Pers rilis kasus penyelundupan satwa liar oleh warga Vietnam. (Dok. PIFA/Andrie P Putra) )

PIFA, Lokal - Berkas penyidikan Gakkum KLHK terhadap LVH (40), warga negara Vietnam tersangka tindak pidana memiliki dan mengangkut satwa dilindungi tanpa izin (ilegal), dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. 

LVH merupakan nahkoda kapal MV Royal 06 berbendera Vietnam sekaligus pemilik satwa dilindungi dari Indonesia yang rencananya diselundupkan ke Vietnam.

LVH berhasil diamanakan dalam patroli LANTAMAL XII Pontianak di perairan Sungai Pontianak pada tanggal 20 Desember 2022. 

Dalam patroli tersebut, ditemukan 36 satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa Bekantan 16 ekor, Burung Kakak Tua Maluku 10 ekor, Burung Kakak Tua Koki 3 ekor, Burung Kakak Tua Putih (3 ekor). 

Kemudiam Burung Kakak Tua Jambul Kuning 3 ekor dan Burung Kakak Tua Raja 1 ekor. 

"Dari hasil pemeriksaan LVH, bahwa satwa-satwa tersebut akan dibawa ke Vietnam," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam pers rilis di Kantor Seksi Wilayah III Pontianak, Balai PPHLHK Wilayah Kalimantan, Markas Komando SPORC Brigade Bekantan, Rabu (15/2/2023).

Satwa-satwa tersebut, lanjut Rasio, dibeli dari beberapa orang. Asal satwa-satwa ini masih dalam pendalaman penyidik. Saat ini penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan lintas batas negara (internasional) satwa yang dilindungi.

Rasio menerangkan, penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah, guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) bangsa Indonesia. 

"Penyelundupan oleh WNA ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia," paparnya.

Kata Rasio, penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan serius, lintas negara (transnational crime) dan menjadi perhatian dunia internasional. 

"Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan," ujarnya.

Rasio juga mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini. Khususnya Lantamal XII Pontianak, Polda Kalimantan Barat dan Kejati Kalbar.

"Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegakan hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya kehati," ujarnya. 

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimanta, Eduward Hutapea mengatakan, penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan LVH sebagai tersangka dengan perbuatan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp100.000.000.

"Terhadap barang bukti berupa satwa Bekantan (Nasalis larvatus) telah dilepasliarkan ke habitatnya melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat," paparnya.

Sedangkan satwa burung dilindungi, saat ini masih dititip rawatkan kepada pihak Yayasan Planet Indonesia (YPI) menunggu pelepasliaran pada habitat asalnya di Papua dan Maluku.

Eduward menambahkan, bahwa dengan telah lengkapnya berkas penyidikan, tersangka LVH dan barang bukti (Tahap-2) segera diserahkan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Tinggi Kalbar. 

"Melalui Kejari Pontianak untuk proses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Pontianak. Kami tetap melakukan pendalaman untuk mengungkap perdagangan satwa liar yang terkait dan kemungkinan perdagangan satwa lainnya,” ungkap Eduward.

Di sisi lain, Dirjen Gakkum, Rasio Sani menambahkan bahwa sebagai bentuk komitmen pemerintah melindungi sumber daya kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan, Gakkum KLHK terus memperkuat berbagai kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya.

"Seperti kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, Bakamla, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta kejaksaan," ujarnya.

Di samping itu, pihaknya terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti Cyber Patrol, dan Intelligence Centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi.

Menurutnya, konsistensi Gakkum KLHK dalam pengamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan TSL sangat penting, untuk memastikan kekayaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara-negara lainnya, agar tetap lestari. 

Saat ini, Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 Operasi Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kawasan Hutan di Indonesia. 
453 di antaranya Operasi Tumbuhan dan Satwa Liar telah dilakukan KLHK bersama kementerian/lembaga lainnya.

"Serta 1.348 perkara pidana dan perdata telah dibawa ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan," pungkasnya. (ap) 

PIFA, Lokal - Berkas penyidikan Gakkum KLHK terhadap LVH (40), warga negara Vietnam tersangka tindak pidana memiliki dan mengangkut satwa dilindungi tanpa izin (ilegal), dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. 

LVH merupakan nahkoda kapal MV Royal 06 berbendera Vietnam sekaligus pemilik satwa dilindungi dari Indonesia yang rencananya diselundupkan ke Vietnam.

LVH berhasil diamanakan dalam patroli LANTAMAL XII Pontianak di perairan Sungai Pontianak pada tanggal 20 Desember 2022. 

Dalam patroli tersebut, ditemukan 36 satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa Bekantan 16 ekor, Burung Kakak Tua Maluku 10 ekor, Burung Kakak Tua Koki 3 ekor, Burung Kakak Tua Putih (3 ekor). 

Kemudiam Burung Kakak Tua Jambul Kuning 3 ekor dan Burung Kakak Tua Raja 1 ekor. 

"Dari hasil pemeriksaan LVH, bahwa satwa-satwa tersebut akan dibawa ke Vietnam," kata Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, dalam pers rilis di Kantor Seksi Wilayah III Pontianak, Balai PPHLHK Wilayah Kalimantan, Markas Komando SPORC Brigade Bekantan, Rabu (15/2/2023).

Satwa-satwa tersebut, lanjut Rasio, dibeli dari beberapa orang. Asal satwa-satwa ini masih dalam pendalaman penyidik. Saat ini penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan lintas batas negara (internasional) satwa yang dilindungi.

Rasio menerangkan, penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen pemerintah, guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) bangsa Indonesia. 

"Penyelundupan oleh WNA ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia," paparnya.

Kata Rasio, penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan serius, lintas negara (transnational crime) dan menjadi perhatian dunia internasional. 

"Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan," ujarnya.

Rasio juga mengapresiasi semua pihak atas dukungannya dalam penanganan kasus ini. Khususnya Lantamal XII Pontianak, Polda Kalimantan Barat dan Kejati Kalbar.

"Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegakan hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumber daya kehati," ujarnya. 

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimanta, Eduward Hutapea mengatakan, penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan LVH sebagai tersangka dengan perbuatan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp100.000.000.

"Terhadap barang bukti berupa satwa Bekantan (Nasalis larvatus) telah dilepasliarkan ke habitatnya melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat," paparnya.

Sedangkan satwa burung dilindungi, saat ini masih dititip rawatkan kepada pihak Yayasan Planet Indonesia (YPI) menunggu pelepasliaran pada habitat asalnya di Papua dan Maluku.

Eduward menambahkan, bahwa dengan telah lengkapnya berkas penyidikan, tersangka LVH dan barang bukti (Tahap-2) segera diserahkan kepada JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Tinggi Kalbar. 

"Melalui Kejari Pontianak untuk proses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Pontianak. Kami tetap melakukan pendalaman untuk mengungkap perdagangan satwa liar yang terkait dan kemungkinan perdagangan satwa lainnya,” ungkap Eduward.

Di sisi lain, Dirjen Gakkum, Rasio Sani menambahkan bahwa sebagai bentuk komitmen pemerintah melindungi sumber daya kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan, Gakkum KLHK terus memperkuat berbagai kerja sama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya.

"Seperti kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, Bakamla, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta kejaksaan," ujarnya.

Di samping itu, pihaknya terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti Cyber Patrol, dan Intelligence Centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi.

Menurutnya, konsistensi Gakkum KLHK dalam pengamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan TSL sangat penting, untuk memastikan kekayaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara-negara lainnya, agar tetap lestari. 

Saat ini, Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 Operasi Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kawasan Hutan di Indonesia. 
453 di antaranya Operasi Tumbuhan dan Satwa Liar telah dilakukan KLHK bersama kementerian/lembaga lainnya.

"Serta 1.348 perkara pidana dan perdata telah dibawa ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan," pungkasnya. (ap) 

0

0

You can share on :

0 Komentar