Foto: Dok. PIFA

Berita Nasional, PIFA - Kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang diketuai oleh Eko Pratama selaku koordinator Pusat BEM Nusantara ini menimbulkan tanda tanya besar dan penolakan Sejumlah aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 

Terbentuknya Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) bukannya mendapat dukungan dari mahasiswa, namun penolakan dari sejumlah aliansi BEM semakin banyak disuarakan. Hal ini menjadi pertanyaan bagaimana proses terbentuknya partai ini, yang menamakan dirinya sebagai Partai Mahasiswa tapi tidak didukung oleh mahasiswa.

Ridho Alamsyah dari BEM Nusantara yang berseberangan dengan kubu Eko Pratama menyatakan pembentukan partai ini "mengkhianati" perjuangan mahasiswa di tengah rentetan aksi unjuk rasa yang belakangan mereka gelar, dari menolak penundaan pemilu hingga tuntutan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok.

"Ini kan mengkhianati perjuangan teman-teman, yang hari ini berjuang di jalanan, berjuang dengan cara lain, tiba-tiba mereka mengambil momentum dengan membentuk partai di saat mahasiswa sedang bergerak, ini patut dicurigai," ungkapnya dalam pernyataan sikap pada Sabtu, (23/04/2022)..

Ketua BEM Seluruh Indonesia (SI), Kaharuddin, juga menolak partai politik tersebut mengatasnamakan mahasiswa. Sebab menurut dia, orientasi partai politik yang mengarah pada kekuasaan bertentangan dengan perjuangan mahasiswa yang berbasis pada gerakan moral, bukan kepentingan tertentu.

"Ini tidak merepresentasikan kepentingan mahasiswa Indonesia," kata Kaharuddin kepada BBC News Indonesia, Minggu (24/04/2022).

"Di sana ada kepentingan politik atau segelintir orang yang ingin memakai nama mahasiswa Indonesia. Kami dari BEM SI tegaskan untuk menolak keras pemakaian nama mahasiswa Indonesia dari partai yang dibentuk, karena perlu menjaga independensi dari mahasiswa itu sendiri, baik dari politik praktis atau kepentingan partai politik," kata Kaharuddin.

Sementara itu Muhammad Khalid, Ketua Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) mengatakan skeptis dan waspada terhadap kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia. Dia menduga partai itu dibikin oligarki untuk menjinakkan mahasiswa kritis

“ Saya menyayangkan ada upaya untuk mengkooptasi identitas mahasiswa, seakan-akan dapat diwakili oleh satu identitas tunggal saja. Ketika mencoba menggeneralisasi identitas mahasiswa, ini representasinya hanyalah semu dan imaginer. Sayangnya kalau pandangan mahasiswa dalam sistem politik ini hanya diwakilkan dalam satu entitas, ini sangat menyempitkan pandangan yang beragam," ujarnya. 

"Saya pikir kalau kita perlu skeptis dan waspada, kita bisa menganggap bahwa ini adalah satu agenda yang seakan-akan memang disusun untuk menjinakkan taji yang selama ini disuarakan mahasiswa maupun rakyat, kemudian berusaha dianggap seakan-akan yang didengarkan adalah yang di parlemen dan yang lain tidak usah bersuara. Upayanya adalah mewadahi demokrasi tapi meredam demokrasi lain," tutur Khalid.

Selain penolakan dari Aliansi Mahasiswa dan BEM, Pengamat politik sekaligus Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun mencurigai adanya aktor lain di balik berdirinya PMI.

"Patut diduga ada kemungkinan ada aktor lain di belakang berdirinya partai mahasiswa," kata Ubedillah kepada dikutip dari suara.com, Minggu (24/4/2022).

Ia mengungkapkan, salah satu syarat mendirikan partai politik yakni mesti memiliki kantor di seluruh provinsi serta kabupaten dan kota. Sudah pasti biaya yang dibutuhkan cukup besar.

"Kaya sekali jika mahasiswa punya partai dan punya kantor di semua provinsi dan kabupaten? Dari mana kira-kira biayanya ya?" tutur Ubedillah. 

Di sisi lain, Ubedillah juga menilai munculnya Partai Mahasiswa Indonesia berpotensi memecah belah.

Sehingga, patut diduga pula jika partai politik baru tersebut memang sengaja didirikan untuk memecah belah mahasiswa yang belakangan ini kerap mengkritik kebijakan pemerintah. 

"Pada titik ini, keberadaan partai mahasiswa berpotensi tinggi memecah belah mahasiswa. Artinya, bisa saja sengaja dibuat untuk memecah konsentrasi mahasiswa yang sedang melawan pemerintah," ungkapnya. (ja) 

Berita Nasional, PIFA - Kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang diketuai oleh Eko Pratama selaku koordinator Pusat BEM Nusantara ini menimbulkan tanda tanya besar dan penolakan Sejumlah aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). 

Terbentuknya Partai Mahasiswa Indonesia (PMI) bukannya mendapat dukungan dari mahasiswa, namun penolakan dari sejumlah aliansi BEM semakin banyak disuarakan. Hal ini menjadi pertanyaan bagaimana proses terbentuknya partai ini, yang menamakan dirinya sebagai Partai Mahasiswa tapi tidak didukung oleh mahasiswa.

Ridho Alamsyah dari BEM Nusantara yang berseberangan dengan kubu Eko Pratama menyatakan pembentukan partai ini "mengkhianati" perjuangan mahasiswa di tengah rentetan aksi unjuk rasa yang belakangan mereka gelar, dari menolak penundaan pemilu hingga tuntutan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok.

"Ini kan mengkhianati perjuangan teman-teman, yang hari ini berjuang di jalanan, berjuang dengan cara lain, tiba-tiba mereka mengambil momentum dengan membentuk partai di saat mahasiswa sedang bergerak, ini patut dicurigai," ungkapnya dalam pernyataan sikap pada Sabtu, (23/04/2022)..

Ketua BEM Seluruh Indonesia (SI), Kaharuddin, juga menolak partai politik tersebut mengatasnamakan mahasiswa. Sebab menurut dia, orientasi partai politik yang mengarah pada kekuasaan bertentangan dengan perjuangan mahasiswa yang berbasis pada gerakan moral, bukan kepentingan tertentu.

"Ini tidak merepresentasikan kepentingan mahasiswa Indonesia," kata Kaharuddin kepada BBC News Indonesia, Minggu (24/04/2022).

"Di sana ada kepentingan politik atau segelintir orang yang ingin memakai nama mahasiswa Indonesia. Kami dari BEM SI tegaskan untuk menolak keras pemakaian nama mahasiswa Indonesia dari partai yang dibentuk, karena perlu menjaga independensi dari mahasiswa itu sendiri, baik dari politik praktis atau kepentingan partai politik," kata Kaharuddin.

Sementara itu Muhammad Khalid, Ketua Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) mengatakan skeptis dan waspada terhadap kemunculan Partai Mahasiswa Indonesia. Dia menduga partai itu dibikin oligarki untuk menjinakkan mahasiswa kritis

“ Saya menyayangkan ada upaya untuk mengkooptasi identitas mahasiswa, seakan-akan dapat diwakili oleh satu identitas tunggal saja. Ketika mencoba menggeneralisasi identitas mahasiswa, ini representasinya hanyalah semu dan imaginer. Sayangnya kalau pandangan mahasiswa dalam sistem politik ini hanya diwakilkan dalam satu entitas, ini sangat menyempitkan pandangan yang beragam," ujarnya. 

"Saya pikir kalau kita perlu skeptis dan waspada, kita bisa menganggap bahwa ini adalah satu agenda yang seakan-akan memang disusun untuk menjinakkan taji yang selama ini disuarakan mahasiswa maupun rakyat, kemudian berusaha dianggap seakan-akan yang didengarkan adalah yang di parlemen dan yang lain tidak usah bersuara. Upayanya adalah mewadahi demokrasi tapi meredam demokrasi lain," tutur Khalid.

Selain penolakan dari Aliansi Mahasiswa dan BEM, Pengamat politik sekaligus Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun mencurigai adanya aktor lain di balik berdirinya PMI.

"Patut diduga ada kemungkinan ada aktor lain di belakang berdirinya partai mahasiswa," kata Ubedillah kepada dikutip dari suara.com, Minggu (24/4/2022).

Ia mengungkapkan, salah satu syarat mendirikan partai politik yakni mesti memiliki kantor di seluruh provinsi serta kabupaten dan kota. Sudah pasti biaya yang dibutuhkan cukup besar.

"Kaya sekali jika mahasiswa punya partai dan punya kantor di semua provinsi dan kabupaten? Dari mana kira-kira biayanya ya?" tutur Ubedillah. 

Di sisi lain, Ubedillah juga menilai munculnya Partai Mahasiswa Indonesia berpotensi memecah belah.

Sehingga, patut diduga pula jika partai politik baru tersebut memang sengaja didirikan untuk memecah belah mahasiswa yang belakangan ini kerap mengkritik kebijakan pemerintah. 

"Pada titik ini, keberadaan partai mahasiswa berpotensi tinggi memecah belah mahasiswa. Artinya, bisa saja sengaja dibuat untuk memecah konsentrasi mahasiswa yang sedang melawan pemerintah," ungkapnya. (ja) 

0

0

You can share on :

0 Komentar