PBB Kutuk Serangan terhadap Warga Sipil dan Krisis Kemanusiaan yang Memburuk di Gaza
Internasional | Minggu, 6 Juli 2025
New York/Jakarta – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan keterkejutan dan keprihatinan mendalam atas serangan yang menargetkan warga sipil di Gaza, khususnya mereka yang tengah berusaha mendapatkan bantuan makanan dan berada di lokasi pengungsian.
"Sekjen sangat terkejut dengan krisis kemanusiaan yang makin mendalam di Gaza," ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric, dalam taklimat pers pada Kamis (3/7).
Serangan Tewaskan Banyak Warga Palestina
Menurut Dujarric, serangan dalam beberapa hari terakhir menghantam lokasi penampungan pengungsi dan mereka yang sedang mencari makanan. Serangan-serangan tersebut telah menewaskan dan melukai banyak warga Palestina.
"Sekjen mengutuk keras hilangnya nyawa warga sipil," tegas Dujarric.
Krisis Pengungsian dan Kelangkaan Kebutuhan Dasar
Dalam sepekan terakhir, hampir 30.000 orang kembali terpaksa mengungsi akibat perintah relokasi dari otoritas Israel. Para pengungsi tak memiliki akses yang layak terhadap tempat aman, makanan, air bersih, obat-obatan, dan bahan bakar.
Guterres juga sangat khawatir akan terhentinya bantuan penyelamat jiwa akibat tidak adanya pasokan bahan bakar selama lebih dari 17 minggu.
“Tanpa pasokan bahan bakar yang sangat mendesak, inkubator akan berhenti beroperasi, ambulans tidak akan dapat menjangkau yang terluka dan sakit, dan air tidak dapat dimurnikan,” ujar Dujarric.
Operasi Kemanusiaan Terancam Lumpuh
PBB memperingatkan bahwa operasi kemanusiaan yang sudah sangat terbatas pun kini menghadapi hambatan besar. Saat ini, hanya empat lokasi distribusi bantuan yang dimiliterisasi beroperasi di Gaza oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF), jauh dibandingkan lebih dari 400 pusat bantuan berbasis masyarakat yang pernah dijalankan PBB.
Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), banyak warga sipil yang mencoba menjangkau pusat distribusi GHF justru tewas atau terluka, karena berada di zona militer dan tak memenuhi standar keamanan kemanusiaan.
“Saat ingin membantu orang, Anda tidak menempatkan mereka dalam risiko yang lebih besar,” tegas Dujarric.
Wilayah Layak Huni di Gaza Kini Hanya 15 Persen
OCHA melaporkan bahwa sejak berakhirnya gencatan senjata pada Maret lalu, sudah ada lebih dari 50 perintah pengungsian tambahan. Ditambah dengan zona militer yang ditetapkan Israel, hanya 15 persen wilayah Gaza yang masih bisa dihuni warga sipil. Wilayah tersebut pun penuh sesak, tidak aman, dan minim infrastruktur.
Krisis Perempuan dan Kebutuhan Dasar
Menurut Dana Kependudukan PBB (UNFPA), sekitar 700.000 perempuan dan anak perempuan di Gaza mengalami kesulitan berat dalam menangani kebutuhan dasar seperti menstruasi, karena kekurangan air, sabun, pembalut, dan privasi.
UNFPA telah menyiapkan hampir 170 truk bantuan yang mengangkut kebutuhan tersebut, namun belum diizinkan masuk ke Gaza.
Pekerja Kemanusiaan Jadi Korban
OCHA mencatat, sejak 26 Juni, sembilan pekerja bantuan dari lima organisasi tewas terbunuh. Secara keseluruhan, 479 pekerja bantuan telah tewas sejak Oktober 2023, termasuk 326 staf PBB.
Selain itu, dari sekitar 400 permohonan koordinasi kemanusiaan selama Juni, 44 persen ditolak langsung oleh otoritas Israel, 10 persen menghadapi hambatan meskipun sempat disetujui, dan hanya sepertiga yang berhasil difasilitasi.
Empat dari 16 permohonan pada Kamis (3/7) juga telah ditolak, menghambat upaya kritis seperti pemindahan pasokan medis, pembersihan puing, dan operasi penyelamatan.
PBB kembali menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, akses tanpa hambatan bagi bantuan, serta perlindungan penuh bagi warga sipil dan pekerja kemanusiaan di Gaza.