Politikus PDIP Pertanyakan Gugatan Mahasiswa soal Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR
Politik | Jumat, 21 November 2025
PIFA, Politik - Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Darmadi Durianto, menanggapi gugatan lima mahasiswa ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar rakyat dapat memecat atau melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap anggota DPR. Ia menyebut gugatan tersebut sah sebagai hak warga negara, namun mempertanyakan mekanisme pemecatan jika kewenangan itu diberikan kepada rakyat.
“Kalau kemudian rakyat bisa langsung, ya rakyat yang mana? Mekanismenya seperti apa? Itu yang harus dipertimbangkan,” kata Darmadi di kompleks parlemen, Kamis (20/11).
Menurut Darmadi, saat ini tidak ada aturan yang mengatur PAW anggota DPR selain melalui partai politik sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3. Ia meminta MK mencermati secara serius dasar gugatan tersebut, terutama terkait perubahan mekanisme yang diajukan para pemohon.
Selama ini, PAW dilakukan bila anggota DPR meninggal dunia, mengundurkan diri, tidak lagi memenuhi syarat, atau terjerat kasus hukum dengan putusan inkrah. Posisi anggota DPR yang diberhentikan kemudian digantikan oleh calon dengan perolehan suara terbanyak berikutnya dari daerah pemilihan yang sama.
Darmadi menilai pemberian kewenangan kepada rakyat untuk memecat anggota DPR bukan perkara sederhana karena masyarakat tidak memiliki kehendak tunggal. “Ada yang mendukung, ada yang menolak. Sulit mengambil keputusan yang benar-benar merepresentasikan kehendak rakyat,” ujarnya. Ia mengatakan mekanisme paling sederhana tetap melalui evaluasi pada pemilu berikutnya.
Gugatan yang diajukan lima mahasiswa—Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, Muhammad Adnan, dan Tsalis Khoirul Fatna—meminta MK menafsirkan ulang Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3. Mereka ingin ketentuan PAW bukan hanya melalui partai politik, tetapi juga dapat diusulkan oleh konstituen di daerah pemilihan sebagai bentuk kontrol publik terhadap wakil rakyat.
Para pemohon menilai absennya mekanisme pemberhentian oleh rakyat membuat peran pemilih dalam pemilu menjadi sebatas prosedural, sementara anggota DPR yang sudah terpilih tak lagi punya ikatan akuntabilitas langsung terhadap konstituennya.




















