PDIP Mendukung Permendikbud Tentang Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Kampus
Jakarta | Rabu, 10 November 2021
Berita Nasional, PIFA - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP MY Esti Wijayati mengatakan, kebijakan yang diterbitkan Mendikbudristek Nadiem Makarim itu sesuatu yang progresif, Rabu (10/11/2021).
Esti juga menilai, aturan ini juga tak bisa diartikan sebagai bentuk legalisasi hubungan seks tanpa pernikahan sebagaimana dikhawatirkan sejumlah pihak.
"Permendikbudristek ini tidak bisa diartikan sebagai bentuk pelegalan terhadap terjadinya hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan, juga tak bisa disebut melegalkan LGBT," kata Esti dalam keterangan tertulisnya,
Menurut Esti, seharusnya Permendikbudristek ini mendapat dukungan, bukannya dipermasalahkan dan diminta untuk ditarik.
"Langkah cepat yang dilakukan Nadiem Makarim melalui permendikbudristek ini tentu sudah berdasarkan kajian dan analisa terhadap kejadian-kejadian yang ada di lingkungan kampus," ujarnya.
Lebih lanjut, menurutnya, saat ini DPR juga masih membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Badan Legislasi yang membutuhkan waktu tidak sebentar. Dan karena masih berupa RUU, maka aturan itu belum bisa diimplementasikan.
"Mestinya harus diapresiasi sebagai langkah cepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi bisa dicegah lebih dini, dan bisa dilakukan penanganan sesegera mungkin jika itu terjadi," paparnya.
Sebelumnya, Nadiem menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021 lalu. Aturan ini lantas menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.
Kritik datang dari ormas Muhammadiyah yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena sejumlah pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.
Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 aturan dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan' Frasa 'tanpa persetujuan' ini menuai protes lantaran frasa tersebut bisa ditafsirkan melegalkan zina jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.
Penolakan juga datang dari Majelis Ormas Islam yang meminta agar Permendikbud tersebut dicabut karena secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan. Nadiem pun didesak mencabut Permendikbud tersebut. Kemendikbudristek sendiri telah membantah keras penafsiran tersebut.