Foto: Dok. PIFA/Jimmi

Berita Kalbar, PIFA - Beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kalimantan Barat mengenang sosok guru bangsa yaitu Buya Syafi'i & Gusdur sebagai sosok yang menjadi teladan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tokoh Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, Wajidin Sayadi menyampaikan bahwa pemikiran Buya Syafi’i & Gus Dur sangat relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kerena sikqp inklusifitas keterbukaanya dengan semua elemen masyarakat yang harus menjadi teladan masyarakat semuanya. 

"Kemudian unsur kesederhanaannya dari kedua tokoh ini hingga membuatnya dekat dengan yang lain misalnya Gus dur sebagai Presiden tapi mudah komunikasi dengan masyarakat biasa, kemudian Buya Syafi’i sebagai profesor dan tokoh besar  dia menjadi jembatan komunikasi tokoh besar namun mudah berkomunikasi  dengan masyarakat biasa," ujar  Wajidin Sayadi saat menghadiri agenda diskusi di Aula SD 02 Muhammadiyah Pontianak, pada Jumat (10/06/2022) malam.

Wajidin Sayadi  menambahkan sebagai bangsa yang manjemuk sikap bernegara saling toleransi dan menghargai inilah yang harus diterapkan di Kalbar.

"Sikap pluralisme jadi pengakuan terhadap identitas budaya itu sangat manjemuk, Walalupun kedua tokoh ini sudah meninggal tapi dengan pemikirannya yang inklusif yang harus  dipraktekan," jelasnya. 

Kemudian Tokoh Muhamadiyah Kalbar Samsul Hidayah mengatakan  bahwa Kedua tokoh ini adalah sentral di indonesia dalam mengawal mengembangkan bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara yang terbuka.

"Moderat yang menghargai perbedaan termaksud melindung minoritas di indonesia dan itu dibuktikan tidak hanya dalam takaran intelektual, tapi juga lewat aksi nyata lewat organisasi Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama dalam berbagai bidang," ujarnya. 

"Dan Buya Syafi’i dan Gus Dur itu menunjukan bahwa Indonesia itu harus menembus batas batas suku dan golongan," tambahnya.

Samsul menyampaikan sebagai kaum mileneal harus menerapkan pemikiran dalam kecerdasan berliterasi melalui media sosial karna itu membutuhkan kearifan dalam berkomunikasi dengan tidak mengarah kepada isuu-isu rasis.

"Melalui literasi media sosial isu primodialisme dan penghujatan keyakinan orang lain  dengan kemudian pemikiran yang radikal itu semunya harus diantisipasi dan diterjemahkan dalam bentuk interaksi dan komunikasi di media sosial agar bisa diterima semua kalangan," tutupnya.

Selain itu tokoh Agama Katolik Kalimantan Barat Romo Astanto juga mengenang sosok Buya Syafi’i & Gus Dur, dia memandang bahawa Kedua tokoh ini memperdalam iman mereka sendiri dengan menerapkan ilmu kehidupan. 

"Kalau gusdur jelas bagaimana iman itu teraplikasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dan saya sangat tertarik dua tokoh ini memperdalam ilmu agama orang lain, dan saya terkejut gusdur pernah membacakan konsili vatikan 2 gereja," kenangnya.

"Saya kira hal inilah yang membuat mereka terbuka luas mempelajari agama orang lain dan saya rasa mereka sangat nasionalis dan inklusif terhadap semua agama," timpalnya. 

Dia juga menuturkan kedekatan gereja katolik dengan kedua tokoh ini baik itu melalui organisasi NU maupun Muhammadiyah. 

"Dari segi kedekatan kedua tokoh ini, gereja katolik lebih dulu dekat dengan NU awalnya, tetapi dari sisi kepemikiran dan konseptual saya rasa gereja katolik juga dekat dengan muhammadiyah, sedangkan dari segi pengaruh dan kerjasama gereja katolik dekat dengan kedua-duanya," tutupnya. (ja)

Berita Kalbar, PIFA - Beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama di Kalimantan Barat mengenang sosok guru bangsa yaitu Buya Syafi'i & Gusdur sebagai sosok yang menjadi teladan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tokoh Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat, Wajidin Sayadi menyampaikan bahwa pemikiran Buya Syafi’i & Gus Dur sangat relevan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kerena sikqp inklusifitas keterbukaanya dengan semua elemen masyarakat yang harus menjadi teladan masyarakat semuanya. 

"Kemudian unsur kesederhanaannya dari kedua tokoh ini hingga membuatnya dekat dengan yang lain misalnya Gus dur sebagai Presiden tapi mudah komunikasi dengan masyarakat biasa, kemudian Buya Syafi’i sebagai profesor dan tokoh besar  dia menjadi jembatan komunikasi tokoh besar namun mudah berkomunikasi  dengan masyarakat biasa," ujar  Wajidin Sayadi saat menghadiri agenda diskusi di Aula SD 02 Muhammadiyah Pontianak, pada Jumat (10/06/2022) malam.

Wajidin Sayadi  menambahkan sebagai bangsa yang manjemuk sikap bernegara saling toleransi dan menghargai inilah yang harus diterapkan di Kalbar.

"Sikap pluralisme jadi pengakuan terhadap identitas budaya itu sangat manjemuk, Walalupun kedua tokoh ini sudah meninggal tapi dengan pemikirannya yang inklusif yang harus  dipraktekan," jelasnya. 

Kemudian Tokoh Muhamadiyah Kalbar Samsul Hidayah mengatakan  bahwa Kedua tokoh ini adalah sentral di indonesia dalam mengawal mengembangkan bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara yang terbuka.

"Moderat yang menghargai perbedaan termaksud melindung minoritas di indonesia dan itu dibuktikan tidak hanya dalam takaran intelektual, tapi juga lewat aksi nyata lewat organisasi Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama dalam berbagai bidang," ujarnya. 

"Dan Buya Syafi’i dan Gus Dur itu menunjukan bahwa Indonesia itu harus menembus batas batas suku dan golongan," tambahnya.

Samsul menyampaikan sebagai kaum mileneal harus menerapkan pemikiran dalam kecerdasan berliterasi melalui media sosial karna itu membutuhkan kearifan dalam berkomunikasi dengan tidak mengarah kepada isuu-isu rasis.

"Melalui literasi media sosial isu primodialisme dan penghujatan keyakinan orang lain  dengan kemudian pemikiran yang radikal itu semunya harus diantisipasi dan diterjemahkan dalam bentuk interaksi dan komunikasi di media sosial agar bisa diterima semua kalangan," tutupnya.

Selain itu tokoh Agama Katolik Kalimantan Barat Romo Astanto juga mengenang sosok Buya Syafi’i & Gus Dur, dia memandang bahawa Kedua tokoh ini memperdalam iman mereka sendiri dengan menerapkan ilmu kehidupan. 

"Kalau gusdur jelas bagaimana iman itu teraplikasi secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dan saya sangat tertarik dua tokoh ini memperdalam ilmu agama orang lain, dan saya terkejut gusdur pernah membacakan konsili vatikan 2 gereja," kenangnya.

"Saya kira hal inilah yang membuat mereka terbuka luas mempelajari agama orang lain dan saya rasa mereka sangat nasionalis dan inklusif terhadap semua agama," timpalnya. 

Dia juga menuturkan kedekatan gereja katolik dengan kedua tokoh ini baik itu melalui organisasi NU maupun Muhammadiyah. 

"Dari segi kedekatan kedua tokoh ini, gereja katolik lebih dulu dekat dengan NU awalnya, tetapi dari sisi kepemikiran dan konseptual saya rasa gereja katolik juga dekat dengan muhammadiyah, sedangkan dari segi pengaruh dan kerjasama gereja katolik dekat dengan kedua-duanya," tutupnya. (ja)

0

0

You can share on :

0 Komentar

Berita Lainnya