Foto: Palopopos

Berita Lokal, PIFA – Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Affandie menyebutkan, anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang emosional menghentikan ekspor. Padahal, kala itu harga TBS Indonesia tengah naik.

Akibat hal itu negara dirugikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut devisa negara dirugikan sebesar Rp32 triliun. "Akhirnya kebijakan ini dikoreksi," kata Affandie, belum lama ini.

Maka itu, dia berharap pemerintah agar dapat menstabilkan harga TBS sawit yang saat ini masih anjlok. Per 26 Juli 2022, harganya di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kalbar hanya Rp1.100. Sementara di tingkat petani tinggal Rp800 per kilogram.

"Jadi tak naik-naik sampai sekarang. Akhirnya menyusahkan petani," katanya.

Dia mengatakan, upaya pemerintah menghapus pajak ekspor CPO sejak 16 Juli tak berdampak pada kenaikan harga TBS pula. 

“Ini masuk dua pekan, harga sawit tak naik," ujarnya.

Harga TBS yang tak kunjung stabil itu, tak lepas dari penurunan kepercayaan pihak luar negeri terhadap Indonesia, sebagai pihak penyuplai CPO yang sempat menghentikan ekspor mendadak.

Di sisi lain, upaya Pemprov Kalbar memulihkan harga TBS dengan penetapan harga minimal, juga tak dapat diikuti seluruh pengusaha. Sebab, para pengusaha juga tetap mengacu pada harga pasar.

Sehingga kata Affandie, jika perdagangan mereka rugi terus, tak mungkin harga pemerintah bisa diberlakukan. Untuk itulah, pemerintah pun tak bisa menyalahkan pengusaha saja. 

“Sebab, jika harga yang ditetapkan tak diikuti dan pengusaha rugi maka bedampak pada ekonomi perusahaan. Apalagi, jika hal tersebut menyebabkan kerugian berat,” paparnya.

Dia berharap, harga TBS ini dapat segera merangkak naik dalam waktu dekat. Dengan demikian, bisa menjadi penyumbang pajak ekspor. 

“Nilainya kan Rp688 rupiah, coba dikali produksi CPO Kalbar 5 juta ton,” pungkas politisi Demokrat itu. (ap)

Berita Lokal, PIFA – Ketua Komisi II DPRD Kalbar, Affandie menyebutkan, anjloknya harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang emosional menghentikan ekspor. Padahal, kala itu harga TBS Indonesia tengah naik.

Akibat hal itu negara dirugikan. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut devisa negara dirugikan sebesar Rp32 triliun. "Akhirnya kebijakan ini dikoreksi," kata Affandie, belum lama ini.

Maka itu, dia berharap pemerintah agar dapat menstabilkan harga TBS sawit yang saat ini masih anjlok. Per 26 Juli 2022, harganya di tingkat Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kalbar hanya Rp1.100. Sementara di tingkat petani tinggal Rp800 per kilogram.

"Jadi tak naik-naik sampai sekarang. Akhirnya menyusahkan petani," katanya.

Dia mengatakan, upaya pemerintah menghapus pajak ekspor CPO sejak 16 Juli tak berdampak pada kenaikan harga TBS pula. 

“Ini masuk dua pekan, harga sawit tak naik," ujarnya.

Harga TBS yang tak kunjung stabil itu, tak lepas dari penurunan kepercayaan pihak luar negeri terhadap Indonesia, sebagai pihak penyuplai CPO yang sempat menghentikan ekspor mendadak.

Di sisi lain, upaya Pemprov Kalbar memulihkan harga TBS dengan penetapan harga minimal, juga tak dapat diikuti seluruh pengusaha. Sebab, para pengusaha juga tetap mengacu pada harga pasar.

Sehingga kata Affandie, jika perdagangan mereka rugi terus, tak mungkin harga pemerintah bisa diberlakukan. Untuk itulah, pemerintah pun tak bisa menyalahkan pengusaha saja. 

“Sebab, jika harga yang ditetapkan tak diikuti dan pengusaha rugi maka bedampak pada ekonomi perusahaan. Apalagi, jika hal tersebut menyebabkan kerugian berat,” paparnya.

Dia berharap, harga TBS ini dapat segera merangkak naik dalam waktu dekat. Dengan demikian, bisa menjadi penyumbang pajak ekspor. 

“Nilainya kan Rp688 rupiah, coba dikali produksi CPO Kalbar 5 juta ton,” pungkas politisi Demokrat itu. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya