Cho Jae-weon, Seorang Profesor Teknik Perkotaan dan Lingkungan di Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (UNIST) Korea Selatan merancang toilet ramah lingkungan yang terhubung ke laboratorium tinja. Toilet inovatif itu bisa menghasilkan biogas dan pupuk kandang. Seperti dikutip dari Reuters (11/7), saat sedang buang hajat di toilet, kita juga dapat membeli kopi atau pisang di kantin universitas dengan mata uang digital hasil olahan hajat.

Menariknya, tinja manusia yang masuk dalam toilet itu dapat diolah menjadi listrik untuk menerangi gedung. Toilet tersebut namanya “Toilet BeeVi”, gabungan kata lebah dan penglihatan yang menggunakan pompa vakum untuk mengirim tinja ke tangki bawah tanah, BeeVi dapat mengurangi penggunaan air. Di toilet itu, mikroorganisme memecah limbah menjadi metana, kemudian metana diolah menjadi sumber listrik untuk bangunan itu, memasok gas untuk kompor gas, pemanas air, dan sel bahan bakar oksida padat. 

“Jika kita berpikir dengan perspektif baru, tinja memiliki nilai berharga untuk memproduksi energi dan pupuk. Saya memasukkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis,” ungkap Profesor Cho di laman Reuters.

Profesor Cho menjelaskan rata-rata orang buang air besar sekitar 500 gram sehari, air besar tersebut dapat diubah menjadi 50 liter gas metana. Gas ini dapat menghasilkan listrik 0,5kWh. Bila digunakan untuk bahan bakar kendaraan, cukup untuk berkendara sejauh sekitar 1,2 km.

Kemudian, Cho juga telah merancang mata uang virtual yang disebut Ggool, yang berarti madu dalam bahasa Korea. Setiap orang yang menggunakan toilet ramah lingkungan mendapatkan 10 Ggool sehari.

Melansir dari SindoNews.com, mahasiswa dapat menggunakan mata uang tersebut untuk membeli barang-barang di kampus, mulai dari kopi hingga mi instan, buah-buahan, dan buku. Mereka dapat mengambil produk yang inginkannya di toko dan memindai kode QR untuk membayar dengan Ggool.

“Saya dulu berpikir bahwa tinja itu kotor. Namun, sekarang tinja adalah harta yang sangat berharga bagi saya. Bahkan saat makan pun saya membahas tentang tinja, memikirkan tentang buku-buku apa saja yang ingin saya beli,” kata Hui-jin, mahasiswa pascasarjana Heo, di pasar Ggool, mengutip dari Reuters.

Cho Jae-weon, Seorang Profesor Teknik Perkotaan dan Lingkungan di Institut Sains dan Teknologi Nasional Ulsan (UNIST) Korea Selatan merancang toilet ramah lingkungan yang terhubung ke laboratorium tinja. Toilet inovatif itu bisa menghasilkan biogas dan pupuk kandang. Seperti dikutip dari Reuters (11/7), saat sedang buang hajat di toilet, kita juga dapat membeli kopi atau pisang di kantin universitas dengan mata uang digital hasil olahan hajat.

Menariknya, tinja manusia yang masuk dalam toilet itu dapat diolah menjadi listrik untuk menerangi gedung. Toilet tersebut namanya “Toilet BeeVi”, gabungan kata lebah dan penglihatan yang menggunakan pompa vakum untuk mengirim tinja ke tangki bawah tanah, BeeVi dapat mengurangi penggunaan air. Di toilet itu, mikroorganisme memecah limbah menjadi metana, kemudian metana diolah menjadi sumber listrik untuk bangunan itu, memasok gas untuk kompor gas, pemanas air, dan sel bahan bakar oksida padat. 

“Jika kita berpikir dengan perspektif baru, tinja memiliki nilai berharga untuk memproduksi energi dan pupuk. Saya memasukkan nilai ini ke dalam sirkulasi ekologis,” ungkap Profesor Cho di laman Reuters.

Profesor Cho menjelaskan rata-rata orang buang air besar sekitar 500 gram sehari, air besar tersebut dapat diubah menjadi 50 liter gas metana. Gas ini dapat menghasilkan listrik 0,5kWh. Bila digunakan untuk bahan bakar kendaraan, cukup untuk berkendara sejauh sekitar 1,2 km.

Kemudian, Cho juga telah merancang mata uang virtual yang disebut Ggool, yang berarti madu dalam bahasa Korea. Setiap orang yang menggunakan toilet ramah lingkungan mendapatkan 10 Ggool sehari.

Melansir dari SindoNews.com, mahasiswa dapat menggunakan mata uang tersebut untuk membeli barang-barang di kampus, mulai dari kopi hingga mi instan, buah-buahan, dan buku. Mereka dapat mengambil produk yang inginkannya di toko dan memindai kode QR untuk membayar dengan Ggool.

“Saya dulu berpikir bahwa tinja itu kotor. Namun, sekarang tinja adalah harta yang sangat berharga bagi saya. Bahkan saat makan pun saya membahas tentang tinja, memikirkan tentang buku-buku apa saja yang ingin saya beli,” kata Hui-jin, mahasiswa pascasarjana Heo, di pasar Ggool, mengutip dari Reuters.

0

0

You can share on :

0 Komentar