Menkes Budi Gunadi Sadikin (kiri) saat mengikuti rapat terbatas upaya peningkatan kualitas udara di Jabodetabek, Senin (28/8/2023), di Istana Merdeka. (Humas Setkab/Agung)

PIFA, Nasional - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa polusi udara memiliki peran signifikan dalam penyebab enam besar penyakit gangguan pernapasan di Indonesia. Penyakit-penyakit tersebut meliputi pneumonia (infeksi paru-paru), infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, tuberkulosis, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Pernyataan ini disampaikan oleh Menkes setelah mengikuti rapat terbatas (ratas) yang membahas tentang peningkatan kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Rapat tersebut dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (28/08/2023).

Menkes Budi menyatakan bahwa penyebab dominan dari penyakit gangguan pernapasan tersebut adalah polusi udara, yang berkontribusi antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama, yaitu pneumonia, ISPA, dan asma.
“Kita lihat salah satu penyebab [penyakit gangguan pernapasan] yang paling dominan adalah polusi udara. Itu antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi: pneumonia, kemudian ISPA, dan asma,” terang Budi, mengutip Setkab RI.

Dampak dari enam penyakit gangguan pernapasan tersebut pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sangat besar. Menkes menyebut bahwa pada tahun 2022, beban BPJS akibat penyakit ini mencapai Rp10 triliun dan cenderung meningkat pada tahun 2023.

Menkes menjelaskan bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pedoman untuk memantau lima komponen udara terkait dampaknya pada kesehatan. Komponen-komponen ini meliputi gas nitrogen, karbon, dan sulfur, serta partikel-partikel PM 10 dan PM 2,5.

Budi mengingatkan bahwa partikel PM 2,5 memiliki dampak yang paling serius pada kesehatan, karena ukurannya yang kecil memungkinkan partikel tersebut masuk ke dalam alveoli di paru-paru, yang menyebabkan penyakit seperti pneumonia. Oleh karena itu, pemantauan kualitas udara dalam hal PM 2,5 sangat penting.

Presiden meminta Menkes dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyesuaikan standar kualitas udara yang telah diperketat oleh WHO.

Untuk memantau kualitas udara, puskesmas di Jabodetabek telah dilengkapi dengan alat pemantau kadar PM 2,5 secara waktu nyata. Menkes juga menegaskan akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak kesehatan dari polusi udara.

Selain itu, Kemenkes mendorong penggunaan masker sebagai langkah preventif jika polusi udara tinggi. Menkes menekankan pentingnya masker dengan spesifikasi KF 94 atau KN 95 yang mampu menahan partikel-partikel kecil.

Kementerian Kesehatan juga akan memberikan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek mengenai langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Tujuannya adalah agar pasien yang datang mendapatkan penanganan dan diagnosis yang seragam. (yd)

PIFA, Nasional - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa polusi udara memiliki peran signifikan dalam penyebab enam besar penyakit gangguan pernapasan di Indonesia. Penyakit-penyakit tersebut meliputi pneumonia (infeksi paru-paru), infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, tuberkulosis, kanker paru-paru, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Pernyataan ini disampaikan oleh Menkes setelah mengikuti rapat terbatas (ratas) yang membahas tentang peningkatan kualitas udara di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek). Rapat tersebut dipimpin oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (28/08/2023).

Menkes Budi menyatakan bahwa penyebab dominan dari penyakit gangguan pernapasan tersebut adalah polusi udara, yang berkontribusi antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama, yaitu pneumonia, ISPA, dan asma.
“Kita lihat salah satu penyebab [penyakit gangguan pernapasan] yang paling dominan adalah polusi udara. Itu antara 24-34 persen dari tiga penyakit utama tadi: pneumonia, kemudian ISPA, dan asma,” terang Budi, mengutip Setkab RI.

Dampak dari enam penyakit gangguan pernapasan tersebut pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sangat besar. Menkes menyebut bahwa pada tahun 2022, beban BPJS akibat penyakit ini mencapai Rp10 triliun dan cenderung meningkat pada tahun 2023.

Menkes menjelaskan bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pedoman untuk memantau lima komponen udara terkait dampaknya pada kesehatan. Komponen-komponen ini meliputi gas nitrogen, karbon, dan sulfur, serta partikel-partikel PM 10 dan PM 2,5.

Budi mengingatkan bahwa partikel PM 2,5 memiliki dampak yang paling serius pada kesehatan, karena ukurannya yang kecil memungkinkan partikel tersebut masuk ke dalam alveoli di paru-paru, yang menyebabkan penyakit seperti pneumonia. Oleh karena itu, pemantauan kualitas udara dalam hal PM 2,5 sangat penting.

Presiden meminta Menkes dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menyesuaikan standar kualitas udara yang telah diperketat oleh WHO.

Untuk memantau kualitas udara, puskesmas di Jabodetabek telah dilengkapi dengan alat pemantau kadar PM 2,5 secara waktu nyata. Menkes juga menegaskan akan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak kesehatan dari polusi udara.

Selain itu, Kemenkes mendorong penggunaan masker sebagai langkah preventif jika polusi udara tinggi. Menkes menekankan pentingnya masker dengan spesifikasi KF 94 atau KN 95 yang mampu menahan partikel-partikel kecil.

Kementerian Kesehatan juga akan memberikan edukasi kepada dokter-dokter di puskesmas dan rumah sakit di Jabodetabek mengenai langkah-langkah penanganan penyakit pernapasan. Tujuannya adalah agar pasien yang datang mendapatkan penanganan dan diagnosis yang seragam. (yd)

0

0

You can share on :

0 Komentar