Foto: Detikcom

Berita Nasional, PIFA - Partai Demokrat memberikan empat catatan terkait dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Kamis (21/10/2021).

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyoroti soal penurunan kualitas demokrasi, pemberantasan korupsi hingga proyek kereta cepat.

 "Pertama, persepsi terhadap kualitas demokrasi yang menurun," katanya.  

Kamhar berpendapat, kualitas demokrasi yang menurun itu dirasakan oleh sejumlah elemen masyarakat. Menurut dia, hal itu muncul lantaran kebebasan menyatakan pendapat atau kritik kepada pemerintah kerap direspons dengan jerat hukum. 

"Bahkan, hanya sekadar mural sekalipun dikejar seolah sebagai bentuk kejahatan luar biasa," tuturnya.

Kemudian, demokrasi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf juga dinilai memburuk karena para pendengung (buzzer) yang mempersekusi pengkritik dan membiaskan serta mendistorsi informasi.

Kamhar menyinggung catatan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyebutkan indeks demokrasi Indonesia pada posisi terendah dalam kurun 14 tahun terakhir. 

"Skor 6,3 lebih rendah dibanding Timor Leste, Filipina dan Malaysia," ucapnya. 

Catatan kedua, Partai Demokrat mengkritik soal menurunnya sektor pemberantasan korupsi, ia menyinggung soal menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK). 

“ Kemudian, revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang bergulir cepat tanpa memedulikan aspirasi dari kelompok yang menolak revisi,” Ungkapnya.

"Upaya sistematis pelemahan KPK semakin tampak nyata pada pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang menuai sorotan publik dan penuh kontroversi. Lagi-lagi, pemerintah terkesan melakukan pembiaran," tambah dia. 

Kamhar pun menyoroti janji politik Presiden Jokowi saat kampanye soal memperkuat KPK. Namun, dinamika yang ada, kata dia, justru bertolak belakang dengan janji politik Jokowi 

"Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International menjelaskan nasib pemberantasan korupsi yang tidak menentu dan mengalami kemunduran. Ini menunjukkan politik hukum pemerintah semakin menjauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi," ucapnya. 

Catatan berikutnya, Partai Demokrat menyoroti tentang pembangunan ibu kota negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur. 

Menurut Kamhar, agenda itu ibarat agenda tersembunyi yang tiba-tiba disajikan ke publik pasca-pilpres. Ia mengatakan, publik dibuat terkejut karena sebelum Pilpres sama sekali tak ada wacana itu. Pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian terdampak juga tak lantas menyurutkan agenda pemindahan IKN. 

Kamhar berpandangan, pemindahan IKN tak bersifat mendesak dan masih membutuhkan kajian lebih dalam. 

"Pemaksaan di waktu yang tak tepat hanya menimbulkan kecurigaan ini sebagai titipan oligarki. Apalagi, dari sisi pembiayaan, yang hanya mengandalkan utang. Pemerintahan Jokowi tercatat sebagai pengutang terbesar sepanjang republik berdiri," ujarnya.

Catatan keempat, yakni pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang disebut bakal menggunakan dana APBN. Menurut Demokrat, hal tersebut merupakan bentuk pengingkaran nyata atas pernyataan Presiden Joko Widodo terdahulu. Adapun Jokowi sempat menyatakan bahwa pembiayaan kereta cepat itu tidak akan menggunakan dana APBN. Hal itu disampaikan pada 15 September 2015.

Berita Nasional, PIFA - Partai Demokrat memberikan empat catatan terkait dua tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, Kamis (21/10/2021).

Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyoroti soal penurunan kualitas demokrasi, pemberantasan korupsi hingga proyek kereta cepat.

 "Pertama, persepsi terhadap kualitas demokrasi yang menurun," katanya.  

Kamhar berpendapat, kualitas demokrasi yang menurun itu dirasakan oleh sejumlah elemen masyarakat. Menurut dia, hal itu muncul lantaran kebebasan menyatakan pendapat atau kritik kepada pemerintah kerap direspons dengan jerat hukum. 

"Bahkan, hanya sekadar mural sekalipun dikejar seolah sebagai bentuk kejahatan luar biasa," tuturnya.

Kemudian, demokrasi di era pemerintahan Jokowi-Ma'ruf juga dinilai memburuk karena para pendengung (buzzer) yang mempersekusi pengkritik dan membiaskan serta mendistorsi informasi.

Kamhar menyinggung catatan The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyebutkan indeks demokrasi Indonesia pada posisi terendah dalam kurun 14 tahun terakhir. 

"Skor 6,3 lebih rendah dibanding Timor Leste, Filipina dan Malaysia," ucapnya. 

Catatan kedua, Partai Demokrat mengkritik soal menurunnya sektor pemberantasan korupsi, ia menyinggung soal menurunnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK). 

“ Kemudian, revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang bergulir cepat tanpa memedulikan aspirasi dari kelompok yang menolak revisi,” Ungkapnya.

"Upaya sistematis pelemahan KPK semakin tampak nyata pada pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK yang menuai sorotan publik dan penuh kontroversi. Lagi-lagi, pemerintah terkesan melakukan pembiaran," tambah dia. 

Kamhar pun menyoroti janji politik Presiden Jokowi saat kampanye soal memperkuat KPK. Namun, dinamika yang ada, kata dia, justru bertolak belakang dengan janji politik Jokowi 

"Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International menjelaskan nasib pemberantasan korupsi yang tidak menentu dan mengalami kemunduran. Ini menunjukkan politik hukum pemerintah semakin menjauh dari agenda penguatan pemberantasan korupsi," ucapnya. 

Catatan berikutnya, Partai Demokrat menyoroti tentang pembangunan ibu kota negara (IKN) yang baru di Kalimantan Timur. 

Menurut Kamhar, agenda itu ibarat agenda tersembunyi yang tiba-tiba disajikan ke publik pasca-pilpres. Ia mengatakan, publik dibuat terkejut karena sebelum Pilpres sama sekali tak ada wacana itu. Pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian terdampak juga tak lantas menyurutkan agenda pemindahan IKN. 

Kamhar berpandangan, pemindahan IKN tak bersifat mendesak dan masih membutuhkan kajian lebih dalam. 

"Pemaksaan di waktu yang tak tepat hanya menimbulkan kecurigaan ini sebagai titipan oligarki. Apalagi, dari sisi pembiayaan, yang hanya mengandalkan utang. Pemerintahan Jokowi tercatat sebagai pengutang terbesar sepanjang republik berdiri," ujarnya.

Catatan keempat, yakni pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang disebut bakal menggunakan dana APBN. Menurut Demokrat, hal tersebut merupakan bentuk pengingkaran nyata atas pernyataan Presiden Joko Widodo terdahulu. Adapun Jokowi sempat menyatakan bahwa pembiayaan kereta cepat itu tidak akan menggunakan dana APBN. Hal itu disampaikan pada 15 September 2015.

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya