Trump Bantah Laporan Intelijen AS Soal Gagalnya Serangan ke Situs Nuklir Iran
Internasional | Rabu, 25 Juni 2025
PIFA, Internasional - Presiden Amerika Serikat Donald Trump membantah keras laporan intelijen yang menyebut serangan militer AS ke Iran pada akhir pekan lalu gagal menghancurkan situs nuklir negara tersebut. Laporan tersebut pertama kali diungkap oleh CNN dan kemudian disebarluaskan oleh media besar lainnya seperti New York Times dan Washington Post.
Melalui platform Truth Social pada Rabu (25/6), Trump dengan tegas menyatakan bahwa serangan militer AS telah berhasil menghancurkan target.
"SITUS-SITUS NUKLIR IRAN SUDAH BENAR-BENAR HANCUR!" tulis Trump, seperti dikutip AFP.
Pernyataan Trump ini juga didukung oleh juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, yang menyebut laporan itu sebagai hoaks dan tuduhan tidak berdasar. Ia mengecam kebocoran informasi tersebut yang berasal dari sumber anonim di komunitas intelijen.
"Penilaian yang dituduhkan ini jelas-jelas salah dan diklasifikasikan sebagai sangat rahasia tetapi tetap saja dibocorkan ke CNN oleh seorang pecundang anonim dan rendahan di komunitas intelijen," kata Leavitt melalui akun X miliknya.
Leavitt menambahkan bahwa laporan awal itu bertujuan untuk merendahkan Presiden Trump dan mendiskreditkan pilot pembom B-2 yang melakukan operasi. Ia menegaskan, "Semua orang tahu apa yang terjadi ketika Anda menjatuhkan empat belas bom seberat 30.000 pon dengan sempurna pada targetnya: kehancuran total."
Namun, laporan awal dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA) menyebut bahwa serangan tersebut tidak menghancurkan komponen inti dari program nuklir Iran. Tiga sumber yang mengetahui situasi menyebut bahwa persediaan uranium yang diperkaya tidak hancur dan jumlah sentrifus di dalam fasilitas nuklir sebagian besar tetap utuh.
Laporan tersebut didasarkan pada penilaian kerusakan pasca-serangan oleh Komando Pusat AS, yang berlawanan dengan klaim penuh keyakinan dari Trump.
Ketegangan ini menambah dinamika kompleks antara retorika politik dan hasil analisis militer, terutama terkait isu sensitif seperti program nuklir Iran dan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.