Pernyataan Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menuai kontroversi. (AP)

PIFA, Politik  -Diwawancarai oleh TV Israel dalam beberapa waktu terakhir, Menteri Keamanan Nasional Israel yang berhaluan keras, Itamar Ben-Gvir, membuat pernyataan kontroversial yang mengguncang dunia.

Dalam wawancara tersebut, ia dengan tegas mengklaim perbedaan hak antara orang Yahudi dan orang Arab di Tepi Barat, yang olehnya disebut sebagai Yudea dan Samaria sesuai dengan nama dalam Alkitab. Pernyataan ini telah memicu perdebatan panas tentang isu Israel dan apartheid, baik di dalam maupun di luar negeri.

“Hak saya, hak istri dan anak-anak saya untuk bergerak bebas di jalan-jalan Yudea dan Samaria lebih penting daripada hak-hak orang Arab,” sebut  Ben-Gvir.

Bella Hadid, supermodel Amerika yang memiliki akar Palestina, merespons tajam pernyataan Ben-Gvir melalui akun Instagramnya yang memiliki hampir 60 juta pengikut.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Palestina menyatakan bahwa pernyataan tersebut hanya menguatkan pandangan bahwa Israel adalah rezim apartheid yang memberlakukan supremasi Yahudi. Namun, di tengah kontroversi ini, banyak pendukung Israel yang menentang label apartheid, dengan alasan bahwa istilah ini seharusnya hanya merujuk kepada Afrika Selatan.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara tegas membantah tuduhan apartheid dalam wawancara dengan media Amerika. Menurutnya, ancaman nyata di kawasan tersebut adalah upaya untuk menghancurkan etnis Yahudi.

Namun, para ahli berpendapat bahwa Israel, meskipun secara resmi belum mencaplok Tepi Barat, telah menguasainya selama lebih dari 50 tahun. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam perlakuan antara penduduk Israel dan Palestina di wilayah tersebut.

Sejumlah peneliti dan pengamat, seperti Samuel Hyde, yang pindah ke Israel dari Afrika Selatan, berpendapat bahwa Israel tidak dapat dianggap sebagai negara apartheid yang sah karena belum mencaplok wilayah Tepi Barat. N

amun, banyak warga Palestina yang berpendapat sebaliknya. Mereka menunjukkan bahwa pemukim Israel di Tepi Barat diatur oleh hukum sipil Israel, memberikan mereka hak dan kebebasan yang tidak diberikan kepada orang Palestina yang diatur oleh hukum militer Israel.

Perdebatan ini semakin memanas dengan tuduhan bahwa menuduh Israel melakukan apartheid adalah bentuk antisemitisme. Organisasi pro-Israel berpendapat bahwa ini adalah upaya untuk menghapuskan negara Yahudi dan menggantikannya dengan penghapusan orang Yahudi.

Sementara itu, sisa dunia terus memantau perkembangan situasi ini dengan keprihatinan, sambil berharap agar perjanjian perdamaian yang dijanjikan dalam Perjanjian Oslo hampir 30 tahun lalu dapat segera terwujud, mengakhiri ketidaksetaraan dalam perlakuan di wilayah tersebut. (hs)

PIFA, Politik  -Diwawancarai oleh TV Israel dalam beberapa waktu terakhir, Menteri Keamanan Nasional Israel yang berhaluan keras, Itamar Ben-Gvir, membuat pernyataan kontroversial yang mengguncang dunia.

Dalam wawancara tersebut, ia dengan tegas mengklaim perbedaan hak antara orang Yahudi dan orang Arab di Tepi Barat, yang olehnya disebut sebagai Yudea dan Samaria sesuai dengan nama dalam Alkitab. Pernyataan ini telah memicu perdebatan panas tentang isu Israel dan apartheid, baik di dalam maupun di luar negeri.

“Hak saya, hak istri dan anak-anak saya untuk bergerak bebas di jalan-jalan Yudea dan Samaria lebih penting daripada hak-hak orang Arab,” sebut  Ben-Gvir.

Bella Hadid, supermodel Amerika yang memiliki akar Palestina, merespons tajam pernyataan Ben-Gvir melalui akun Instagramnya yang memiliki hampir 60 juta pengikut.

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Palestina menyatakan bahwa pernyataan tersebut hanya menguatkan pandangan bahwa Israel adalah rezim apartheid yang memberlakukan supremasi Yahudi. Namun, di tengah kontroversi ini, banyak pendukung Israel yang menentang label apartheid, dengan alasan bahwa istilah ini seharusnya hanya merujuk kepada Afrika Selatan.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara tegas membantah tuduhan apartheid dalam wawancara dengan media Amerika. Menurutnya, ancaman nyata di kawasan tersebut adalah upaya untuk menghancurkan etnis Yahudi.

Namun, para ahli berpendapat bahwa Israel, meskipun secara resmi belum mencaplok Tepi Barat, telah menguasainya selama lebih dari 50 tahun. Hal ini menciptakan ketidaksetaraan dalam perlakuan antara penduduk Israel dan Palestina di wilayah tersebut.

Sejumlah peneliti dan pengamat, seperti Samuel Hyde, yang pindah ke Israel dari Afrika Selatan, berpendapat bahwa Israel tidak dapat dianggap sebagai negara apartheid yang sah karena belum mencaplok wilayah Tepi Barat. N

amun, banyak warga Palestina yang berpendapat sebaliknya. Mereka menunjukkan bahwa pemukim Israel di Tepi Barat diatur oleh hukum sipil Israel, memberikan mereka hak dan kebebasan yang tidak diberikan kepada orang Palestina yang diatur oleh hukum militer Israel.

Perdebatan ini semakin memanas dengan tuduhan bahwa menuduh Israel melakukan apartheid adalah bentuk antisemitisme. Organisasi pro-Israel berpendapat bahwa ini adalah upaya untuk menghapuskan negara Yahudi dan menggantikannya dengan penghapusan orang Yahudi.

Sementara itu, sisa dunia terus memantau perkembangan situasi ini dengan keprihatinan, sambil berharap agar perjanjian perdamaian yang dijanjikan dalam Perjanjian Oslo hampir 30 tahun lalu dapat segera terwujud, mengakhiri ketidaksetaraan dalam perlakuan di wilayah tersebut. (hs)

0

0

You can share on :

0 Komentar