengaku terpaksa menuruti permintaan tersebut karena khawatir akan berdampak pada kondisi suaminya yang sedang menjadi tahanan.

"Hal ini sudah dilakukan sebanyak sekitar 10 kali sejak September 2022 sampai Januari 2023,” demikian keterangan pelapor dan korban dalam dokumen putusan Dewas KPK yang dikutip PIFA.

0

0

You can share on :

0 Komentar