Pilot Lupa Bawa Paspor, Penerbangan United Airlines ke Shanghai Terpaksa Dialihkan
Indonesia | Senin, 24 Maret 2025
Momen saat pesawat United Airlines mendarat. (Dok. United Airlines)
Indonesia | Senin, 24 Maret 2025
Internasional
Berita Internasional, PIFA - Indonesia menyampaikan 3 aspek utama yaitu pencegahan, rehabilitasi dan integrasi serta hak-hak anak yang terasosiasi terorisme di Forum Persatuan Bangsa-bangsa (PBB). Ketiga standar perlindungan anak itu disampakan pada sesi ke-31 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana/Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) yang berlangsung di Wina, Austria (16/05). Sekretaris Utama BNPT (Sestama) Mayjen Dedi Sambowo dalam forum tersebut juga menyampaikan bahwa kejahatan lintas negara semakin kompleks dengan adanya pandemi dan memberikan tantangan tersendiri bagi negara-negara, termasuk semakin maraknya kejahatan siber. “Terdapat kebutuhan mendesak untuk memiliki suatu norma dan standar internasional perlindungan yang komprehensif bagi anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris dan ekstermis berbasis kekerasan", tegasnya. “Tantangan kejahatan global sangat beragam termasuk eksploitasi dan penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dapat mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat", sambungnya. Kemudian Sestama BNPT juga menyampaikan pengalaman Indonesia dalam mengimplementasikan restorative justice untuk mengurangi kejahatan dan kelebihan kapasitas di lembaga pemasyarakatan. Lebih lanjut, Indonesia juga menggarisbawahi tiga langkah utama yang harus dilakukan bersama untuk menanggulangi kejahatan transnasional, yang meliputi identifikasi dan antisipasi ancaman kejahatan transnasional yang terus berkembang, kebijakan nasional yang responsif, serta penguatan kerjasama internasional di segala tingkat. Pada Sesi ke-31 CCPCJ ini, Indonesia menyampaikan kembali pencalonan Indonesia sebagai anggota CCPCJ periode 2024-2026. Forum CCPCJ dihadiri pejabat tinggi dan perwakilan dari negara-negara PBB. Forum ini dibentuk pada tahun 1992 oleh the Economic and Social Council (ECOSOC) dan berfungsi sebagai badan pembuat keputusan di bawah naungan PBB dalam bidang pencegahan kejahatan dan peradilan pidana. Adapun delegasi Indonesia yang hadir dalam sesi tersebut diantaranya BNPT, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Perutusan Tetap RI di Austria, yang sebagian mengikuti secara daring dari Jakarta. (yd)
Teknologi
PIFA, Teknologi - Industri kecerdasan buatan (AI) di China mencatat kemajuan pesat, khususnya dalam teknologi model bahasa berskala besar. Para pengamat menilai perkembangan ini berhasil menggagalkan kebijakan penindasan Amerika Serikat (AS), terutama di tengah ketegangan geopolitik.Pada pembukaan Pertemuan Tahunan Forum Ekonomi Dunia (WEF) 2025 di Davos, perusahaan AI China, DeepSeek, meluncurkan model sumber terbuka DeepSeek-R1. Model ini menggunakan metode pembelajaran mendalam murni, memungkinkan AI memiliki kemampuan penalaran spontan. Menurut DeepSeek, performa model ini setara dengan model terkemuka seperti OpenAI dalam tugas matematika, coding, dan penalaran bahasa alami.Max Tegmark dari MIT menyoroti bahwa China, yang sebelumnya tertinggal dalam model bahasa besar, kini telah mengejar ketertinggalannya. Dia menyebut pembatasan kerja sama teknologi akibat geopolitik sebagai langkah "bodoh dan keliru."China terus menunjukkan inovasi di bidang AI. Pada Desember 2024, DeepSeek merilis model hibrid DeepSeek-V3, yang performanya setara dengan model GPT-4o dan Claude-3.5-Sonnet, tetapi lebih hemat biaya. Bahkan, majalah The Economist menilai bahwa kemajuan AI China "mengatur ulang industri dan mempermalukan kebijakan AS."Selain model bahasa, AI fisik menawarkan peluang besar bagi China. Li Yifan dari Hesai Technology menyatakan bahwa kombinasi AI digital dengan produk fisik memberikan China keunggulan dalam rantai pasokan, produksi berskala besar, dan efisiensi biaya.Keberhasilan ini membuktikan bahwa meski dibatasi oleh AS, para insinyur China mampu mengembangkan teknologi yang lebih efektif dan kompetitif, membuka era baru dominasi AI global.
Nasional
Berita Nasional, PIFA – Polri membantah telah menangkap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang terkait dengan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Bantahan tersebut disampaikan langsung oleh Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Mabes Polri. Polri meluruskan bahwa pihaknya tak menangkap Irjen Sambo, namun hanya ditempatkan khusus lantaran diduga telah melakukan pelanggaran kode etik terkait masalah ketidakprofesionalan dalam olah TKP kasus Brigadir J. Karena itu, Irjen Sambo pun dibawa ke Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok. “Iya betul, jadi tidak ada itu (penangkapan). Irjen FS diduga melakukan pelanggaran terkait menyangkut masalah ketidakprofesionalan di dalam olah TKP. Oleh karenanya, pada malam hari ini yang bersangkutan langsung ditempatkan di tempat khusus yaitu di Korps Brimob Polri,” terang Irjen Dedi di Jakarta, Sabtu (6/8/2022) malam, mengutip Detikcom. Menurut Irjen Dedi, salah satu ketidakprofesionalannya adalah masalah CCTV yang disorot oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “(Ketidakprofesionalan) dalam pelaksanaan olah TKP seperti Pak Kapolri sampaikan, terjadi misalnya pengambilan CCTV dan lain sebagainya,” ungkap Irjen Dedi. Lebih lanjut, Kadiv Humas Polri pun meminta publik agar menanti hasil pemeriksaan lengkap tim khusus (timsus). Dia mengatakan Polri berjanji akan memaparkan hasil pemeriksaan secara transparan. “Ini nanti, rekan-rekan saya tidak mau menyampaikan terlalu terburu-buru, saya menunggu betul-betul kerja timsus selesai semuanya. Kalau selesai semuanya baru bisa dijelaskan secara komprehensif,” tutupnya. (yd)