PM India Narendra Modi Kembali Hina Umat Islam saat Kampanye
India | Rabu, 15 Mei 2024
PIFA, Internasional - Perdana Menteri India, Narendra Modi, sekali lagi menjadi sorotan publik setelah terbukti menggunakan retorika anti-Islam dalam kampanye pemilihan umum (pemilu). Menurut laporan dari Voice of America (VOA), Modi telah beberapa kali menggunakan bahasa yang merendahkan Islam saat berkampanye di berbagai wilayah India.
Salah satu insiden terbaru terjadi di Provinsi Madhya Pradesh pada hari Selasa lalu. Modi, dalam pidatonya, mengajak pendukungnya untuk berhati-hati dalam memilih antara "Vote Jihad" dan "Ram Rajya".
Ram Rajya merupakan istilah yang berarti "Pemerintahan Ram" yang merujuk pada masyarakat ideal yang ditandai dengan kesetaraan, kemakmuran, dan keadilan. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang percaya cita-cita ini hanya bisa dicapai dengan kemenangan partai sayap kanan pimpinan Modi, Bharatiya Janata Party (BJP).
Sementara "Vote Jihad" adalah istilah yang dikutip Modi untuk menuduh lawannya, Partai Kongres Nasional India, menggunakan strategi politik agresif untuk menggalang dukungan dari umat Islam.
"Pada titik balik penting dalam sejarah ini, Anda harus memutuskan apakah Anda akan mengizinkan "Vote Jihad" berlanjut atau memilih untuk mendukung pembangunan Ram Rajya," kata Modi kepada pendukungnya, seperti dikutip VOA.
"Teroris di Pakistan telah melancarkan jihad melawan India. Di sini, partai Kongres mengumumkan Vote Jihad melawan BJP. Mereka juga meminta para pengikutnya dari agama tertentu [Muslim] untuk bersatu melawan Modi," lanjut dia.
Modi bahkan mengklaim bahwa Partai Kongres Nasional membantu umat Islam untuk mengambil alih India.
Tindakan Modi ini menuai kritik dari berbagai pihak. Profesor Hindi dari Universitas Delhi, Apoorvand, menilai bahwa BJP, partai yang dipimpin Modi, menggunakan retorika anti-Islam karena keputusasaan atas kurangnya dukungan dari warga India. Apoorvand menambahkan bahwa BJP memperdebatkan pemilihan ini sebagai perang antara Hindu dan Muslim.
Dalam konteks yang lebih luas, Zafarul-Islam Khan, mantan ketua Komisi Minoritas Delhi, menyebut bahwa Modi telah lama melaksanakan kampanye anti-Muslim, terutama setelah tragedi Kerusuhan Gujarat 2002. Bahkan setelah menjadi PM pada 2014, harapan bahwa Modi akan menjadi pemimpin yang adil bagi semua warga India, termasuk Muslim, pupus begitu saja.
Kritik terhadap Modi juga datang dari Aakar Patel, ketua dewan Amnesty International di India, yang menilai bahwa pidato-pidato kebencian Modi hanya akan memperluas diskriminasi sistematis terhadap Muslim India. (ad)