Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Heri Mustamin. (Dok. Istimewa/golkarpedia.com)

PIFA, Lokal - Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Heri Mustamin menilai Pemerintah Provinsi Kalbar tidak serius menangani persoalan tapal batas antara Pontianak dan Kubu Raya di Perumnas IV.

"Persoalan Perumnas IV sudah terjadi sejak lama. Bahkan, demo sudah sering dilakukan," katanya, kemarin.

Masalah itu sudah terjadi sejak era Gubernur Usman Jafar, kemudian Cornelis hingga kini ke Sutarmidji.

"Persoalan tapal batas tak selesai. Dari bupati ke bupati, dari wali kota ke wali kota, tak ada keseriusan menanganinya," ujarnya.

Puncaknya, dengan keluarnya Permendagri Nomor 52 Tahun 2020. Akhirnya, kembali menuai protes dan penolakan masyarakat.

Hal ini berdampak pada administrasi kependudukan. Lalu berdampak pada hak pilih masyarakat untuk menggunakan hak pilih di Pemilu 2024.

“Sebagai warga Pontianak Timur, saya kecewa,” katanya.

Menurutnya, persoalan tapal batas harus jadi perhatian kepala daerah. Jangan dianggap tidak ada persoalan. Sebab, kepala daerah berperan dalam memberikan perlindungan rakyat, termasuk hak memilih.

Lagislator partai Golkar ini berharap, di sisa jabatan bupati, wali kota dan gubernur akan ada pencerahan yang baik soal polemik tapal batas ini.

Dia juga meminta agar Biro Pemerintahan di Provinsi, dan SKPD di kabupaten dan kota yang berhubungan pemerintahan harus melakukan konsultasi menyikapi harapan masyarakat supaya ada solusi terbaik.

Diberitakan sebelumnya, Warga Perumnas IV, dan Star Borneo Residen 7, menolak Coklit yang dilakukan KPU Kubu Raya.

Warga Kelurahan Saigon, Kecamatan Pontianak Timur, bahkan mengancam bakal golput di Pemilu 2024 jika harus menggunakan hak politik di Kubu Raya. (ap)

PIFA, Lokal - Ketua Komisi V DPRD Kalbar, Heri Mustamin menilai Pemerintah Provinsi Kalbar tidak serius menangani persoalan tapal batas antara Pontianak dan Kubu Raya di Perumnas IV.

"Persoalan Perumnas IV sudah terjadi sejak lama. Bahkan, demo sudah sering dilakukan," katanya, kemarin.

Masalah itu sudah terjadi sejak era Gubernur Usman Jafar, kemudian Cornelis hingga kini ke Sutarmidji.

"Persoalan tapal batas tak selesai. Dari bupati ke bupati, dari wali kota ke wali kota, tak ada keseriusan menanganinya," ujarnya.

Puncaknya, dengan keluarnya Permendagri Nomor 52 Tahun 2020. Akhirnya, kembali menuai protes dan penolakan masyarakat.

Hal ini berdampak pada administrasi kependudukan. Lalu berdampak pada hak pilih masyarakat untuk menggunakan hak pilih di Pemilu 2024.

“Sebagai warga Pontianak Timur, saya kecewa,” katanya.

Menurutnya, persoalan tapal batas harus jadi perhatian kepala daerah. Jangan dianggap tidak ada persoalan. Sebab, kepala daerah berperan dalam memberikan perlindungan rakyat, termasuk hak memilih.

Lagislator partai Golkar ini berharap, di sisa jabatan bupati, wali kota dan gubernur akan ada pencerahan yang baik soal polemik tapal batas ini.

Dia juga meminta agar Biro Pemerintahan di Provinsi, dan SKPD di kabupaten dan kota yang berhubungan pemerintahan harus melakukan konsultasi menyikapi harapan masyarakat supaya ada solusi terbaik.

Diberitakan sebelumnya, Warga Perumnas IV, dan Star Borneo Residen 7, menolak Coklit yang dilakukan KPU Kubu Raya.

Warga Kelurahan Saigon, Kecamatan Pontianak Timur, bahkan mengancam bakal golput di Pemilu 2024 jika harus menggunakan hak politik di Kubu Raya. (ap)

0

0

You can share on :

0 Komentar