Uruguay Lolos ke Piala Dunia 2026 Usai Bungkam Peru 3-0
Sports | Jumat, 5 September 2025
Uruguay. Fifa
Sports | Jumat, 5 September 2025
Lokal
PIFA, Lokal - Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan, kembali memberikan apresiasi terhadap kegiatan Gelar Karya Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Apresiasi tersebut disampaikan setelah beliau menyaksikan penampilan para siswa dalam Gelar Karya P5 di SMP Negeri 3 Sungai Raya pada Kamis (14/12). Menurut Muda Mahendrawan, kegiatan ini memperlihatkan sejumlah capaian kreativitas dan inovasi dari siswa, menjadi bukti bahwa proses belajar mereka telah memberikan daya kritis, pemikiran, serta rasa ingin tahu yang lebih besar. "Ini memperlihatkan bahwa proses belajar, berpikir, dan praktiknya itu sudah memberikan daya kritis, pemikiran, serta rasa ingin tahu yang lebih besar dari para siswa," ujar Bupati. Lebih lanjut, Bupati Kubu Raya menyatakan bahwa Gelar Karya sangat penting dalam membentuk pola pikir yang selalu bertumbuh dan progresif. "Kita optimis ini menentukan sekali bagi jejak-jejak berikutnya. Menjadi langkah berikutnya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang SMA dan terus sampai kuliah," tambahnya. Muda Mahendrawan juga menekankan bahwa kegiatan Gelar Karya dapat memantik rasa keingintahuan siswa, mendorong mereka untuk terus belajar. Hal ini dianggapnya sebagai kunci penting karena akan mendorong guru-guru untuk terus mengembangkan metode pendidikan mereka. "Guru-guru juga harus terus menggali dan berupaya untuk mengembangkan diri dan membangun suasana belajar yang adaptif dengan situasi yang ada. Jadi saya apresiasi para guru dan juga anak-anak kita semuanya di Kubu Raya ini," ungkapnya. Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Sungai Raya, Lily, menambahkan bahwa apa yang ditampilkan dalam Gelar Karya P5 adalah karya-karya orisinal dari para siswa. "Banyak sekali produk yang mereka buat itu betul-betul hasil karya mereka yang kreatif dan inovatif. Ke depannya, semoga anak-anak bisa semakin kreatif dan bersemangat untuk membuat sesuatu yang bisa menghasilkan melalui kreativitas dan inovasi mereka semua, sesuai dengan pembelajaran P5 yang dipelajari di sekolah," harapnya. (ad)
Lokal
Berita Pontianak, PIFA - Maraknya tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kalimantan Barat khususnya di beberapa daerah perbatasan membuat resah masyarakat karena tidak sedikit warga yang kemudian menjadi korban dengan iming-iming pekerjaan di luar negeri dengan upah menggiurkan tetapi faktanya mereka kemudian menjadi korban TPPO itu. Melihat fenomena tersebut Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kalimantan Barat menggelar seminar Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Eksploitasi Pekerja Migran seminar tersebut pun turut mengandeng stakeholder terkait dan sejumlah Kepala Desa yang dinilai rawan sebagai daerah TPPO dilaksanakan di Hotel Ibis jalan A Yani Pontianak pada hari Jumat (21 April 2022). Ditemui usai mengisi Seminar Ketua Panitia yang juga Ketua SBMI Sambas Sunardi menyebut adanya seminar ini adalah mengajak para Kepala Desa untuk mengedukasi masyarakat terkait pentingnya menjadi pekerja yang legal dan mewaspadai modus operandi calo-calo pekerja ilegal. “Berapa kali kita temukan kasus kekerasan terhadap PMI itu dikarenakan syarat- syarat yang tidak lengkap dan keahlian pekerja kita yang minim, maka dari itu kami mengajak para Kepala Desa untuk melakukan pendekatan pada masyarakat dan mengedukasi sehingga tahu resiko ketika mereka bekerja secara ilegal,” papar Sunardi dalam rilis yang diterima PIFA. Sunardi mengatakan jika di Kalimantan Barat cukup banyak ditemukan salah satunya Kabupaten Sambas banyak ditemukan pekerja migran yang ilegal atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengingat syarat bekerja diluar negri cukup banyak tidak hanya cukup dengan pasport saja bisa mencari pekerjaan di negeri tetangga. “Selama ini kan mereka menganggap hanya modal pasport sudah resmi dan bisa bekerja padahal kenyataannya tidak, ada banyak persyaratan yang dimiliki, terlebih jika nanti pekerja tersebut menemui masalah, jika mereka ilegal maka tidak ada perlindungan hukum jika mereka bermasalah,” tuturnya. Sementara itu Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Pontianak, Kombes Pol Amingga M Primastito, menyambut baik adanya seminar tersebut akan memberikan edukasi kepada stakeholder yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang akan mencari pekerjaan di luar negeri apalagi disaat ini meski di masa pandemi cukup banyak PMI yang masuk ke negeri tetangga Malaysia. “Kita sudah lakukan langkah – langkah pencegahan agar masyarakat tidak nekat bekerja keluar negri, tidak hanya itu adanya TPPO juga sudah kita lakukan pelaporan ke Polda Kalbar,” ungkapnya. Kombes Pol Amingga menilai tingginya minat masyarakat bekerja di luar negeri karena sulitnya mencari pekerjaan di negeri sendiri, namun tidak dibarengi oleh kemampuan yang memadai sesuai kebutuhan tenaga kerja di negara di tuju sehingga merugikan diri sendiri. “Modal nekat mereka berangkat, sehingga di sana hanya jadi pekerja kasar ini kan sangat disayangkan yang tentu beresiko kecelakaan kerja di lapangan,” imbuhnya. Hal senada disampaikan Gregoris Saputra Kasi Penempatan Tenaga Kerja Disnakertrans Kalbar, Ia mengatakan tindakan Pemerintah Provinsi Kalbar dalam mencegah TPPO ialah membentuk Tim Satgas untuk melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Tugas kita di sini ialah memberikan edukasi dan kita memperkenalkan ancaman yang akan di dapatkan jika nekat bekerja tanpa ijin,” tuturnya. Namun dirinya menyayangkan masih banyak warga yang tergiur calo–calo sehingga setiap tahun ada saja masyarakat yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). (rs)
Lokal
Berita Kalbar, PIFA - Merasa dirugikan dalam pembagian Hak Plasma, masyarakat yang tergabung dalam Ikatan Petani Plasma PT PSP HPI Agro menggelar aksi unjuk rasa di Kantor DPRD Provinsi Kalbar, Pada Kamis (23/6/2022). Diketahui unjuk rasa ini merupakan bentuk protes petani sawit kepada PT PSP HPI Agro yang beroperasi di wilayah Kabupaten Mempawah dan Landak. Masa aksi yang berlangsung secara tertib ini diterima langsung oleh para pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Kalbar dan akan dilanjutkan aksi di Kantor Gubernur Kalbar. "Aksi kami ini menuntut pembagian hasil plasma yang tidak adil dari tahun 2008/2009 sampai sekarang, sebelumnya kami hanya menerima Rp 50.000- Rp 80.000 perhektar, namun ketika kami ributkan dan protes naik menjadi Rp 173.000 perhektar sekarang," ujar Jelani AK Koordinator aksi tersebut saat diwawancarai PIFA, di Kantor DPRD Provinsi Kalbar pada Kamis (23/6/2022). Jelani AK menegaskan seharusnya ditahun ke 12 ini pihak perusahaan harus adil, karena harusnya plasma yang diterima oleh petani ini nominalnya kisaran RP 500.000 perhektar. "Kisaran seharusnya yang kita terima itu Rp 500.000 perhektare, dimana total luas lahan plasma sekitar 2000 hektar," ungkapnya. Total ada kurang lebih 2500 lebih petani yang dirugikan dalam permasalahan ini, pada perjanjian MoU sebelumnya itu ada kesepakatan antara petani dengan pihak perusahaan, dimana 70% diperuntuhkan untuk perusahaan dan 30 % untuk petani, namun seiring berjalannya ada pemotongan. "Awal perjanjian ini 30% untuk petani dan 70% untuk perusahaan, ternyata dalam perjanjin tersebut 30 % untuk petani itu dipotong lagi dengan alasan untuk operasional, jelas ini sangat keterlaluan," tegasnya. Aksi yang dilakukan oleh petani itu juga meminta anggota DPRD Provinsi Kalbar untuk sama-sama mendatangi Kantor Gubernur Kalbar untuk menyampaikan tuntutannya sebagai berikut: 1. Meminta keadilan bagi hasil plasma sawit PT PSP 2. Revisi Mou perjanjian yang hanya menguntungkan pihak perusahaan 3. Meminta gubernur kalbar mencabut izin PT PSP HPI Agro sebelum adanya revisi perjanjian tersebut Sementara itu Ermin Elviani selaku anggota DPRD Provinsi Kalbar Dapil 2 memberikan keterangan bahwa pihak legislatif akan mengkaji dan mempelajari kasus ini agar bisa memberikan keputusan. "Yang kita ketahui ini mereka datang kesini mengadu kepada kita karna ada permasalahan, bagaimana pun kami wajib menyuarakan permasalahan karna apa yang masyarakat alami itu tidak adil terkait pembagian plasma," ujarnya. Dia juga mengatakan setelah ini anggota DPRD akan melakukan rapat kerja untuk membahas permasalahan ini. "Kita pelajari dulu perjanjian MoU yang menjadi permasalahan tersebut, dan kita juga tidak berani langsung memberikan rekomendasi tentunya kita pahami dulu masalah ini," tutupnya. (ja)